11. masalah keluarga alif
Sepulang dari rumah Zahra-karena Carla masih ada acara lain maka Alif merasa bertanggungjawab untuk mengantarkan Zahra pulang, ia merebahkan tubuhnya pada sofa yang ada dikamarnya.
Ia teringat kata-kata Zahra saat mereka masih diperjalanan menuju ke rumah Zahra.
Flashback on.
Zahra masuk kemobil hitam milik Alif dengan menggendong tubuh mungil Nayla. Ia masih tetap duduk di kursi belakang. Walaupun ada Nayla diantara mereka. Tapi Nayla masih terlalu kecil.
Setelah Alif menanyakan alamat rumah Zahra. Ia pun melajukan mobilnya. Membelah jalanan kota Semarang yang tidak terlalu padat.
Hanya ada suara dengkuran halus dari Nayla, yang ternyata tertidur dipangkuan Zahra.
Alif dan juga Zahra sama-sama diam. Tidak ada yang bermaksud untuk memecah keheningan.
"Lif.." panggil Zahra lebih dulu.
Alif yang fokus menyetir pun hanya menjawab dengan deheman.
"Maaf bukan bermaksud untuk ikut campur urusan keluarga kalian. Tapi sebagai sesama muslim kita diwajibkan untuk saling mengingatkan bukan?" Zahra terdiam sebentar untuk melihat respon Alif. Alif sedikit mengangguk, mengizinkan Zahra kembali melanjutkan ucapannya.
"Mengingat kejadian tadi saat kamu nyamain Nayla sama mamanya. Aku lihat ada kilatan kebencian dimata Nayla. Aku memang nggak tahu masalahnya apa tapi saat ingat kamu ngomong udah nyesel ngasih kesempatan Mamanya Nayla dan larangan Pak Bowo. Aku jadi menarik kesimpulan jika Nayla ikut terpengaruh untuk membenci Mamanya sendiri. Dan itu nggak bener Lif. Walau bagaimana pun Bu Sinta itu tetep Ibu kandung Nayla. Jadi seharusnya jangan pengaruhi Nayla untuk membenci Mamanya. Kamu pun pasti sudah paham ada hadis yang meriwayatkan. Para sahabat bertanya pada pada rosulullah. "Wahai rosulullah, siapakah orang yang layak aku berbakti padanya? Rosulullah menjawab: Ibumu, Ibumu, Ibumu lalu Ayahmu." rosulullah menjawab Ibu sampai 3 kali jadi aku rasa tidak sepantasnya Nayla ikut membenci Ibunya." Zahra terdiam karena ia tidak melihat respon dari Alif. Marahkah ia? Entah Zahra tidak tahu.
Flashback off
Alif kembali memikirkan kata-kata zahra. "Ada benarnya juga. Biar bagaimanapun Mbak Sinta itu Mamanya Nayla." gumam Alif.
Lelaki yang kini tengah memandangi langit kamarnya tersebut memutar otaknya, mencari cara bagaimana ia bisa mengatakannya pada keluarganya yang sudah terlanjur membenci Sinta.
Karena dengan memandangi langit kamar ia tidak menemukan jawaban. Akhirnya ia mencoba untuk memejamkan matanya berharap ia mendapatkan solusi.
Tapi saat baru saja memejamkan matanya, tiba-tiba pintu kamar Alif terbuka dengan paksa, terdengar suara dobrakan dari luar.
"Ya ampun Pah ... Ada apa? Kok pintu kamar Alif main didobrak aja. Alif sampai kaget loh." karena mendengar suara dobrakan pintu, Alif pun langsung duduk.
"Kamu tuh ya...kan sudah diamanati Mas mu, jangan sampai iblis itu bertemu Nayla. Apalagi sampai bawa Nayla." ujar pria paruh baya itu dengan nada sedikit meninggi. Dadanya naik turun, menahan emosi. Wicaksono atau biasa di panggil Pak Wicak atau Pak Sono itu merupakan ayah dari Bowo alias Pakdhenya Alif, kakak dari Ibunya Alif. Tapi Alif biasa memanggilnya Papah, meniru Bowo yang juga memanggil Papah.
Wicak baru saja pulang dari kantor langsung mendengar cerita dari cucu kesayangannya kalau tadi sepulang sekolah ia bertemu Mamanya. Dan itu membuat Wicak marah. Karena selama ini memang keluarganya melarang Sinta untuk bertemu anaknya.
"Istighfar Pah.." sahut Alif lalu berdiri mendekati Wicak.
Wicak bergumam dalam hati "Astaghfirullah.."
"Nahh Papa tenangin diri dulu. Aku punya alesan kenapa aku biarin Mbak Sinta jemput Nayla Pah.." ucap Alif terhenti untuk menunggu respon orang yang ia panggil Papah tersebut.
Karena tidak juga mendapatkan tanggapan Alif pun melanjutkannya.
"aku cuma ngerasa kasihan aja Pah sama Nayla sama Mbk Sinta. Udah berapa bulan coba mereka nggak ketemu, jangankan ketemu, bicara lewat telfon pun nggak pernah. Aku cuma ngasih Mbk Sinta kesempatan Pah."
"Tapi apa? Nayla malah nangis ketakutan kan?"
"Gimana dia nggak nangis ketakutan kalo orang dirumah ini seolah nyuruh dia ngebenci Ibunya sendiri? Biar bagaimanapun Mbak Sinta itu orang yang lahirin Nayla, Pah. Jangan lagi mempengaruhi Nay untuk benci sama Mamanya. Kalau Mas Bowo udah nggak mau nerima Mbak Sinta lagi terserah, tapi Nay kan masih kecil Pah, masih butuh kasih sayang kedua orang tuanya." Alif bicara panjang lebar, berusaha menyadarkan keluarganya. Jika yang mereka lakukan -menjauhkan anak dari Ibunya- itu salah besar.
"oke. Mungkin kalau Papa bisa ngerti, tapi Masmu? Dia udah terlanjur kecewa sama Sinta."
"Nanti biar Alif coba ngomong sama..."
DOBRAAAAKKKKK...
kedua orang yang berada didalam kamar pun menoleh.
Lagi. Pintu kamar Alif dibuka paksa, kali ini pelakunya adalah Bowo. Wajahnya tampak merah karena menahan amarah. Setelah mendapat telfon dari Bu Carla -guru Nayla-, bowo langsung meninggalkan acaranya.
"Ya Allah ... malang sekali nasibmu wahai pintu...belum ada 1 jam kau sudah dibanting 2 kali. Untung saja kau kuat." gurau Alif sambil berjalan kearah pintu. Lalu mengusap-usap daun pintu kamarnya.
"Sudah saya bilang sama kamu..." Bowo mendekati Alif. Sambil menunjuk wajah Alif, ia berujar tapi belum sampai selesai Alif sudah memotongnya, karena Alif tahu apa yang akan diucapkan Kakaknya.
"Sabar Mas ... bisa kita bicarakan baik-baik. Tenangin diri Mas dulu...." Alif mengusap-usap dada Bowo.
"Tenang gundhulmu. Coba kalo kamu ada diposisi Mas? Apa kamu bisa tenang."
"Istighfar Mas...jangan malah mengumpat. Lagian Na'udzubillah Mas. Aku pengen nikah itu cuma sekali seumur hidup. Aku nggak mau ah jadi Mas."
"Aliiiiffff..." bentak Bowo karena sedari tadi Alif terus saja mengajaknya bercanda.
Alif memang seperti itu jika dirumah, bersama keluarganya, bersama orang terdekatnya. Tapi ia akan berubah jadi makhluk dari kutub utara jika sudah diluar rumah. Tidak lagi bersama keluarga dan orang terdekatnya.
"Santai Mas bro...sini duduk dulu... jangan sampai diri mas dikuasai syaiton." Alif pun mengajak Bowo duduk di pinggir tempat tidurnya. Sedangkan Wicaksono malah pamit keluar.
Alif pun menceritakan maksud dan tujuannya. Walau awalnya Bowo ikut mendebat tapi akhirnya ia luluh juga. Bowo menunduk, mungkin Alif benar dirinya terlalu membenci mantan istrinya tersebut, sehingga ia dengan tega memisahkan hubungan antara Anak dan Ibu.
"Aku cuma kasihan sama Nay Mas. Nay masih butuh kasih sayang seorang Ibu. Kalau begitu segera carikan Ibu baru untuk Nay." ujar alif dengan lembut.
"Aku juga udah berfikir seperti itu. Aku akan nyari seseorang yang tulus menyayangi Nay. Seperti 2 guru Nay itu misalnya. Mereka masih single kan?"
"Tanya aja langsung. Sepertinya masih. Apalagi Bu Carla. Sepertinya dia menyukaimu Mas." jawab Alif menaik turunkan alisnya. Menggoda sang Kakak.
"Kok Carla sih? Kalau Nayla aja gimana? Sepertinya lebih cocok."
"boleh juga." Alif menjawabnya dengan muka datar. Entah kenapa Alif merasakan sesuatu mengganjal hatinya. Seperti perasaan tidak rela. Tapi karena apa?
"Kok boleh?" Bowo tersenyum, ia tahu gelagat Alif yang seketika berubah dingin saat menyinggung tentang Bu Nayla.
"Terus aku harus jawab apa Mas? Mau ngelarang? Apa hak aku? Tapi apa nggak ribet nantinya. Mereka punya nama yang sama loh?"
Bowo meninju pelan lengan Alif sebelum ia beranjak keluar dari kamar Alif sambil terkekeh.
"Jangan sampai keduluan mas, Lif." ujar Bowo sebelum benar-benar menghilang dibalik pintu yang ia dobrak tadi.
"Ish terserah. Lagian aku juga udah punya incaran sendiri... Aaahh jadi nggak sabar nunggu si ulet bulu pulang." gumam Alif girang lalu merebahkan badannya ditempat tidur.
Tapi kemudian ia merubah air mukanya lagi. Datar.
Tbc.
Nahloooo siapa tuh siulet bulu?
Aduh harus biasain diri manggil bu nayla jadi bu zahra nih..kadang masih suka salah..semoga tidak membuat para pembaca bingung ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top