15. Nasehat Irfan
Sepulang dari rumah Nanda. Kini Irfan dan Alif memutuskan untuk lebih dulu nongkrong di tempat biasa jaman SMA dulu mereka nongkrong. Di sebuah warung kopi.
Warung sederhana yang sesuai dengan kantong anak-anak SMA. Warung yang tidak hanya menyediakan kopi tapi juga aneka teman minumnya. Dimulai dari berbagai gorengan sampai berbagai jajanan pasar. Juga ada kue-kue.
Alif dan Irfan memesan kopi hitam. Serta teman minumnya sepiring jajanan pasar. Dan 2 bungkus kacang goreng.
Saat asik tengah mengemil kacang, dering ponsel Alif mengganggu.
Alif merogohnya disaku celana. Terlihat nama pemanggil.
Ulet bulu memanggil.
Alis Alif menyatu. Bertanya-tanya ada apa ulet bulu menelfonnya. Karena sudah beberapa tahun ini mereka tidak saling mengabari. Bahkan sejak lulus SD mereka tidak saling bertemu. Mengingat sahabat kecilnya itu pindah ke luar kota mengikuti orang tuanya.
Mereka hanya saling kabar saat salah satu diantara mereka ada yang ganti nomor.
Alif menggeser layar hijau di ponselnya. Ia menjawab telfon si ulet bulu.
"Assalamu'alaikum." suara lembut khas seorang wanita pun menyapa gendang telinga Alif.
"Wa'alaikumussalam." jawab Alif datar.
"Ah ternyata kamu nggak ganti nomor Lif? Syukurlah. Aku fikir nomor ini sudah nggak aktif. Karena kamu ngubungin aku sudah satu tahun yang lalu. Lebih tepatnya satu tahun lebih 3 hari." ucapan gadis itu membuat Alif tersentak kaget. Bagaimana mungkin gadisnya itu mengingatnya dengan tepat. Ah tapi masih bolehkah Alif menyebut gadis itu dengan sebutan gadisnya? Mengingat hubungan mereka yang sudah tidak jelas entah dari kapan tahun.
"Bukankah setiap aku ganti nomor, aku selalu kabarin kamu? Walaupun tidak pernah kamu balas." ucap Alif mengingatkan.
Gadis di seberang hanya terkekeh. "Ah iya. Maaf Lif... Oh iya aku ada kabar gembira buat kamu. Aku bulan depan mau pulang... yeeeeyyy kamu seneng nggak? Ini kabar gembira kan?"
"Ah iya... kabar gembira...." Alif hanya membalasnya singkat. Entah bagaimana lalu tersenyum kecut saat mengingat ucapan gadis itu.
"Oh ya... Aku tutup dulu telfonnya ya. Aku lagi dijalan nih. Assalamu'alaikum." tanpa menunggu jawaban dari seberang, Alif langsung mematikan sambungan telfonnya.
Irfan yang sedari tadi hanya diam kini menepuk pundak sahabatnya. Ia tahu betul bagaimana perasaan sabahatnya pada gadis si ulet bulu tersebut. Tapi yang membuatnya heran kenapa disaat apa yang sudah di harapkan terjadi, bukan wajah sumringah yang nampak? Malah wajah penuh luka dan sakit yang terlihat.
"Siapa bro? Ulet bulu?" tanya Irfan basa-basi. Alif mengangguk sebagai jawaban.
"Terus kenapa jawabnya males-malesan gitu? Kok nggak semangat? Bukankah itu yang kamu harepin?"
"entah lah Fan. Aku hanya merasa kini sudah saatnya aku bangkit. Tapi kenapa dia malah akan muncul lagi? Aku takut aku kembali goyah. Dia tidak merasakan rasa seperti rasaku padanya Fan. Dia hanya selalu nganggep hubungan ini sebagai hubungan sahabat. Nggak lebih."
"Dia mau balik kesini maksudnya?" kembali Irfan bertanya. Alif pun menjawabnya dengan anggukan kepala.
"kalau gitu move on bro... Jangan terpaku dengan dia saja. Ada banyak yang ngantri untuk masuk dalam hati kamu. Kalau yang nggak ikut ngantri ya lupain aja. Lihat saja mereka yang ngantri sambil mencoba mengetuk pintu hati kamu."
"aku masih mencobanya Fan. Makanya aku takut saat dia kembali. Perasaanku kembali goyah. Kini ada gadis yang sudah mulai menemukan kunci pintu hati aku tapi aku takut saat dia kembali kunci itu aku buang lagi."
"Nayla kan? Ah em maksudnya Zahra."
Mendengar pertanyaan Irfan, Alif hanya diam.
"Aku tau bro... Dari dulu sebenernya nama Zahra ada di dalam hati kamu juga. Hanya saja kamu masih menunggu ulet bulumu itu yang membuatmu tidak sadar. Apa kamu lupa saat masih SMA?" Alif terus terdiam. Sesekali ia mencecap kopi hitamnya yang tinggal setengah.
Melihat Alif tidak merespon, Irfan bercerita kejadian beberapa tahun lalu disaat mereka masih duduk dibangku SMA.
Saat itu Alif pernah marah-marah dan melampiaskan kemarahannya pada Irfan saat tahu Zahra malah membantu adik kelasnya untuk mendekati dirinya.
"Itu belum kuat? Oke aku ingetin lagi satu cerita." Irfan kembali menceritakan disaat Alif memarahi Vika hanya karena vika dengan sengaja melemparkan bola basket mengenai kepala Zahra sampai Zahra jatuh pingsan.
"Itu aku lakuin karena Vika emang udah keterlaluan." sanggah Alif masih menyangkal perasaannya.
"Oke kalo yang ini sampai kamu lupa terus kamu menyangkalnya berarti kamu beneran nggak ada rasa."
Saat itu ada tugas dari Bu Betta guru Bahasa Indonesia. Bu Betta memberi tugas supaya menumpulkan karangan puisi. Dan hanya memberikan waktu sampai jam istirahat selesai. Zahra yang memang tidak bisa membuatnya pun hanya bingung. Meminta bantuan kesana kemari tapi temannya tidak ada yang mau membantunya. Tapi anehnya saat Zahra kembali dari perpustakaan untuk mencari reverensi. Diatas mejanya sudah ada selembar kertas hvs yang terdapat sebuah puisi berjudul Rembulanku.
"Itu bukan aku yang ngasih." sanggah Alif lagi saat Irfan sudah menyelesaikan ceritanya.
"Nggak usah bohong. Mungkin dengan kamu mem-print-nya maka tidak akan ada yang tahu siapa pengirim puisi tersebut. Tapi aku tahu Lif. Karena waktu itu, setelah kamu meminjam kompunter kantor. Aku juga meminjamnya karena printer ruang Osis rusak. Terus Pak Yanto nanya apa aku juga sedang buat puisi untuk dikumpulin. Aku jawab nggak karena memang kan Bu Betta nyuruhnya ditulis tangan. Lalu Pak Yanto cerita kalo kamu minjem printer kantor untuk membuat tugas bahasa gitu. Lah pas ke kelas, Nayla eh maksudnya Zahra udah jingkrak-jingkrak karena nemu puisi."
Alif terdiam. Ia tidak lagi bisa mengelak.
"Dan yang ngusulin manggil Nayla dengan nama Zahra juga kamu kan? Nggak usah nyangkal karena semua udah kelihatan dari polah tingkah kamu. Pake alesan aku yang nyuruh padahal emang dirinya aja yang udah kangen... eee... malah kena semprot." irfan tertawa saat mengakhiri penilaiannya.
"Oh iya satu lagi. Saat acara perpisahan kamu nyanyi lagunya slank yang judulnya apa itu? Emm pokoknya lagu yang ku tak bisa jauh... jauh... Gitu. Kamu nyanyi sambil terus mandangin Zahra yang kebetulan duduk di meja paling depan bareng Anita. Iya kan? kalau emang suka kenapa nggak langsung tembak aja sih bro?"
"Aku hanya mengaguminya. Disaat remaja seusianya sibuk memikirkan pacar, mengejar laki-laki. Tapi dia beda, aku nggak mau merusak prinsipnya yang hanya akan pacaran setelah menikah. Karena aku juga nggak tahu perasaanku padanya itu hanya sekedar kagum atau lebih. Karena aku juga masih suka mikirin ulet bulu."
Irfan pun mengangguk, ia juga tahu karena Irfan beberapa kali menemukan tulisan dibuku Zahra yang tertuliskan "tidak ada kata pacaran sebelum halal." mungkin itu Zahra tulis sebagai pengingat dirinya.
"Yaudah tinggal dateng kerumahnya lalu minta ke dua orang tuanya. Simpelkan?"
"Simpel gundulmu itu. Kamu fikir menikah itu enak?"
"Emang enak Lif. Bisa nananuni kapan aja."
Alif pun memukul keras kepala Irfan. Membuat Irfan meringis sambil terus mengusap berharap rasanya bisa hilang.
"Mikirnya itu doang, lalu mau kamu kasih makan apa anak istrimu? Dengan ilmu agama yang masih cetek itu mau kamu bimbing kemana mereka? Saat ditanya pertanggung jawaban kamu besok bagaimana? Sudah siap beneran?"
Kini giliran Irfan yang terdiam.
"Kita harus lebih dulu memantaskan diri. Mereka loh belum pernah disentuh oleh lelaki yang bukan mahromnya. Sedangkan kita? Masih belum bisa jaga jarak dengan yang namanya wanita. Kita masih suka bersalaman dengan yang bukan mahromnya. Sungguh lelaki beruntung yang bisa dapetin hati mereka." tutur Alif membungkam Irfan. Irfan begitu meresapi apa yang sudah dikatakan sahabatnya.
"Tapi ngomong-ngomong. Mereka itu siapa?" tanya Irfan polos karena ia bingung dengan kata mereka yang selalu diucapkan Alif.
"Bukankah kamu juga menaruh hati pada Carla?" tanya alif memastikan.
Irfan terlihat salah tingkah. Ia kembali menggaruk kepalanya.
"Yaudah kita bareng-bareng berusaha untuk berubah. Biar pastas untuk mereka. Baru setelah itu berani untuk memintanya dari kedua orang tuanya." ucap Alif yakin. Sepertinya ada yang tengah membakar api semangatnya. Karena kini ia sangat yakin. Garis senyuman pun melengkung indah diwajah Alif.
Tbc.
Selamat membaca.
⚠ Sudahkah kita membaca Al-Qur'an hari ini? Minimal 3 ayat!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top