18. bimbang

Kali ini sebelum alarm di ponselnya berbunyi Zahra sudah bangun terlebih dahulu. Ia pun membuka ponselnya yang tergeletak disamping bantal.

Ada banyak sekali pemberitahuan di aplikasi WhatsApp nya. Terutama di grup panitia reuni ada puluhan pesan masuk. Tapi pesan itu ia abaikan. Ia lebih memilih membuka pesan yang membuatnya tidak berkedip. Pesan dari Alif.

Alif: Assalamu'alaikum...
Besok jangan lupa kita rapat lagi

besok agenda kita buat nyari tempat.

Lama Zahra menatap layar ponselnya, sekedar untuk memastikan benarkah Alif yang mengiriminya pesan? Berkali-kali Zahra menutup aplikasi WhatsApp nya lalu membukanya kembali, tapi lagi-lagi ia mendapati nama Alif tertera di layar ponselnya.

Zahra pun memutuskan untuk mengetikkan sebuah balasan.

Assalamu'alaikum..insya'Allah. Jam berapa?

Zahra kembali menutup aplikasi WhatsApp lalu bangkit untuk ke kamar mandi.

Setelah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, Zahra tidak lagi naik ke kamarnya. Ia berjalan menuju ke dapur untuk membantu sang Bunda menyiapkan sarapan untuk seluruh anggota keluarganya.

Kali ini Bunda dan juga Zahra berniat untuk membuat bubur kacang hijau sebagai makanan untuk mengawali hari.

Zahra bertugas mencuci bersih kacang hijau dan juga beras ketan yang semalam sudah Bundanya rendam dengan air hangat supaya saat memasak bisa lebih cepat matang. Lalu memasukkannya kedalam panci untuk dimasak. Sedangkan Bunda Winda memarut kelapa lalu menyantannya.

Setelah kacang hijau dan beras ketannya empuk, Zahra menambahkan sedikit garam, gula secukupnya dan tidak lupa daun pandan untuk memperharum bubur kacang hijau.

5 menit kemudian.
Buburpun sudah matang. Bunda membaginya di piring yang sudah disiapkan Zahra. Membaginya menjadi 4 bagian. Jika ada sisa maka akan mereka makan siang harinya atau ia bagikan kepada satpam kompleks.

Setelah tertata rapi diatas meja makan kini saatnya untuk memanggil anggota keluarga yang lain. Kakak dan juga Ayahnya.

"Zahra..usia kamu sekarang berapa?" tanya sang Ayah saat mereka sudah menghabiskan satu piring bubur.

Zahra yang hendak menyuapkan suapan terakhir pun ia urungkan karena akan menjawab pertanyaan Ayahnya.

"Baru dua puluh tiga lebih Yah." setelah menjawab, barulah ia menyuapkan suapan terakhirnya. Kini piring dihadapannya sudah kosong, hanya sisa bubur yang terlihat.

"Kemarin Ayah ketemu rekan kerja Ayah. Beliau menawarkan putranya untuk menjadi suami kamu." ucap Ayah membuat Zahra mendongakkan kepalanya.

"Ayah belum kasih jawaban. Karena belajar dari pengalaman Kakak kamu yang langsung ngambek, maka Ayah ingin diskusiin ini dulu sama kamu. Menurut kamu gimana? Harus Ayah terima atau tolak?"

"Kalau menurut Ayah?" Zahra malah balik bertanya. Ia ingin mendengar pendapat Ayahnya.

"Kalau Ayah sih nurut kamu aja. Kalau kamu oke, Ayah juga Yes."

"Ayah dan juga Kak Riki yang lebih tahu mana yang terbaik untuk Zahra. Lagi pula Zahra tidak mengenal pria itu Yah. Dan yang paling penting, maukah pria itu sama Zahra?"

Akbar tersenyum begitu juga dengan Winda dan Riki. Zahra memang anak yang penurut. Ia jarang sekali minta sesuatu jika itu bukan hal yang mendesak. Berbeda dengan remaja lainnya, yang terkadang terlalu menuntut orang tuanya. Meminta semaunya tanpa memperdulikan kemampuan orangtuanya.

"Kemarik Kak Riki lihat sih orangnya sopan, nggak neko-neko dan jika dilihat dari latarbelakang keluarganya Kak Riki jamin ilmu agamanya tidak diragukan lagi. Tapi kalau soal keduniaan Kak Riki belum tahu dia kerjanya apa dan dimana. Tapi Insya'Allah halal." kini Riki yang angkat bicara. Ia tengah memberikan Adik semata wayangnya masukan.

Kini Zahra menatap sang Bunda, berharap Bundanya ikut menyuarakan pendapatnya.

"Kalau menurut Bunda sih tidak ada salahnya. Penilaian Bunda sama kayak Riki."

"Tapi apa dia mau sama Zahra?"

"kemarin jika kalian mau maka kalian harus datang ke restoran prasojo jam 1 hari ini. Dan pastinya kamu akan diantar kakak kamu."

Zahra terdiam. Haruskah ia datang? Bagaimana jika saat ia datang tapi lelaki itu yang tidak datang? Mengingat pertemuan itu hanya rencana orangtua mereka jika anak-anaknya menyetujuinya. Jika lelaki itu tidak datang bukankah itu artinya lelaki itu menolak?

"Udah Dek berangkat aja. Ada Kakak ini kan?" Zahra pun akhirnya mengangguk. Jika Ayahnya telah mengizinkan itu artinya Ayahnya sudah menyeleksi lelaki itu. Dan itu artinyamenurut Ayahnya itu lelaki yang baik untuknya.

"Ketemuannya jam 1 kan Yah? Kalau begitu Zahra bisa ngajar dulu."

Ayahnya mengangguk lalu memberi izin pada Zahra untuk bersiap-siap.

Selama menuju ke tempat ia mengajar, Zahra hanya terus melamun. Memikirkan perkataan Ayahnya waktu sarapan bersama tadi pagi.

Saat mengajar pun Zahra tampak tidak berkonsentrasi. Karena saat ada anak didiknya yang berebut buku Zahra hanya mendiamkannya, ia malah menundukkan wajahnya. Hingga Carla yang tidak sengaja lewat depan kelasnya menyadarkannya.

"cuci muka dulu sana..kamu nggak konsen. Tuh liat anak didik kamu rebutan." ucap Carla saat Zahra sudah tersadat karena senggolan di lengannya.

"Oh.. Maaf La. Bisa kamu jagain mereka selama aku ke kamar mandi?" Carla hanya mengangguk. Setelah itu ia membiarkan sahabatnya itu keluar ruang kelas. Meninggalkan kelas yang begitu gaduh.

****
Tring..

Tanda jika ada pesan masuk di aplikasi WhatsApp milik Zahra.
Zahra yang memang tidak sibuk, karena ia hanya duduk di depan ruang guru menunggu jemputan sang kakak pun lanhsung membuka ponselnya.

Dari Alif? Zahra membatin.

Alif : Assalamu'alaikum Ra, maaf hari ini kita nggak bisa ketemu ya. Insya'Allah lusa saja.

Zahra langsung mengetikkan balasan untuk Alif.

Zahra : wa'alaikumussalam warahmatullah..iya. maaf juga kebetulan saya juga nggak bisa. Maaf lupa nggak ngasih tahu. Saya harus bertemu seseorang hari ini.

Send.

Zahra memukul kepalanya pelan, entah kenapa ia malah membalas pesan Alif seperti itu. Zahra berniat untuk menghapus pesannya tapi tiba-tiba balasan dari Alif sudah langsung masuk.

Alif : mau ketemu siapa?

Zahra semakin panik, ia bingung harus mengetikkan balasan seperti apa. Tidak mungkin ia jujur jika dirinya tengah dijodohkan orang tuanya.

Bukan siapa2 hanya teman..

Hapus.

Ah temannya kak Riki.

Hapus.

Anak dari temennya Ayah.

Hapus.

Berkali-kali zahra hanya mengetik lalu hapus. Ketik lalu hapus. Hingga akhirnya pesan itu pun hanya ia read tanpa ia balas. Karena Kakaknya yang sudah memanggilnya.

Zahra kembali memasukkan ponselnya ke dalam tasnya. Lalu bangkit, menghampiri Riki yang sudah menunggu sambil bersandar di samping mobilnya.

"Udah siapin mental Dek?" tanya Riki yang kini sudah siap menjalankan mobilnya. Ia menatap Adiknya yang tampak gelisah.

"Bismillahirrohmannirrohim ... Insya'Allah siap Kak.." Zahra memantapkan hatinya. Walau ada rasa gelisah, takut, cemas dan lain sebagainya tapi ia berusaha untuk menghilangkan itu semua.

***
Di tempat lain. Kini Alif tengah mengotak atik ponselnya. Entah kenapa saat melihat tanda centang biru dilayar ponselnya, membuat ia merasa kesal. Ia merasa penasaran dengan siapa Zahra akan bertemu sehingga membatalkan pertemuan dengannya.

Namun tiba-tiba layar ponselnya berubah. 

Ulat bulu calling....

Alif menunggu sampai ponselnya berbunyi 3 kali. Ia tak ingin dikira langsung mau m3ngangkat telfon dari ulat bulu.

"assalamu'alaikum...." suara merdu dari seberang sudah terdengar.

"wa'alaikumussalam...." Alif menjawab dengan dingin.

"Minggu depan aku balik Lif...."

"Iya kamu hati-hati ya."

"emm okey..Insya'Allah.."

"emmm iya aku lupa ... Aku juga mau ta'arufan sama seseorang, doain lancar ya."

"oh ya? Ah ikut seneng deeehhh ... Pokoknya harus berhasil ya ... Jadi kalo aku udah disitu kita bisa ketemu bareng...."

"yaudah kalo gitu..aku mau siap-siap dulu..assalamu'alaikum.."

"wa'alaikumussalam..."

Alif langsung mengklik layar merah diponselnya.

Sambungan telfonpun terputus.

Alif mengusap wajahnya gusar. Bagaimana bisa ia menceritakannya pada wanita itu jika ia akan menjalani ta'aruf? Sedangkan hatinya masih bergejolak, masih bimbang antara Zahra atau wanita dari orangtuanya. Untuk ulatbulu mungkin ia memang sudah harus merelakannya. Tapi Zahra? Alif menggeleng, ia tidak bisa. Ingin rasanya ia membatalkannya tapi ia tidak ingin mengecewakan orangtuanya.

"ya Allah bimbing hamba. Mana yang baik untuk hamba ya Allah...."

Tbc..

Lama banget nggak update.
Akhirnya malam ini disempetin update.
Semoga aja masih ada yang mau baca.

Selamat membaca...

⚠jangan lupa Al-Qur'annya dibaca juga!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top