29. diantara tiga pilihan

Hari pun berganti, tak terasa kini sudah memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang penuh berkah, bulan dimana Allah memerintahkan malaikatnya untuk membuka semua pintu surga dan menutup pintu neraka. Bulan dimana semua amalan akan dilipat gandakan.
Dan para syeton dibelenggu.

Usai sahur, keluarga Zahra tidak kembali tidur. Melainkan mereka tadarusan bersama untuk mencapai target khatam al-qur'an dalam satu bulan. Dengan komitmen one day one juz.

Berbeda dengan Zahra. Ia menangis semalaman. Karena tepat setelah selesai melaksanakan sholat tarawih Zahra mendapatkan tamu yang selalu datang tiap bulannya. Tapi kali ini ia datang lebih awal. Sehingga Zahra tidak bisa berpuasa kurang lebih 6hari kedepan. Ada rasa kesal di dalam hatinya. Karena ada banyak kerugian saat ini yang ia dapatkan. Selain tentang pahala, tetapi ia juga harus rela sarapan dengan makanan sisa sahur. Ia juga harus rela makan sendirian. Harus rela ikut menahan lapar karena saat siang hari sudah pasti tidak ada warung makan buka. Dan yang paling menjengkelkan menurut Zahra, pasti kakaknya akan menjahilinya untuk selalu menuruti semua perintahnya hanya karena ia tidak berpuasa.

Dan karena hari ini Zahra tidak berpuasa, ia bertugas untuk pergi ke pasar. Berbelanja kebutuhan dapur selama beberapa hari kedepan.

"Ra. Tolong beli iga sapi ya. Bunda mau masak sop iga. Kayaknya enak deh." kata bunda sambil menyerahkan beberapa lembar uang beserta secarik kertas berisi daftar belanjaan.

"dicatat aja bund. Takutnya aku lupa."

Winda pun mengambil bolpoin yang ada di meja nakas Zahra. Ditulisnya kembali apa-apa yang perlu Zahra beli.

"dek, kamu belanjanya sama siapa?" tanya Riki begitu masuk ke kamar adiknya.

Zahra yang tengah sibuk memakai jilbab tidak memandangnya. "sendiri." jawabnya.

"yaudah aku temenin tapi sekalian temenin kakak buat nyari baju ya."

"ya ampun kak. Lebaran masih lama kali. Ini baru hari pertama puasa loh."

"buat ijab dek. Tinggal 5hari lagi."

Zahra tersenyum. Ia lupa jika kakak tercintanya akan menikah 5hari lagi.

"yaudah. Kak Zalfa ikut kan?"

Riki mengangguk. Lalu ia pergi untuk bersiap menjemput Zalfa.

Setibanya di pasar, Zahra memilih pergi belanja kebutuhan dapurnya sendiri. Ia keluar mobil lalu melangkah masuk kedalam pasar tanpa menunggu yang lain. Karena ada rasa kesal yang menyerangnya.

"kenapa dia harus ikut sih?" gumamnya sambil terus melangkah.

Hingga panggilan dari kakaknya menghentikannya. "dek, Bian biar sama kamu aja."

Zahra menoleh. Dilihatnya Bian, seseorang yang membuatnya kesal dihari pertama mereka bertemu itu berjalan menghampirinya.

Bian bukan adik dari zalfa. Melainkan sepupu zalfa dan juga Adit.

"kayaknya lebih bahaya membiarkan mereka berduaan dari pada aku yang sendirian." ucap Zahra tepat saat Bian berada dihadapannya.

"kamu bakalan butuh bantuan aku." balasnya dingin. Lalu meninggalkan Zahra.

Zahra kian bersungut-sungut. Dibelakang Bian ia memainkan kepalan tangannya seperti akan memukuli Bian. Tapi aktifitas itu ia hentikan ketika Bian menoleh.

"kita mau beli apa dulu nih?" tanya Bian, ia berhenti dipersimpangan.

Tanpa berbicara Zahra menyuruh Bian minggir. Ia berjalan lebih dulu. Menuju ketempat dimana ada penjual daging sapi.

Ia mengecek catatan di dalam dompetnya. Disana tertulis, ia harus membeli daging sapi 1 kilo. Sama iga sapi 2kilo. Setelah dari penjual daging sapi yang maksa Zahra mengeluarkan jurusnya dalam urusan tawar menawar. Zahra pergi ke pedagang yang menjual sayuran.

Zahra membeli sayuran untuk membuat sop dan juga bumbu-bumbunya.

Sudah dua kantong plastik yang ia bawa ditangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya membawa dompet. Zahra kembali melihat catatannya. Ia masih harus membeli kebutuhan lainnya seperti minyak, susu, dan buah.

Ia pun bergegas ke pedagang buah. Dikertas bundanya mencatat. Ia harus membeli melon, semangka, jeruk, apel, buah naga, anggur. Zahra membelalakkan matanya saat melihat kantong plastik dihadapannya. Ia harus membawa 4 kantong lagi ditangannya.

"udah sini aku bantu. Nggak usah gengsi deh." celetuk Bian yang selalu terdengar mengesalkan ditelinga Zahra.

"harusnya cowok itu lebih peka kalau lihat cewek bawa banyak barang gini. Tanpa perlu si cewek minta bantuan." balas Zahra kesal. Lalu ia meninggalkan 4 kantong plastik berukuran besar itu. Supaya dibawa Bian.

Ia melanjutkan langkahnya ke toko kelontong yang tak jauh dari pedagang buah.

Setelah semua yang ada didalam daftar belanjaannya terbeli. Zahra memutuskan untuk menyusul kakaknya. Ia menghubungi kakaknya untuk menanyakan keberadaannya. Setelah tahu, ia pun berjalan cepat. Meninggalkan bian yang terseok-seok karena membawa barang belanjaannya.
Zahra tersemyum puas karena berhasil mengerjai bian.

Setibanya ditempat kakaknya mencari baju. Bian sedikit melemparkan barang belanjaan Zahra. Ia marah. Karena merasa Zahra telah mengerjai dirinya.

"kamu tau. Aku lagi puasa? Kenapa aku disuruh bawa belanjaan kamu?" bentaknya pada Zahra.

"tadi katanya mau bantuin. Kalau mau bantuin itu yang ikhlas biar pahala kamu bisa dilipat gandakan. Kalau tidak ikhlas yang kamu dapatkan hanya rasa pegal." balas Zahra yang malah menasehati Bian.

Bian kembali akan menjawab ucapan Zahra. Tapi belum sampai suara itu keluar, Zalfa sudah melerainya.

Zalfa tengah memegang baju gamis berwarna putih. Baju yag tidak terlalu mewah tapi sangat pas kalau dipakai saat akan menikah.

Bian tersenyum sinis melihatnya. "nikah itu kan hanya sekali seumur hidup. Harusnya yang mewah dong. Ini cuma kayak gini. Coba kalau mbak Anin nikahnya sama..." belum sampai bian melanjutkan omongannya. Zalfa sudah memotongnya. Ia memanggil adik sepupunya itu dengan lembut. "Bian..."

"udah kak. Ngga usah dengerin omongan setan. Katanya bulan puasa itu setan-setan dibelenggu. Kok ada yang kabur satu ya?" ucap Zahra sambil mengusap lengan Riki.

Bukannya tersinggung Zalfa malah tertawa. Berbeda dengan Bian yang malah terlihat akan mencakar Zahra.

***
Zahra dan juga Riki kembali kerumah dengan membawa barang belanjaan yang sangat banyak. Diletakkannya barang pesanan bunda didapur. Tak lupa ia letakkan daging dan juga iganya di lemari pendingin. Karena itu masih akan dimasak nanti sore untuk berbuka puasa.

Setelah itu keduanya menghampiri keluarganya yang tengah duduk bersantai di ruang keluarga. Para orang tua tengah berunding tentang banyak hal.

"mulai besok, mbah kakung akan menilai para calon suami kamu." ucap mbah kakung saat Zahra dan juga Riki duduk.

Belum hilang keterkejutan Zahra, mbah kakungnya kembali bersuara. "ada dua pria. Yang satu rekomendasi dari ayah kamu. Dan yang satu dari mbah kakung."

"ma-maksudnya mbah?" tanya Zahra tergagap.

"mbah kakung belum menyetujui calon yang diajukan ayah kamu, karena mbah sudah punya kandidat sendiri."

Zahra makin terkejut. Ia tidak habis fikir dengan keluarganya. Satu saja sudah membuat Zahra bingung. Ini malah bertambah. Apa perlu Zahra merekomendasikan Alif juga?

"mbah akan menilai mereka beberapa hari ini jadi tadi mbah sudah meminta waktu mereka untuk bisa mbah kenali mereka." kata mbah kakung lagi menjelaskan.

"dan mereka setuju?"

Mbah kakung mengangguk. Sedangkan Zahra menggeleng. Ia tak percaya mereka akan menyanggupi permintaan mbah kakungnya.

"apa mereka nggak kerja mbah?"

"mbah yang akan mendatangi mereka ketempat kerjanya."

Zahra geleng-geleng kepala mendengar ide gila dari mbah kakungnya. Mana mungkin mbah kakung akan menilai calon suaminya.

"kalau gitu apa Zahra boleh mengajukan satu nama?" Zahra ikut gila karena keluarganya.

"siapa? Anak urakan yang tidak bertanggung jawab kemarin?"

Tepat. Tapi mendengar respon mbah kakungnya. Sudah dipastikan usulannya akan ditolak mentah-mentah.

"tanpa mbah mengenalnya pun mbah sudah tahu. Jadi itu tak perlu." katanya lalu oergi meninggalkan ruang keluarga, meninggalkan anggota keluarga lainnya menatapnya dengan penuh kebingungan diwajah mereka.

Sedangkan mbah kakung tersenyum. Rencananya sudah berhasil.

"sekarang jadi tiga? Dua aja sudah membuatku galau. Apalagi tiga. Ditambah dengan keegoisan mbah kakung. Sudah pasti pilihannya yang juga harus jadi pilihan aku."

•••
Bersambung...

Jeng jeng jeng...
Nambah lagi tuh pilihan zahra.

Plissss dukungannya biar semangat. Atau mending nggak aku lanjut aja ya? Hahaha...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top