8. salah duga
Setelah selesai makan malam kedua keluarga tersebut berkumpul menunggu suara adzan Isya'. Mereka berniat untuk sholat Isya' berjamaah di mushola yang berada di samping rumah keluarga Wijayanto.
Kedua keluarga tersebut tidak juga membicarakan maksud dari mereka berkumpul mereka masih membicarakan hal-hal yang ringan. Itu membuat fikiran Nayla tidak bisa fokus.
Allahuakbar.. Allahuakbar..
Suara adzan pun terdengar. Mereka akhirnya bergegas untuk segera mengambil air wudhu.
Nayla berjalan menuju ke kamarnya. Hendak mengambil mukena.
Sholat Isya' kali ini om Gunawan yang menjadi imam. Selepas sholat mereka berdzikir lalu memanjatkan doa masing-masing.
Dalam hati Nayla berdoa supaya ia tidak dijodohkan dengan Adit yang usianya masih 3 tahun lebih muda darinya. Tapi kemudian ia menambahi supaya ia dipertemukan dengan jodohnya diwaktu yang tepat. Ia juga berdoa supaya jodohnya kelak adalah seseorang yang terbaik. Baik dunianya dan juga baik akhirotnya. Bisa membimbing keluarganya agar selalu berada di jalan Allah.
Tak lupa ia juga mendoakan keluarganya, Ayah, Bunda dan juga Kakaknya.
Nayla mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, mengamini setiap doa yang ia panjatkan. Berharap supaya Allah mengabulkan doanya.
Setelah itu kedua keluarga itu pun kembali masuk kedalam rumah. Kembali berbincang di ruang keluarga.
Nayla menghidangkan teh bersama kue yang tadi siang dibuat Bundanya.
Nayla ikut duduk ditengah-tengah kedua keluarga yang kini tengah bercengkrama.
Ehm...
Tante Rini tiba-tiba berdehem sambil menatap suaminya yang masih asik membicarakan masalah bisnis dengan Akbar ayah Nayla dan juga Riki.
Om Gunawan pun tertawa, lalu ia berdehem juga sebelum memulai pembicaraannya.
"Jadi gini maksud kedatangan kami kesini selain untuk bersilaturahim, kami juga ingin menanyakan sesuatu sama anak mas Akbar." Om Gunawan memberi sedikit jeda. Melirik kearah istrinya yang tengah tersenyum sumringah.
Melihat itu Nayla semakin khawatir. Tangannya gemetaran. Jantungnya berdetak lebih cepat. Keringat dingin langsung membasahi seluruh tubuhnya.
"Saya bermaksud untuk bertanya pada nak Riki. Apakah nak Riki masih sendiri?" tanya om Gunawan yang kini beralih menatap Riki.
Riki pun terkejut dalam hati ia bertanya-tanya. Kenapa jadi dirinya yang ditanya seperti itu? Riki pun tak mampu berkata ia hanya mengangguk.
"Kalau memang nak Riki tengah sendiri, mau kah nak Riki berkenalan dengan ponakan Om?"
Jedyaarrrr...
Tiba-tiba seperti terdengar suara petir. Tapi hanya Riki yang bisa mendengarnya.
Sedangkan Nayla dari tadi hanya melongo, merasa lega dan bercampur bingung.
Pasalnya dari tadi ia sudah menyiapkan kalimat penolakan tapi ternyata ia salah duga.
Gunawan kembali menerangkan tentang keponakannya yang bernama Zalfa Anindita. Ia kini tengah menyelesaikan study S2 nya di jogjakarta. Tinggal satu semester lagi ia akan lulus.
"Jika ingin mengenalnya lebih jauh nak Riki tinggal menghubungi Om, Om yang akan mengatur jadwalnya. Tapi sebelumnya Om mau minta maaf kalau Om membuat nak Riki terkejut. Tapi ini sudah Om bicarakan sama Bunda nak Riki. Dan Bunda nak Riki tidak keberatan. Semua keputusan ada ditangan nak Riki. Bahkan Zalfa pun sudah setuju." lanjut Gunawan. Riki hanya diam seribu bahasa, ia bingung hendak menjawab apa.
****
Selepas kepergian Gunawan besera istri. Keluarga Akbar Wijayanto pun masih duduk di ruang keluarga.
Akbar sebagai kepala keluarga pun hendak menanyai keputusan anaknya. Bersediakah anaknya berkenalan dengan Zalfa? Karena dari tadi Riki hanya diam. Riki terus saja menundukkan kepalanya meredam amarah yang terasa di ubun-ubunnya. Berkali kali juga ia mengucapkan istighfar. Berharap emosinya tidak meledak.
"Gimana Kak?" tanya sang Ayah.
"Gimana apanya Yah? Sudah jelas Riki menolak. Riki nggak mau dijodohin. Riki bisa cari sendiri." jawab Riki ketus.
"Ini hanya perkenalan Kak. Setelah kamu kenalan sama dia, kalo kamu nggak mau ya nggak lanjut juga nggak apa-apa. Kami nggak jodohin kamu. Kami cuma mau bantu kamu, karena Bunda lihat, kamu terlalu fokus sama bengkel kamu. Bunda takut kamu terlalu asik sampai lupa untuk mencari istri." kini Winda sang Bunda, ikut angkat bicara.
"BUNDA...!!!!" bentak Riki emosinya tiba-tiba tidak bisa ia kendalikan.
"Bunda emang Bunda Riki tapi nggak seharusnya Bunda ngatur semua hidup Riki. Bunda bisa kan bicara dulu, diskusiin dulu sama Riki? Kalo udah kaya gini apa bisa Riki menolak?" lanjut Riki masih dengan nada tinggi.
"KAK RIKI...!!!" kini giliran Nayla yang membentak Kakaknya. Ia tidak terima sang Bunda di bentak seperti itu.
"Kak riki bisa kan ngomong baik-baik sama Bunda?" ucap Nayla melembut.
Tanpa menjawab riki langsung berdiri lalu pergi meninggalkan ruang keluarga. Ia keluar dengan membanting pintu menunjukkan jika dirinya tengah kesal.
"Ini salah Bunda..ini semua salah Bunda..nggak seharusnya Bunda langsung ngambil keputusan. Seharusnya Bunda diskusiin ini dulu sama Riki." Winda terisak dipelukan anaknya. Ia menyesali perbuatannya.
"Bunda maafin Kak Riki ya Bund." Nayla memintakan maaf Kakaknya yang Nayla rasa sudah keterlaluan.
"Kak Riki cuma terkejut aja Bund. Soalnya tadi dia kira kedatangan Om Gunawan kesini untuk jodohin Nay sama Adit Bund." ucap nayla jujur.
"Biar Nay yang bicara sama Kak Riki bund.." Nayla pun beranjak. Ia ingin menyusul Kakaknya yang sudah keluar.
Sampai di teras Nayla kebingungan. Kemana ia akan mencari Kakaknya? Karena ia juga tidak tahu kemana Riki pergi.
Nayla pun memulai dengan mencari Riki ke taman depan rumah. Tapi hasilnya nihil. Ia lanjut ke samping rumah sebelah Timur, di kolam ikan. Ternyata juga tidak ada. Lalu ia lanjut berjalan ke belakang rumah, mungkin kakaknya berenang untuk mendinginkan kepalanya. Hasilnya pun di kolam renang kosong, tidak ada siapa-siapa. Nayla kebingungan karena baru kali ini kakaknya marah seperti ini.
"Mungkinkah di Mushola?" gumam Nayla. Nayla pun segera berlari kearah samping rumah sebelah Barat.
Dan ternyata Riki berada disana, ia tengah menengadahkan tangannya. Meminta petunjuk jalan terbaik yang akan ia tempuh.
Nayla menunggu di teras Mushola. Ia tidak ingin mengangguk kekhusyukan Kakaknya dalam berdoa. Terdengar isak tangis dari dalam Mushola. Samar-samar nayla juga mendengar permohonan ampun Riki karena telah berani membentak Bundanya.
Setelah selesai berdoa, Riki menghampiri Nayla, ia pun ikut duduk disamping Nayla.
"Kak..maafin Bunda ya..kalo menurut Kakak, Bunda udah salah." ucap Nayla lebih dulu.
"Kakak tahu kok maksud Bunda itu baik. Cuma yang nggak bisa Kakak terima itu kenapa sebelum ngomong sama kakak, Bunda udah mutusin gitu aja? Kakak bingung. Kalo Kakak terima berarti Kakak nggak ada kesempatan buat deketin seseorang yang udah lama Kakak incar. Tapi kalo Kakak tolak kasihan juga cewek yang katanya udah setuju kenalan sama Kakak. Kakak bingung Nay."
"Emang Kakak udah ada calon?" pekik Nayla girang.
"Bukan calon, cuma Kakak suka aja sama dia, dan Kakak emang rencana buat deketin dia setelah bengkel Kakak stabil. Jadi Kakak ada modal untuk deketin dia. Untuk datang kerumahnya menemui Ayahnya. Nggak mungkin kan Kakak datang kerumahnya saat bengkel Kakak ada belum jelas. Bengkal Kakak kan masih baru, pelanggan belum banyak. Jadi Kakak mau fokus dulu sama bengkel baru setelah itu fokus nyari istri."
"Kok Kakak nggak cerita sih? Tahu gitu kan Bunda nggak bakal setuju Kak. Terus sekarang gimana?"
"Itu yang Kakak bingung. Kalo Kakak deketin dua duanya ntar dikira cuma mau mainin?"
"Ah Kakak mah payah. Cukup tahu dengan siapa ia biasanya bergaul gitu aja Kak. Kalau biasanya ia bergaul dengan orang baik, Insya'Allah ia juga baik. Tapi sebaliknya jika teman-temannya aja gak bener semua ya kemungkinan besar ia juga orang yang gak bener." usul Nayla sok menggurui sang Kakak.
"Kalo yang itu mah aku udah tahu Dek. Makanya itu yang buat aku bingung terus langsung mutusin buat deketin orangnya langsung."
"Emangnya kenapa Kak? Temannya rada aneh gitu?" tanya Nayla penasaran.
Riki pun mengangguk, membenarkan.
"Soalnya cewek itu gaulnya sama kamu terus jadi aku agak ragu.." jawab Riki sambil tersenyum.
Mendengar jawaban Riki, bukannya faham Nayla malah mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. Cewek itu bergaulnya sama aku? Gumamnya pelan tapi terdengar oleh Riki. Riki menahan tawanya saat melihat sang Adik kebingungan mencerna setiap kata yang terucap dari bibirnya.
"Huaaaaa Kak Riki suka sama Carla?" teriak Nayla saat memahami maksud dari perkataan Kakaknya.
"Stttt jangan kenceng-kenceng.."
"Tapi tunggu deh..Tadi katanya Kakak mutusi buat deketin orangnya langsung karena ragu dengan teman bergaulnya? Itu berarti aku dong? Ah Kak Riki jahat.."
"Bercanda Dek..Kak Riki cuma pengen kenal dia lebih dekat aja. Sebelum nanti akhirnya Kak Riki menghadap Ayahnya, setidaknya Kak Riki tahu dulu sifat dan sikapnya. Tapi kalo Kak Riki deketin dia gimana dengan Zalfa? Bukankah Kakak nanti akan menyakiti Zalfa?"
"Istikhoroh lah nak..." sang Ayah muncul dari arah belakang tiba-tiba, ikut nimbrung percakapan antara kedua anaknya.
"Allah akan kasih kamu petunjuk. Toh Ayah dan Bunda nggak maksa kamu. Jika jawaban dari istikhorohmu adalah Carla maka Ayah dan Bunda akan setuju." lanjut sang Ayah yang kini sudah duduk disamping Riki sambil menepuk pundak anaknya.
"Lalu bagaimana dengan Zalfa?"
"Biar Bunda bantu ngomong.." kini giliran Bunda yang muncul dari belakang lalu duduk disebelah Nayla.
Riki pun tersenyum.
"Maafin Riki Bund..tadi udah bentak Bunda.." Bunda pun mengangguk.
"Nah kan Kak..kan enak kalo diomongin gini?"sahut Nayla, merasa lega karena masalahnya sudah selesai.
"Kalo Riki nggak jadi sama Zalfa. Nayla aja Yah yang dijodohin sama Adit.." goda Riki yang langsung mendapat pukulan keras dilengannya.
"Awas aja kalo sampe Ayah sama Bunda jodohin aku.."
"Iihhh nggak boleh ngancem orang tua."
"Pokoknya Nayla nggak mau dijodohin..titik"
Kedua orang tuanya pun hanya geleng kepala melihat anak-anaknya yang selalu berdebat.
****
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top