24. keputusan

Dengan perlahan zahra membuka matanya. Ia mendengar suara indah neneknya saat melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Surah Ar-Rahman.

Zahra bangun dari tidurnya. Membuka layar hape yang ia letakkan di meja nakas. Sudah jam tiga. Ia pun turun dari ranjang, lalu bergegas ke kamar mandi. Ia sudah terbangun jadi ia tak ingin melewatkan waktu sepertiga malamnya. Walaupun rasa kantuk masih sangat mempengaruhinya untuk kembali terlelap. Tapi ia tak mau kalah dari hawa nafsunya. Ia ingin melepaskan 3 ikatan setan saat ia tertidur.

Selesai bebersih diri, ia menggelar sajadah disamping neneknya. Memulai sholatnya setelah memantabkan niatnya di dalam hati.
Selesai dengan sholatnya, ia lalu menengadahkan tangannya. Mendoakan kedua orang tuanya. Disisipi mendoakan nenek kakeknya. Dan sekarang yang namanya kembali ia sebutkan dalam doa. Ia menyampaikan cintanya lewat doa. Dengan air mata yang menggenang dipelupuk matanya ia mencurahkan isi hatinya.

Mendengar isakan dari sampingnya, Marini menutup Al-Qur'an dengan sampul warna hitam ditangannya itu. Lalu meletakkan di nakas.

Ia menghadap kearah cucunya. Ia ingin mendengarkan cerita sang cucu yang kini sudah dewasa. Sudah pasti cucunya sudah mengenal akan cinta dengan lawan jenis.

"Ada apa to, nduk? Kok doanya sampai menangis gitu?" ia bertanya saat melihat cucunya sudah menyelesaikan doanya.

"Nggak apa-apa kok mbah."

"Jangan bohong sama mbah. Mbah juga pernah muda. Jadi mungkin mbah juga bisa merasakan apa yang kamu rasain sekarang. Ayo cerita! Cucu mbah ini tertarik sama siapa?"

Zahra tersenyum mendengar ucapan neneknya. Lalu ia menghadap sang nenek. Ingin berbagi cerita yang selama ini hanya ia curahkan kepada sang pemilik langit dan bumi.

Zahra memulai ceritanya saat masih SMA. Lalu terpisah dengannya saat mereka ingin menggapai cita-cita mereka. Hingga beberapa minggu yang lalu, temannya menghubunginya dan mereka dipertemukan kembali. Hingga rencana sang ayah yang ingin menjodohkannya dengan anak dari temannya.

Dengan sedikit terisak Zahra menanti tanggapan atau nasehat dari sang nenek.

"Kamu sudah sholat istikhoroh?" tanya sang nenek. Zahra hanya menggelengkan kepala. Saran dari calon kakak iparnya memang belum ia lakukan. Dan sekarang neneknya. Haruskan ia sholat istikhoroh? Tapi ia merasa takut.

"Kenapa belum? Karena takut jawabannya tidak seperti yang kamu harapkan?"

Tepat. Sang nenek menebak dengan sangat tepat. Zahra memang takut akan hal itu.

"Nduk..." nenek mengusap kepala cucunya yang masih tertutupi mukena.

"Jawaban dari sholat istikhorohmu itu adalah rencana Allah yang paling baik buat kamu. Kenapa harus takut? Karena kamu takut jawabannya kamu harus menerima perjodohan jadi kamu akan nikah sama orang yang tidak kamu cintai?"

Tepat. Lagi dan lagi. Tebakan nenek sangat tepat. Zahra kembali mengangguk.

Melihat anggukan cucunya yang sangat lemah itu, Marini tertawa ringan. "ya ampun nduk. Kamu tahu pepatah jawa? Witing tresno jalaran saka kulina. Kamu tahu artinya?"

Zahra mengangguk. " tapi kan nggak gampang mbah."

Marini menggenggam lembut jemari cucunya. "kuncinya kamu harus percaya dan yakin dulu. Lalu ikhlas."

"percaya dan yakin jika itu adalah yang terbaik buat kamu. Lalu ikhlaskan dalam menjalaninya. Pasti akan dimudahkan."

Walau masih agak ragu, Zahra pun mengangguk. Ia akan sholat istikhoroh. Sambil berdoa dalam hatinya semoga jawabannya yang terbaik itu yang ia harapkan.

Melihat waktu sholat subuh sudah dekat, maka Zahra dan neneknya tidak kembali tidur. Sebelum turun kebawah untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan keluarganya di mushola samping rumahnya.
Zahra menyempatkan membuka ponselnya. Ada banyak notifikasi dari aplikasi whatsapp nya. Dibukanya chat dari grup pengurus reuni. Ada sekitar duaratus chat.

Zahra membaca satu persatu pesan dari teman-temannya tersebut. Awalnya mereka hanya mengobrol biasa saja, hingga kemudian menjedi heboh khususnya para cewek-cewek dalam grup tersebut.

Vika mengunggah sebuah foto. Foto tersebut menggambarkan seseorang yang tengah berada di puncak gunung. Ia menunjukkan sebuah tulisan. Vika ayuning sekar is mine. Mungkin pelakunya adalah suami vika.

Para anggota grup, khususnya yang wanita memberikan komentar so sweet. Sedangkan yang pria memberikan komentar kalau itu termasuk orang kurang kerjaan.

Zahra tersenyum sendiri. Ia jadi berfikir. Apakah suaminya kelak mau melakukan hal tersebut?

"so sweet kali ya. Kalau ada yang mau nulis nama aku disitu." pikirnya.

Zahra kembali tersenyum. Ia lebih memilih meletakkan kembali ponselnya tanpa membalasnya.

Setibanya di mushola. Sang kakek ternyata sudah datang terlebih dahulu. Dengan mengunakan sarung kotak-kotak warna hitam mbah kakung Kasto sudah duduk bersila menghadap kiblat sambil berzikir.

Tak lama kemudian disusul Akbar dan juga Riki. Sedangkan Winda yang sedang berhalangan akan menyiapkan sarapan untuk anggota keluarganya.

Setelah waktu subuh sudah tiba, suara adzan saling bersaut-sautan. Sang kakek menghentikan zikirnya, lalu berdiri. Dengan suara yang sudah sedikit goyah karena faktor usia, beliau mengumandangkan adzan.
Selesai adzan dikumandangkan. Mereka bergegas untuk sholat 2 rokaat terlebih dahulu.

"Ayo Riki yang jadi imam!" kata mbah kakung setelah semuanya berdiri. Siap untuk melaksanakan sholat.

"Mbah arep delok. Wis siap dadi imam urung." (Mbah mau lihat, sudah siap jadi imam belum) lanjut mbah kakung.

Dengan percaya diri Riki melangkah maju. Ia ingin membuktikan bahwa ia sudah siap untuk jadi imam. Sehingga ia bisa segera mempersunting Zalfa.

Dengan suara yang lantang Riki membaca surah Al-Fatihah lanjut surah Ad-Duha dirokaat pertama sedangkan dirokaat kedua ia membaca surah At-Tin sebagai tambahannya.

Usai salam mereka tidak segera beranjak dari duduknya. Melainkan mereka bersila untuk menyamankan posisinya. Mereka kembali berzikir sebelum akhirnya menengadahkan tangannya. Berdoa dengan doa masing-masing.

Akbar yang pertama berdiri, disusul sang ayah mertua. Baru setelahnya Zahra dan Riki lalu Marini yang paling akhir.
Diluar mushola mereka berbincang sambil berjalan kembali kerumah.

"Riki. Enek acara ora dino iki?" (ada acara tidak hari ini?)" tanya mbah kakung.

"mangke kerjo mbah, lha wonten nopo?" (nanti kerja mbah, lha ada apa?) tanya riki dengan bahasa jawa halus. Riki memang lebih tau tentang bahasa jawa. Berbeda dengan Zahra yang hanya tau kalimat atau kata-kata yang sering digunakan. Seperti iyo, ora, (ya, tidak ; dalam bahasa ngoko.) nggih, mboten.  (Ya, tidak dalam bahasa krama alus)

"kancani mbah mlaku-mlaku yo? Esuk iki." (temani mbah jalan-jalan ya pagi ini.)

"nggih mbah. Riki ganti baju riyen nggeh." (iya mbah. Riki ganti baju dulu ya.)

Sementara Riki dan mbah kakung serta ayah jalan-jalan pagi keliling komplek. Zahra kedapur membantu bundanya menyiapkan sarapan. Sedangkan mbah uti ikut membantu menyirami taman bunga Zahra.

Bunda ternyata sudah menyiapkan bumbunya. Zahra tinggal memasaknya saja. Lalu menambahkan sedikit kecap. Nasi goreng dengan telur dan sayuran pun sudah siap.

"Ra. Gorengin singkong buat mbah. Mbah kakung kalau pagi belum mau makan nasi. Itu singkongnya sudah bunda rebus." kata bunda yang sibuk meracik bumbu untuk memasak untuk makan siang.

"Iya, bund." Zahra meletakkan nasi gorengnya lebih dahulu di meja makan.

Lalu menyiapkan wajan dengan minyak yang agak banyak untuk menggoreng singkong.
Setelah semuanya telah tersaji di meja makan. Ia bergegas memanggil anggota keluarganya. Ia berlari ke depan untuk memanggil neneknya.

"Mbah uti! Ayo sarapan dulu."

Melihat ayah, mbah kakung dan juga riki yang sudah kembali dari jalan-jalan. Zahra pun memanggil mereka.

"mbah kakung, ayah, kak Riki. Eemmmm..." ia sedikit ragu untuk menggunakan bahasa indonesia. Karena ada mbah kakungnya. Tapi kalau memakai bahasa jawa ia belum bisa.

"emmm... Ayo sarapan dulu." lanjutnya. Ia memilih msnggunakan bahasa Indonesia. Karena ia memang tidak faham dengan penggunaan bahasa Jawa.

Mbah kakung langsung menatapnya dengan sinis. Sedangkan sang ayah jadi merasa bersalah karena tidak memperkenalkan bahasanya.

"Kak! Kapan-kapan ajarin bahasa jawa ya."

Riki tersenyum lalu mengusap kepala adiknya yang terlihat lesu.
Mbah kakung mereka memang tegas. Jadi kadang tak ada toleransi.

Diruang makan semua asik dengan piring mereka masing-masing. Berbeda dengan mbah kakung yang hanya mengambil singkong goreng.

Selesai sarapan, mbah kakung menahan anggota keluarga yang lain. Ia ingin menyampaikan sesuatu.

"Mbah denger dari masmu. Katanya kamu mau jodohin anakmu sama anak temenmu?siapa? Riki apa Zahra?" tanya mbah kakung kali ini menggunakan bahasa indonesia.

"Keduanya, pak." jawab ayah sambil menatap kearah Zahra.

"Tapi kudu Riki disek lho yo sing nikah."(tapi harus Riki dulu lho ya yang nikah)

"Nggih, pak. Tapi kami belum melamar secara resmi. Kami baru ngenalin mereka berdua. Dan sepertinya mereka cocok."

Mbah kakung hanya menganggukkan kepalanya.

"Kalian sudah tanya dulu sama Zahra?" kali ini gantian mbah uti. Setelah mendengar cerita Zahra tadi, Marini jadi merasakan perasaan cucunya.

"Apa Zahra tidak setuju? Kenapa? Karena cinta? Nduk. Nggak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya. Sudah pasti mereka ingin anaknya bahagia." tutur mbah kakung sambil memandang Zahra. Zahra hanya bisa menunduk. Sebagian hatinya membenarkan ucapan mbah kakungnya. Tapi sebagian lagi menyangkalnya "tau dari mana dia yang terbaik untuk Zahra." batinnya.

"Kalian sudah periksa bibit, bebet dan bobotnya kan?" tanya mbah kakung kini beralih menatap anak dan menantunya.

Winda dan Akbar mengangguk.

"Agamanya?" tanya mbah kakung lagi.

"Sampun, pak, dia anak dari teman mas Akbar. Dilihat dari keluarganya. InsyaAllah agamanya ..." jawab Winda sembari mengacungkan jempol sebagai isyarat kalau memang bagus. Tidak diragukan lagi.

"Kamu sudah dengar kan, nduk?"

Zahra kembali mengangguk. Sepertinya ia tidak perlu lagi sholat istikhoroh. Karena semua anggota keluarganya sudah cocok. Mungkin nasehat dari mbah uti yang kini perlu ia terapkan. Ia harus bisa yakin dan ikhlas.

Selanjutnya Zahra tidak begitu mendengarkan musyawarah tentang acara lamaran kakaknya. Fikirannya masih tertuju siapa calon suaminya.

"semoga Alif, ya Allah."

••••••
Bersambung.

walau asik baca cerita, jangan lupa kewajibannya ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top