2. ingin bertemu
Dan lagi saat ini Nayla dan Carla harus mengantar Nayla kecil karena orang yang akan menjemput Nayla kecil mobilnya mogok. Jadi Ayah dari Nayla kecil kembali menelfon Carla dan memintanya untuk mengantarkan anaknya.
Dengan senang hati Carla menyanggupinya, walaupun sebelum itu ia sudah mengeluh jika ia hari ini merasa lelah.
Nayla memincingkan mata, menatap curiga pada sahabatnya. Karena tidak biasanya Carla begitu bersemangat saat diminta untuk mengantarkan anak muridnya.
"Hepi banget?" tanya Nayla penasaran.
"Iya dong. Siapa tau ntar ketemu sama Ayahnya Nayla." jawab Carla sambil berbisik. Mungkin ia tak mau Nayla kecil mendengar kalau gurunya tengah membicarakan Ayahnya.
"Inget, nih udah punya anak."
"Ya terus? Kan malah kebeneran dong. Cuma tinggal nambah satu lagi."
Ucapan Carla yang semakin ngawur plus ngelantur membuat Nayla juga semakin bingung.
"Aduh Nay.. Jangan bilang kamu ketinggalan gosip."
Nayla menatap Carla penuh tanya. Ia benar-benar tidak tahu maksud dari sahabatnya.
"Ibu sama Ayahnya Nayla udah cerai sebulan yang lalu." ucap Carla berbisik.
Nayla membelalakkan matanya. Tidak percaya akan gosip atau berita yang beredar.
"Jadi aku ada kesempatan. Kamu mau ikutan nggak Nay?"
"Nggak ah. Kamu aja. Kamu yakin mau deketin Pak Bowo? Kamu nggak masalahin statusnya?" tanya Nayla menyelidik. Sekaligus meyakinkan sahabatnya, ia tidak mau kalau ternyata sahabatnya salah langkah dan menyesal di kemudian hari.
"Nggak Nay. Aku yakin. Selain karena Pak Bowo itu ganteng, aku juga yakin banget kalau beliau itu lelaki yang bertanggung jawab. Lihat saja bahkan pengadilan memenangkan Pak Bowo dalam hak asuh anak. Sebenarnya aku juga udah jatuh hati pada Pak Bowo sejak pertama kali ketemu. Tapi waktu itu Pak Bowo dan istrinya belum cerai jadi aku nggak berani deketin. Kalau sekarang kan Pak Bowo free. Kamu yakin nggak mau?" terang carla panjang lebar.
"Rotiii kali ditawar-tawarin.. Enggak. Buat kamu aja. Aku mending nunggu seseorang ajalah yang datang menghadap Ayah langsung."
"Kamu yakin? Kalau orangnya gak baik gimana?"
"Insya'Allah kalo Ayah sama Kak Riki udah mantap dan bilang iya, Insya'Allah aku juga iya."
"Kamu mah aneh. Jodoh itu nyari sendiri. Ini malah pengen banget dijodohin."
"Karena kalau pilihan orang tua itu nggak akan salah. Karena orang tua kita mau yang terbaik untuk kita."
"Hmmm terserah kamu deh..nah kita udah sampai..."
Carla dan Nayla pun sudah sampai di halaman rumah yang lumayan luas. Untuk kedua kalinya mereka menginjakkan kakinya disini. Di rumah Pak Bowo yang begitu megah. Bagai istana di negeri dongeng.
Nayla dan Carla disambut seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda. Senyum wanita itu mengembang saat melihat cucunya berlari menghampirinya.
"Eyaaaang..." teriak Nayla kecil.
Wanita paruh baya yang di panggil Eyang itu tidak menjawab panggilan cucunya. Ia hanya merentangkan kedua tangannya, hendak memeluk cucu kesayangannya.
"Maaf ya Bu Guru..jadi ngerepotin lagi, tadi Om nya yang mau jemput tapi katanya malah mogok mobilnya." ujar si Eyang.
"Tidak kok Bu..lagi pula searah jadi tidak repot." sahut Carla lembut.
"Terima kasih sekali lagi.."
Nayla dan Carla mengangguk. Mereka pun pamit pulang karena hari sudah semakin siang.
***
"Eh Nay..ini bukannya daerah rumahnya Alif ya?" tanya Carla saat mereka keluar dari rumah Nayla kecil.
"Oh iya aku lupa.."
"Ah masak sama rumah mantan gebetan lupa?"
"Ya kan udah 5 tahun yang lalu la..lagian aku juga belum pernah kerumahnya. Cuma tau daerahnya doang."
"Oooohhhh" Carla membalas hanya dengan membulatkan bibirnya.
Nayla melihat kesekeliling, seperti ini kah daerah rumah Alif? Kalau begitu yang mana rumah Alif? Kenapa waktu SMA saat teman-temannya menjenguk Alif ia tidak ikut? Ada sedikit rasa menyesal di hati Nayla tapi kemudian ia menepisnya.
Carla yang melihat sahabatnya hanya diam, ia pun menyenggol lengan Nayla. Ia menanyakan apa yang menjadi penyebab Nayla bengong, tapi Nayla masih tidak mau berkata jujur. Nayla merasa malu jika harus mengakui jika dirinya masih mengingat Alif, bahkan masih memiliki sedikit rasa pada Alif. Walaupun Carla adalah sahabatnya tapi bagi dirinya cerita itu belum perlu untuk diceritakan. Atau mungkin malah tidak perlu untuk diceritakan. Karena ia juga tidak tau bagaimana dan dimana Alif sekarang. Mungkin sudah memiliki istri, atau bahkan anak.
Tak butuh waktu lama, Nayla kini sudah turun dari mobil Carla karena mobil Carla sudah terparkir di halaman rumahnya.
Nayla membanting tubuhnya di kasur empuk miliknya. Merasa lelah terkuras energinya. Lelah, bukan karena bekerja angkat barang berat tapi karena fikirannya yang harus bekerja lebih berat. Mengajar anak usia dini memang menyenangkan tetapi juga melelahkan. Ia harus memikirkan bagaimana cara membujuk anak muridnya kalau sedang tidak mau belajar. Harus mempunyai kesabaran lebih. Dan masih banyak lagi. Di tambah dengan fikirannya yang akhir-akhir ini kembali dipenuhi oleh satu nama, Alif.
Ya, Alif. Nama yang sudah lama ia lupakan tapi kembali teringat saat mimpi itu kembali menyapanya. Seolah mengingatkan dia tentang sosok lelaki idamannya.
Nayla pun mendudukkan badannya, ia teringat sesuatu.
"mungkinkah mimpi itu datang lagi karena aku kemarin mengantarkan Nayla? Rumah mereka mungkin dekat. Mungkin secara tidak langsung otakku mengingat daerah itu, walaupun aku belum pernah kesana. Ya mungkin. Karena dulu nama daerah itu selalu ada dalam fikiranku. Kenapa rasa ingin tahuku sekarang jadi semakin besar? Aku ingin bertemu kembali dengannya. Apakah ini namanya rasa rindu? Mungkinkah aku merindukannya? Tapi bolehkah aku merindukannya? Dimana kamu sekarang Alif?"
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top