19. gagal
Alif melihat benda berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul 1. Tapi seseorang yang ditunggunya tidak juga terlihat. Tak jarang ia mengedarkan pandangan mencari seseorang yang mungkin ia tunggu tapi entahlah. Karena ia lupa menanyakan kepada Abahnya. Jadi untuk apa ia disini? Menunggu seseorang yang tidak ia ketahui nama dan ciri-cirinya. Bagaimana bisa ia tahu yang mana yang ia tunggu?
Mungkinkah seseorang yang kini duduk sendiri sambil membaca buku di dekat pintu masuk itu? Atau seseorang yang memakai kemeja putih dengan pasmina pink yang membalut kepalanya itu? Atau dia yang memakai rok mini dengan kaos ketat? Alif menggeleng, yang terakhir itu sudah jelas Tidak mungkin . Mana mungkin Abahnya memilih calon menantu seperti itu?
Pandangan Alif tertuju pada sosok wanita yang memakai gamis coklat bermotif bunga warna pink dengan jilbab warna pink. Dari belakang gadis itu terlihat begitu cantik. Karena memang gadis itu duduk membelakanginya jadi Alif tidak bisa melihat wajah gadis itu.
Mungkinkah ia? Fikir Alif. Tapi tampaknya ia tidak terlihat menunggu seseorang, karena di depannya ada seorang lelaki yang menemaninya.
Dari pengamatan Alif tampaknnya mereka terlibat percakapan yang asik itu terlihat saat sang lelaki tertawa renyah sambil sesekali m3ngusap lembut kepala wanita di depannya.
"Tidak mungkin dia Lif. Dia sudah ada yang punya." gumam Alif lalu kembali mengedarkan pandangannya. Hingga suara ponselnya menghentikannya. Tertera nama Adam di layar ponselnya.
Ia pun langsung mengangkat telfon dari orang kepercayaannya di kantor. Ada apa? Fikir Alif sebelum mendengar suara Adam.
"oke..saya kesana sekarang."
Alif langsung mematikan sambungan telfonnya sesaat setelah mendengar suara Adam.
Tanpa memanggil pelayan Alif langsung keluar. Ia hanya meninggalkan selembar uang seratus ribu rupiah untuk membayar satu cangkir kopinya.
Ia terlihat terburu-buru. Sesampainya di parkiran ia langsung masuk kedalam mobil lalu melajukan mobilnya.
***
"Kak..orangnya mana? Kita udah setengah jam loh disini?" keluh Zahra.
"Sabar Dek ...."
"Coba deh orangnya ditelfon. Jadi nggak."
Bukannya menjawab Riki malah meringis, menampakkan deretan giginya yang tertata tidak begitu teratur.
"Kakak lupa nggak minta nomor telfonnya." kata Riki sambil menggaruk kepalanya.
"Astaghfirullah kak. Lha terus? Kakak udah tahu orangnya kan?"
Riki kembali meringis lalu menggeleng.
"Tadi pagi katanya Kakak udah liat orangnya?"
"Ya ampun deeekk ... Semalem cuma lihat sekilas tok ... Ya nggak ingat lah...."
Zahra mendengus. Ia merasa kesal. Bagaimana mungkin mereka menunggu seseorang yang mereka belum tahu. Bahkan ciri-ciri fisiknya saja tidak tahu.
Zahra mengedarkan pandangan hanya pengunjung perempuan yang ia lihat. Tidak ada pengunjung lali-laki disana, selain Kakaknya tentu saja.
"ya udah sekarang kakak coba hubungi ayah deh."
Riki pun nurut. Ia langsung mengambil ponselnya dikantong celananya. Mengetikkan nama Ayahnya.
Mereka terlibat percakapan sebentar sebelum ponsel itu kembali masuk kedalam saku celana Riki kembali.
"kata Ayah tunggu aja ... Ayah mau coba hubungi temannya."
Zahra mengangguk. Ia kembali menyesap jus alpukat di hadapannya.
****
"Assalamu'alaikum ... Adam ... Bagaimana?" setibanya di kantor Alif langsung menghampiri Adam.
"Maaf Pak. Mereka tidak mau berdamai. Mereka mau menuntut kita Pak." jawab Adam sambil menyerahkan sebuah map berwarna merah.
"Astaghfirullah ... Kamu yakin pihak kita salah?" tanya Alif lagi yang langsung mendapat gelengan kepala dari anak buahnya tersebut.
"saya juga masih bingung pak. Jika mereka menipu, bagaimana bisa disini ada stempel dan tanda tangan pak Alif." kata Adam menunjuk pada selembar kertas yang berasa ditangannya.
Alif pun ikut bingung. Bagaimana mungkin dirinya menandatangani kertas tersebut.
"Terus hubungi mereka, ajak mereka bertemu. Saya akan membujuknya untuk diselesaikan secara kekeluargaan saja."
"Baik Pak." Adam pun undur diri. Ia meninggalkan Alif diruangannya.
Alif terus mengamati kertas di depannya. Terus memikirkan bagaimana bisa tanda tangannya bisa berada disana?
Tak lama, Adam kembali masuk keruangan Alif setelah ia mengetuk pintu lebih dahulu.
"mereka bersedia bertemu bapak. Hari ini pak. Ba'dha Ashar katanya. Bagaimana pak?"
"Bilang iya Dam. Lebih cepat lebih baik." kata Alif mantab.
Lalu ia bergegas membereskan berkas yang berserakan dimejanya. Masih ada waktu untuk melaksanakan sholat Ashar.
***
"Maaf pak. Saya harap masalah ini bisa kita selesaikan secara kekeluargaan saja." kata Alif pada seseorang yang kini duduk dihadapannya.
"Saya juga begitu pak. Tapi maaf saya sudah menunggu selama ini tapi tidak ada etikat baik dari kantor bapak. Saya sudah menunggu selama 3 bulan lho pak. Jika tahu akan seperti ini mending saya beli di tempat lain saja."
"Maaf, Pak. Tapi disini tidak ada bukti jika Bapak sudah membayar sisanya ."
"Apa? Saya sudah setor pak. Ini tanda buktinya." orang itu mengambil beberapa lembar kertas dari bank. Tanda bukti transfer.
Alif tercengang melihatnya. Bagaimana mungkin uang tersebut tidak masuk ke perusahaan?
"begini saja pak. Saya akan mempelajari ulang dan menyelidiki kasus ini. Tapi mohon bersabar."
"baiklah." kata orang itu lalu berdiri. Ia pergi tanpa mengucapkan salam.
Alif kembali mengotak atik lembaran kertas di depannya.
"besok panggil yudha." kata Alif. Entah kenapa ia jadi berfikiran buruk pada anak buahnya bernama yudha tersebut.
"baik pak."
Alif dan Adam pun pergi setelah membayar minuman yang mereka pesan.
****
Ada banyak masalah yang kali ini harus Alif fikirkan. Bukan hanya masalah perusahaannya tapi juga masalah hatinya.
Dan gara-gara masalah perusahaannya ia sedikit mengabaikan masalah hatinya. Ia lupa memberitahu Abahnya jika hari ini ia tidak bisa bertemu wanita yang akan dikenalkan padanya.
"Abah...." panggil Alif saat ia melihat sang Abah tengah duduk di depan televisi, tengah menonton siaran moto gp.
"hmmm" sahut abah tanpa menoleh pada anaknya. Ia fokus melihat ke layar kaca.
"hari ini Alif belum jadi bertemu gadis itu..."
"oh.." hanya itu tanggapan dari sang abah. Karen\ memang dirinya masih fokus melihat pembalap bernomor 93 yang ternyata akan finish lebih dulu.
"tadi kamu bilang apa?" tanya abah saat acara itu sudah selesai.
"aku tadi tidak jadi bertemu gadis yang akan abah kenalkan sama Alif." Alif mengulangi kalimatnya.
"oh..kenapa?"
"hari ini ada masalah di kantor bah. Jadi Alif nggak bisa nunggu."
"kamu datang?"
"datang bah tapi gadis itu tidak juga datang jadi aku langsung kekantor saat Adam menelfon."
"kamu datang jam berapa?"
"sekitar jam setengah satu bah. Selesai sholat dhuhur aku langsung kesana."
"dia juga. Apa abah lupa ngasih tahu ciri-cirinya?"
Alif mengangguk.
"pantas saja kalian tidak ketemu." abah tertawa.
Alif menghembuskan nafasnya pelan. Rencananya untuk bertemu dengan anak dari teman abahnya gagal.
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top