13
Carla tengah mengguncangkan badan Zahra. Berusaha untuk membuatnya sadar. Pasalnya setelah tidak sengaja membentak Alif saat di sambungan telfon, Zahra seolah berubah jadi patung.
"Hey Ra, sadar ... ayo berangkat! Keburu telat Ra." ujar Carla masih mengguncangkan kedua lengan Zahra.
Merasa tidak mempan Carla pun beralih ke pipi Zahra. Ia tepuk pelan tapi tetap tidak juga sadar. Saking jengkelnya Carla pun mencubit pipinya. Barulah setelah itu ia tersadar.
Zahra mengaduh kesakitan. Karena cubitan sahabatnya. Ia pun mengerutu kesal.
"Kira kira dong kalo mau nyubit." Zahra masih terus mengusap pipinya.
"Pelan gak sadar-sadar. Lagian cuma dapet telfon dari Alif aja langsung shock gitu."
Keduanya kini sudah berjalan ke mobil Carla yang terparkir di pinggir jalan tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Gimana nggak shock. Orang tiba-tiba aku bentak dia." Zahra mengerucutkan bibirnya. Tanda ia tengah kesal. Lalu ia juga merutuki kebodohannya yang dengan ceroboh menjawab telfon tanpa melihat nama, itupun tanpa mengucapkan salam. Itu karena ia masih merasa kesal dengan penelfon tipuan tadi.
Mengingat itu Zahra kembali kesal. Di dalam mobil sepanjang jalan, Zahra terus saja mengomel. Ia marah-marah tidak jelas. Carla yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia juga hanya bisa mendengarkan luapan emosi sahabatnya.
"Kamu lagi PMS ya Ra?" potong Carla karena Zahra masih terus saja ngomel.
Yang ditanya bukannya menjawab tapi malah memberikan lirikan mautnya.
"Nayla ... Nayla. Eh salah. Zahra Zahra ... ternyata kamu diem-diem garang juga ya? Nggak nyangka aku, kamu bakal marahin tu penelfon eror. Sampai-sampai Alif pun kena semprot."
Mendengar nama Alif, Zahra kembali memberengut. Lalu ia mewek. "Ahhh Carla gimana dong ... pasti Alif mikirnya aku galak. Ah Carla...."
"Eh tapi Alif kenapa telfon kamu y Ra?" tanya Carla penasaran. Karena memang benar kalau Alif dari dulu belum pernah menghubungi perempuan lebih dulu.
"Jangan-jangan alif suka lagi sama kamu." lanjut Carla yang membuat Zahra tersenyum malu.
"Ah Carla jangan bikin aku baper ah..aku mau mikir kemungkinan terjeleknya aja." ucap Zahra tapi setelahnya ia menutup mulutnya sendiri. Karena dengan secara tidak langsung itu artinya ia mengakui jika dirinya memang ada rasa dengan Alif.
Seketika tawa Carla pun pecah. Bahkan ia sampai memegangi perutnya dan sedikit menurunkan kecepatannya.
***
Setelah perjalanan 30 menit kedua gadis yang kebetulan menggunakan warna gamis yang sama itu pun kini sudah sampai di depan rumah Nanda. Keduanya keluar dari mobil bersamaan.
Terlihat rumah Nanda masih sepi. Hanya ada tiga mobil yang terparkir di halaman rumahnya.
Karena pintu depan yang sudah terbuka, membuat Zahra dan Carla tidak perlu mengetuk pintu. Mereka hanya mengucapkan salam lalu melenggang masuk kedalam rumah setelah ada sahutan dari dalam rumah.
Nanda menyambut keduanya dengan girang. Mereka saling bercipika cipiki di ruang tengah.
"Sama aku nggak Car?" seseorang dari arah dapur Nanda, ikut nimbrung.
"Nih sama sepatu." balas Carla sengit sambil menunjukkan sepatu yang ia kenakan.
Irfan terkekeh. "Belum halal kok ya. Kalo udah halal boleh dong ya."
"Boleh ... boleh dikarungin lalu dibuang ke laut biar dimakan sama hiu. Dasar playboy cap curut." Carla tampak begitu kesal dengan godaan Irfan.
Sontak semua yang ada disana pun tertawa.
"Kalian baru datang?" tanya seseorang dari arah belakang.
Zahra yang hafal betul suara itu pun jadi terdiam. Ia menunduk saat mengingat ia sudah membentak si pemilik suara tersebut.
"Iya nih tadi ada tragedi yang harus kami tanganin dulu." jawab Carla.
"Tragedi apaan?" tanya Nanda penasaran.
Carla pun menceritakan kronologi sebenarnya yang membuat dirinya dan sahabatnya baru bisa datang padahal semalam sudah berjanji untuk membantu menyiapkan acaranya.
"Jadi ya gitu deh saking keselnya Nayla ... eh emm maksudnya Zahra sampe ngebentak orang." Carla mengakhiri ceritanya lalu tertawa. Ia mengingat ekspresi Zahra setelah tahu siapa yang dibentaknya.
Zahra hanya terus menunduk. Ia tersenyum getir, ingin melihat ekspresi Alif tapi ia malu. Dan akhirnya ia lebih memilih menunduk.
"Oh gitu. Jaman sekarang memang yang harom malah dihalalin." sahut Nanda.
"Bukannya itu bagus ya?" celetuk Irfan yang langsung mendapatkan tatapan dari teman-temannya.
"Seperti diriku yang ingin menghalalkan dirimu." lanjut Irfan sambil menunjuk Carla menggunakan dagunya.
Semua melihat Irfan dengan malas.
"Maksudnya menghalalkan segala cara Irfan.." Nanda membenarkan. Sepertinya lain kali jika bicara dengan Irfan harus lebih jelas lagi. Begitu batin Nanda.
Setelah itu mereka pun membubarkan diri. Meninggalkan Irfan yang masih asik menggaruk kepalanya yang entak karena banyak kutunya atau karena salah tingkah.
Tapi sepertinya opsi pertama lebih tepat, mengingat Irfan sangat malas jika disuruh mandi.
"Ntar gantengnya luntur kalo dipake mandi" kata Irfan.
Zahra dan Carla memutuskan untuk pergi ke dalur. Membantu menyiapkan hidangan untuk para tamu.
Sedangkan Nanda, sibuk bersih-bersih piring. Ia mengelap piring yang berdebu.
Lain halnya dengan Alif. Ia tengah sibuk mengikuti perintah dari wanita yang umurnya sepantaran dengan Mbok Karsi. Itu Nenek dari Nanda.
Alif diperintahkan untuk menyingkirkan sofa dan meja yang ada di ruang tamu. Karena tamu undangan yang hadir banyak jadi keluarga Nanda lebih memilih menggelar karpet di bawah.
Irfan?
Kemana perginya?
Jangan ditanya, sudah pasti ia lebih memilih menyusul Carla kedapur untuk menggodanya dari pada membantu.
Jadi sebenarnya ia tak berguna disini.
"eh siapa bilang aku nggak berguna? Aku kan lagi semangatin bebeb Carla." suara irfan muncul.
Merasa lelah dengan guyonan Irfan, Zahra pun memilih mengerjakan hal lain. Ia bermaksud membawa kardus air mineral ke ruang makan. Berniat untuk menatanya disana.
Sesampainya diruang makan, ia melihat Alif yang tengah kesusahan memindahkan sofa. Dengan cepat, Zahra meletakkan kardusnya lalu beralih membantu Alif menggotong sofanya keruang keluarga.
"Eh nggak usah Ra...berat. Panggilin Irfan aja." Alif menolak.
"Kalo digotongnya berdua gini pasti jadi ringan." kata Zahra sambil tersenyum.
"Maaf ya tadi tiba-tiba bentak kamu." ucap Zahra lagi.
Alif hanya mengangguk. Mereka sambil berjalan membawa sofa ke ruang tengah. Tanpa mereka tahu sudah ada Irfan yang melihat serta mendengar obrolan keduanya.
Irfan pun berjalan keruang tamu setelah meletakkan dua nampan kue.
Alif kembali lebih dulu dari ruang tengah, disusul Zahra dibelakangnya.
Melihat itu membuat Irfan yang tengah duduk disofa yang memang sengaja menunggu keduanya pun tersenyum. Senyum penuh arti membuat Alif geleng-geleng melihatnya.
"Aaciiieeeee kalo digotongnya berdua gini pasti jadi ringan." Irfan menirukan Zahra dengan nada yang dibuat-buat.
Zahra hanya menunduk, berbeda dengan Alif yang terus sibuk dengan sofa.
"Aduh cok cwet banget cih kalian..aaahhh berasa kayak nonton drama korea aja.." oceh Irfan lagi yang langsung mendapatkan lemparan bantal kecil yang ada diatas sofa.
Tapi irfan tetap tidak mau menyerah. "Iihiiirrr jadi tadi ada yang nelpon tapi malah dibentak?" Irfan pun tertawa "Cieeee Alif udah mulai nyerang nih."
"Eh monyet..itu kan tadi juga kamu yang nyuruh." bentak Alif lalu melempar bantal kecil lagi tepat mengenai wajah dari Irfan.
Senyum dan pipi merona diwajah Zahra seketika menghilang saat mendengar sanggahan Alif. Untung sedari tadi Zahra terus menunduk, jadi perubahannya tidak akan terlihat.
Walaupun ia sudah memikirkan kemungkinan terburuknya tapi entah kenapa dadanya tetap terasa sakit.
Tbc.
Apakah masih ada yang bingung? Kenapa namanya ganti Zahra? Udah nggak dong ya? Kalau masih, maafkan Author deh...
Udah Adzan isya', jangan lupa kewajibannya...
Dan jangan lupa vomentnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top