16. mati lampu
Sepulang dari rumah Nanda, Zahra membaringkan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Ingin rasanya ia memejamkan mata sesaat. Tapi itu urung ia lakukan karena tiba-tiba sang Kakak sudah berteriak dari balik pintu kamarnya. Riki mengingatkan Adiknya untuk sholat Ashar terlebih dahulu.
"Udah kak. Tadi di jalan sama Carla." sahut Zahra.
"Kalo gitu turun dong. Bantuin Bunda. Jangan malah males-malesan dikamar." Kini Riki membuka sedikit pintu kamar Zahra, hanya untuk memasukkan setengah dari badannya.
"Iya kak." Zahra tidak membantah. Ia pun langsung bangkit. Melepas tas slempang yang dari tadi belum ia lepas.
Tahu jika adiknya akan ganti baju Riki pun menutup pintu kamar adiknya.
***
"Bunda mau masak apa?" tanya Zahra yang kini sudah berada di dapur bersama sang Ibunda.
"Bunda cuma mau buat ayam kecap aja. Tapi malam ini kita nggak makan dirumah. Tadi Ayah kamu telfon katanya kita diundang makan malem ditempat rekan kerjanya Ayah kamu." jawab sang Bunda tanpa menoleh kearah anaknya. Karena tengah mencuci potongan ayam.
"Zahra nggak ikut ya Bund. Zahra capek."
"Ya udah nanti Bunda sisain ayamnya ya. Soalnya kata Ayah ini mau dibawa."
Zahra mengangguk. Lalu ia mengambil beberapa bumbu, seperti bawang merah, bawang putih, ketumbar dan lain sebagainya. Ia letakkan di wadah yang biasa digunakan untuk menghaluskan bumbu.
Tak butuh waktu lama, kini ayam kecap ala Winda dan Zahra pun telah terkemas di sebuah wadah. Siap untuk dibawa, sedangkan untuk Zahra juga sudah dipindahkan ke piring.
"Bunda siap-siap aja. Biar Zahra aja yang beresin dapur." usul Zahra yang diangguki kepala oleh bundanya. Mengingat hari sudah sore, sudah saatnya Akbar pulang tapi kali ini hanya akan menjemput anak dan istrinya untuk kemudian diajak ke rumah sahabatnya.
***
"Kamu yakin nggak mau ikut? Yakin mau dirumah sendirian? Yakin kamu nggak takut?" tanya Riki yang sudah siap berangkat tapi malah melihat sang adik masih menggunakan baju rumahan.
"Yakin kak. Udah sana berangkat, udah ditungguin Ayah tuh."
Terdengar suara klakson mobil yang sepertinya tak sabar.
Tin
Tin
Tiiiinn
Zahra dan Riki berjalan beriringan menuju ke depan. Zahra melepas kepergian keluarganya.
"Udah kak sana. Keburu malem." Zahra mendorong punggung Riki yang malah tampak ogah-ogahan untuk berangkat. Riki merasa tidak tega meninggalkan sang adik sendirian dirumah.
"Ya udah kamu telfon Carla ajak dia kesini untuk temenin kamu." teriak Riki.
Zahra hanya menganggukkan kepala. Hanya untuk melegakan hati kakaknya. Sepeninggalan keluarganya, Zahra langsung masuk kedalam kamar tanpa menghubungi sahabatnya seperti pesan dari kakaknya. Malam ini ia hanya ingin sendiri.
Selesai melaksanakan kewajibannya, Zahra mengambil Al-Qur'an kecil yang selalu ia letakkan di nakas samping tempat tidurnya. Membuka halaman yang memang sudah ia batasi dengan tali pita kecil, sebagai tanda terakhir kali ia membaca. Surat Ar-Rahman, salah satu surah yang menerangkan berbagai nikmat yang telah Allah berikan untuk semua makhluknya.
Belum selesai membaca Zahra harus menghentikan sejenak karena terdengar suara adzan Isya'. Baru setelah adzan selesai dikumandangkan ia kembali membaca sampai ayat terakhir surah Ar-Rahman.
Zahra meletakkan Al-Qur'annya ke tempat semula. Lalu setelah itu ia lebih dulu membaca doa setelah membaca Al-Qur'an. Barulah ia berdiri untuk mendirikan sholat Isya'.
****
Ditempat lain.
Alif baru sampai rumah, wajahnya terlihat lelah, keringat di wajahnya membuat kulit wajahnya terlihat mengkilap. Jaket hitam ia sampirkan di pundak kirinya. Sementara tangan kanannya ia gunakan untuk membawa kunci mobil.
Sesampainya di depan tangga ia mendengar suara gaduh di ruang makan. Karena penasaran ia pun berjalan mendekatinya. Tampak beberapa orang yang baru ia lihat ikut bergabung diantara para keluarganya.
"Alif.. Ayo ikut makan sekalian. Ini ada lauk kesukaan kamu." teriak Bowo yang sudah melihat Alif berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.
"Nggak mas. Kalian duluan saja. Aku mandi dulu." Alif melenggang pergi meninggalkan ruang makan, menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Begitu membuka pintu kamar, suasananya masih gelap, lampu belum dinyalakan. Tanpa menghidupkan lampu lebih dulu Alif langsung menuju ke tempat tidur yang sudah ia hafal letaknya. Membaringkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Rasanya begitu nyaman.
Dalam suasana gelap ia mengingat kembali percakapannya dengan Irfan. Ia juga mengingat nama ulet bulu yang tiba-tiba menelfon.
"Dia akan pulang. Dan kita akan ketemu lagi. Bukankah seharusnya aku merasa senang? Tapi kenapa rasanya ada yang sesak?" Alif bergumam sendiri. Memikirkan sahabat kecilnya akan kembali.
Hingga suara dari ponselnya menyadarkan lamunannya. Ada beberapa notif di aplikasi WhatsApp memberondong ponselnya. Sehingga menimbulkan bunyi seperti jagung yang digoreng.
Alif membukanya ada 20 pesan. 16 dari grup panitia reuni. Sisanya dari nomor yang tadi siang menghubunginya. Ada rasa malas saat akan membuka pesan dari nomor tersebut. Maka Alif lebih memilih untuk membuka pesan dari grupnya lebih dahulu.
Irfan : jangan lupa tanggungjawabnya kawan..waktu kita nggak banyak..!!
Irfan : woiii jangan cuma pada diliat doang. Dibales juga bisa kaliii..nggak makan pulsa iniii
Widi : siap bos irfan.
Anita : injeh mas irfan.
Carla : irfan brisik..
Nanda : 💤💤💤
Selebihnya hanya alif baca sekilas karena mereka hanya membalas seadanya. Tapi matanya terbuka saat ada pesan dari Amri yang menyebutkan nama dirinya.
Amri : ahh ini pasangan romantis kita kemana nih kok kompak banget nggak muncul?
Irfan : siapa nyet?
Amri : Alif dan Nayla lah. Eh salah maksudnya Zahra. Maaf ya mas Alif.
Alif tidak ada niatan untuk membalas, biarlah mereka asik sendiri. Begitu kira-kira fikir Alif.
Setelah membaca pesan dari teman-temannya yang sepertinya akan ramai malam ini, yang mungkin akan kembali menggosipkan dirinya dengan Zahra seperti saat SMA.
Dengan agak malas Alif harus membuka pesan dari nomor yang ia namai Ulet bulu.
Ulet bulu : ada satu yang lupa aku kasih tahu.
Ulet bulu : besok pas aku udah nyampe Semarang. Aku akan kenalan dengan seorang pria. Dan kamu orang yang beruntung karena berkesempatan untuk menemaniku menemui orang itu. Jadi jangan nolak. Pokoknya nggak boleh nolak. Kamu masih anggap aku sahabat kamu kan?
Tanpa membalas Alif menutup aplikasi WhatsAppnya. Tapi kemudian ia membukanya kembali, mencari nama zahra.
Assalamu'alaikum...
Besok jangan lupa kita rapat lagi
Tanpa memastikan zahra telah menerima pesannya atau belum, Alif langsung menutup aplikasi Whatsappnya. Lalu ia mematikan sambungan datanya. Malam ini ia ingin sendiri. Tidak ingin ada yang mengganggunya, sekalipun itu hanya suara dari ponselnya. Karena terkadang itu yang membuatnya pusing. Notifikasi dari grup panitia reuni. Selalu berbunyi setiap saat. Dan itu membuat pusing kepala.
Alif lebih memilih masuk ke dalam kamar mandi, menyegarkan badannya dengan guyuran air hangat. Karena ia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai seorang yang di KTPnya terlutis jelas agama yang ia anut, Agama : ISLAM.
----------
Di kamar Zahra sama sekali tidak terusik kedamaiannya. Ponsel yang memang sengaja ia mode diamkan tidak mengganggu tidur nyenyaknya saat temannya asik membicarakannya di grup WA.
Bahkan ia bermimpi, tengah duduk di sebuah ruang keluarga sambil menonton tv, ditemani seorang gadis kecil dan seorang pria dewasa. Sekilas wajahnya mirip dengan seseorang yang selama ini hadir disetiap mimpinya. Alif. Entah hubungan apa yang mereka miliki dimimpi tersebut. Karena tiba-tiba gadis mungil yang mungkin usianya baru tiga tahun itu saling berebut dengan Alif. Mereka sama-sama ingin tidur dipangkuan Zahra.
"abiiii ... gantian aku." teriak gadis kecil itu dalam mimpi. Zahra turun kebawah. Ia duduk beralaskan karpet. Lalu menepuk kedua pahanya.
"Sini ... abi sebelah kanan. Adek sebelah kiri." keduanya pun girang. Tapi sebelum mereka benar-benar bersandar dipaha Zahra tiba-tiba ....
Peettt.....
Gelap.
Zahra langsung terbangun dari mimpinya.
Kyyaaaaaaaaa....
Bundaaaaaaaa!!!!!
Teriak Zahra secara spontan. Ia takut gelap. Ia lupa kalau dirumah hanya tinggal ia seorang, karena keluarganya yang lain tengah makan malam diluar.
Dengan hati-hati ia meraba meja kecil disamping tempat tidurnya. Mencari ponsel dan akan menyalakan senternya.
Hap... Dapat. Ia langsung menyalakan senternya. Saat senter di ponselnya nyala...
Byaaarr...
Seluruh ruangan menjadi terang, Zahra mendongakkan kepalanya. Ternyata lampunya pun sudah kembali nyala.
Ia bergegas turun dari ranjang, menuju ke pintu kamarnya untuk menguncinya. Ia takut berada dirumah sendiri. Sesaat ia menyesal karena tak ikut keluarganya, dan juga ia menyesal tidak mendengarkan saran dari kakaknya.
Zahra kembali berbaring diatas tempat tidurnya, tak lupa ponsel yang ia genggam. Takut terjadi mati lampu lagi.
Tbc.
Udah lanjut lagi niihh...
Nulisnya pas mati lampu beneran. Semoga banyak yang suka.
⚠Sudahkah kita membaca Al-Qur'an hari ini?
Minimal 3 ayat!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top