28. ketakutan Riki
Sesuai dengan apa yang sudah dimusyawarahkan saat sarapan kemarin. Kini keluarga Akbar tengah sowan ke keluarga Purnomo. Hendak melamar putri cantik mereka untuk Riki.
Keluarga Akbar disambut baik oleh keluarga Purnomo, Gunawan selaku perantara merasa senang. Keponakannya akhirnya menemukan jodohnya yang terbaik.
Zalfa yang saat ini menjadi tokoh utama malam ini hanya terus menunduk untuk menyembunyikan rona merah dipipinya. Ia begitu malu untuk menatap calon suaminya.
Melihat Zalfa yang terus malu-malu membuat Zahra berkeinginan untuk menggoda calon kakak iparnya tersebut.
Zahra membisikkan kalimat yang membuat Zalfa semakin menyembunyikan wajahnya.
Zahra bertanya dalam hati. Apakah aku saat dilamar juga akan seperti ini? Membayangkan dirinya di posisi Zalfa juga langsung membuat rona wajahnya berubah. Terlebih jika itu Alif. Batinnya. Ekspresi wajahnya berubah lagi, mengingat khayalannya itu mungkin tidak akan pernah terjadi. Karena ia sudah menerima perjodohan yang diusulkan sang ayah. Dengan syarat, ia tak mau membicarakan itu sebelum kakaknya menikah. Dan keluarga menyetujui.
"Nduk, bantuin Adit. Kasian dia." mbah uti mengusap punggung Zahra, membuatnya tersadar dari lamunannya.
Zahra mengangguk, ia langsung meminta ijin untuk membantu Adit yang kini berada di dapur.
Belum sampai di dapur, Zahra mendengar obrolan yang cukup membuat hatinya semakin panas.
"Ih.. Sebel deh sama Abi."
"Kenapa?"
"Liat aja tuh. Mbak Anin harus terima perjodohan konyol ini. Seharusnya, mbak Anin kan nikahnya sama mas Alif. Bukan orang itu. Seberapa hebat sih dia, sampai om Gunawan menginginkan dia buat jadi suaminya mbak Anin."
"Kamu kalau udah tau dia. Kamu juga gak bakal ngomong kayak gini."
"Masak sih. Aku liat cakepan mas Alif kemana-mana. Terus tadi ku lihat mobil mereka juga bukan mobil mewah. Kalau mas Alif, dunia-akhirat tidak diragukan lagi."
"ehm..." Zahra berdehem untuk menghentikan obrolan yang mungkin akan meledakkan emosinya. Bagaimana mungkin orang itu menjelek-jelekkan kakaknya. Lalu Alif, bukankah mereka berdua hanya bersahabat?
"loh kamu kok masuk mbak?" tanya Adit yang mendapati Zahra berdiri tak jauh darinya.
Adit merasa tidak enak, ia takut Zahra mendengar apa yang tadi dikatakan adik Zalfa yang ternyata kurang setuju dengan perjodohan ini.
"iya. Abis kalo disana terus akunya jadi baper." jawab Zahra mencoba biasa saja.
"kamu adiknya mbak Zalfa, ya?"
"iya." Jawabnya jutek.
Zahra hanya menganggukkan kepala. Ternyata makhluk dihadapannya ini memang tidak mau diajak bersahabat. Fikirnya.
"Biar aku aja. Kamu siapin lainnya ya." kata Zahra meminta sendok yang dipegang Adit.
Adit mengangguk, lalu menggeser tubuhnya untuk memberi ruang pada Zahra.
Sedangkan makhluk yang membuat Zahra hampir kehabisan stok sabar, malah melenggang pergi.
Sebenci itukuah dia pada keluargaku? Batin Zahra.
Zahra mengaduk teh yang ada didepannya. Sedangkan Adit tengah menata roti di piring. Serta menyiapkan makan malam juga.
Setelah selesai, Adit memanggil keluarganya dan juga tamunya untuk masuk kedalam.
Saat makan malam pun, makhluk yang membuat Zahra sering mengambil nafas panjang itu masih terus menunjukkan ketidak sukaannya.
"mas.. Maaf. Kalau boleh tau, pekerjaan mas Riki itu apa ya?" ia bertanya. Sepertinya ia ingin membandingkan Riki dengan Alif.
"Kak Riki itu, sekarang lagi ngurusin bengkelnya. Dia baru aja buka cabang yang ke 3 nya. Dan rencananya, setelah menikah kak Riki bakal buka cabang di Bali." jawab Zahra, ia ingin menunjukkan kehebatan kakaknya.
"oh. Cuma bengkel." tanggapan makhluk itu membuat Zahra semakin kesal. Bagaimana mungkin dia meremehkan pekerjaan kakaknya.
Saat Zahra kembali ingin membuka suaranya, riki menahannya. Ia menggenggam lembut jemari adiknya. Ia tak mau adiknya termakan hasutan setan, untuk terus menyombongkan diri.
Menyadari hal itu, Zahra mengucapkan istighfar berkali-kali. Ia tengah menyetok kesabaran lebih banyak lagi.
Andaikan menjahit mulut orang itu diperbolehkan maka ia sangat ingin menjahut bibir pedas adik Zalfa.
Hingga Zahra pun lebih memilih menikmati makanannya, walaupun rasanya sudah tidak lagi sama saat ia makan di resto milik Adit. Padahal yang membuat juga sama. Mungkin karena emosinya yang membuatnya berbeda.
Usai makan malam, keluarga Akbar berpamitan. Mereka akan membahas hal lainnya lain kali. Karena hari sudah malam.
Menurut rencana pernikahan akan di langsungkan satu minggu lagi dan itu sesuai dengan saran Zahra. Ia memang menyarankan pada Riki dan juga Zalfa untuk menyegerakan niat baik mereka.
***
Bunyi alarm dari ponsel Zahra membangukan sang pemilik untuk melaksanakan sholat tahajud. Karena sudah terbiasa, Zahra langsung terbangun begitu mendengar bunyi ayam berkokok dari ponselnya. Dilihatnya jam pada ponselnya, sudah pukul 3.
"kamu sudah bangun, nduk." tanya mbah uti yang baru keluar dari kamar mandi.
Zahra mengangguk sebagai jawaban. "ya sudah. Cepetan bersih-bersih. Mbah duluan ya." Zahra kembali mengangguk. Ia segera bergegas bangkit lalu berjalan kearah kamar mandi dengan langkah yang masih terseok karena baru bangun.
Setelah selesai merapikan mukenanya. Ia hendak turun ke dapur untuk mengambil air putih karena stoknya di kamar telah kosong.
Saat mencapai lantai bawah. Ia melihat pintu depan terbuka, mungkinkah kakek sudah kemushola? Pikirnya.
Zahra melangkah hendak menutup pintu. Tapi ia malah melihat kakaknya tengah berdiri dihalaman sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Sepertinya Riki tengah memanjatkan doa.
Zahra menunggu dengan duduk di teras. Ia ingin mengobrol dengan sang kakak. Kali ini a ingin mendengar keluh kesah sang kakak. Karena sepulang dari melamar Zalfa, kakaknya terlihat murung. Tak nampak raut kebahagiaan di wajahnya.
"kamu ngapain malem-malem gini malah duduk diluar? Jangan bilang nyari angin. Masuk angin baru tau rasa kamu." kata Riki saat melihat sang adik duduk di teras sambil berpangku tangan.
Lalu ia duduk disamping adiknya.
"cerita deh kak. Aku liat dari tadi kakak murung terus. Habis nglamar harusnya seneng dong. Apalagi bakal nikah satu minggu lagi."
Riki menghela nafas terlebih dahulu. "aku takut dek. Aku takut nggak bisa nafkahi Zalfa. Aku takut, pendapatan aku nggak akan cukup buat kehidupan aku kelak kalau sudah menikah. Apalagi saat ini Zalfa masih mau lanjutin S3. Masak iya masih mau minta orang tua? Kan malu dek."
"kakak kan punya bengkel kak. Udah 3 lagi cabangnya. Dan bakal buka yang ke 4. Masak masih pesimis gitu?"
"iya tapi kakak takut. Yang kakak punya ya cuma bengkel. Pendapatan kakak ya cuma dari bengkel."
Zahra menghela nafas. Ia tahu kakaknya tersinggung dengan omongan adik dari zalfa.
"kakak takut nggak bisa mencukupi kebutuhan zalfa dek."
"kak. Rejeki itu Allah yang mengatur. Dan rejeki itu bisa dicari. Kalau kak Zalfa mempermasalahkan soal itu. Pasti lamaran kakak nggak akan diterima."
"tapi aku takut dek."
"kak!" Zahra meletakkan kedua tangannya di bahu sang kakak lalu menariknya pelan untuk bisa menatap wajahnua.
"Hadapi! Ketakutan itu hanya ada didalam fikiran."
Riki tersenyum mendengar nasehat dari adiknya. Ia mengusap puncak kepala adiknya yang tertutup kerudung instan. Ia tak menyangka adiknya terkadang bisa jauh lebih dewasa dari dirinya.
"makasih ya dek." ucapnya kembali mengusap kepala sang adik. Zahra membalasnya dengan senyuman.
"itulah gunanya saudara kak. Bisa menguatkan jika salah satunya tengah lemah. Bisa saling mengingatkan jika salah satunya tengah lengah."
"aku nggak nyangka. Adik kakak ini bisa sangat dewasa."
Mereka tersenyum bersama. Menikmati indahnya malam yang bertabur bintang. Zahra bersandar dibahu kakaknya. Supaya tidak merasa pegal karena ingin menikmati bintang yang berkelap kelip.
"ada bintang jatuh dek. Minta permohonan gih." teriak Riki saat melihat ada bintang jatuh.
"aiiihhh... Mitos itu kak. Aku punya Allah yang bisa ngabulin doa tanpa ada bintang jatuh. Kakak masih percaya aja sama yang kayak gituan."
Riki tertawa ia memang hanya mengetes adiknya. Mana mungkin ia percaya doa akan dikabulkan jika ia berdoa saat bintang jatuh. Mungkin kata itu aslinya hanya menyuruh mereka untuk bangun malam, berwudhu, lalu sholat malam. Baru setelahnya mereka berdoa. Akan lebih baik berdoa keluar rumah. Karena pada saat sepertiga malam yang akhir Allah akan turun ke langit ke satu. Jadi doa kita akan langsung sampai kepada Allah.
••••
Bersambung.
Sedikit nggak apa-apa ya...
Lagian votenya juga sedikit sih. Terus gak ada yang komen lagi. 😫
Hahaha bercanda.
Idenya memang mentok disitu.
Semoga menghibur, banyak yang suka, terus banyang yg kasih vote 😄
⚠nggak akan pernah bosan buat ngingetin kewajibannya lanjut minimal 3 ayatnya. Jangan lupa ya..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top