10. ganti nama

"Lagian aku kan bawa kamu, masak iya mau aku ajak ngebut." lanjut Alif yang langsung memberikan efek kemerahan dipipi Nayla. Nayla menunduk untuk menyembunyikan semburat merah dipipinya.

"Kalo kamu mabuk kan mobil aku bisa kotor." sambung Alif lagi yang langsung merubah warna wajah Nayla. Kini semua wajahnya terasa panas. Jika tadi hanya pipinya tapi kini semua wajahnya. Menandakan jika dirinya tengah kesal. Karena itu sama saja Alif mengkhawatirkan mobilnya.

Nayla kembali menatap pohon yang berjajar dari balik jendela. Dengan iseng menghitungnya. Dari pada harus mengobrol dengan makhuk kutub yang bernama Alif.

Sunyi, Alif juga memilih untuk diam. Bukankah dia memang selalu seperti itu?

"Kamu mau aku antar pulang atau mau kemana?" tanya Alif yang juga bingung mereka hendak kemana. Karena sedari tadi mereka hanya berputar-putar tanpa tujuan.

Sebelum Nayla menjawab, ponselnya berbunyi. Dari Carla. Dengan cepat Nayla mengangkat telfon tersebut.

Carla memberitahukan lokasi keberadaan dirinya yang kini sudah menemukan Nayla kecil.

"Kita ketaman dulu." kata Nayla setelah memutus sambungan telfon.

"Nayla ada disana. Ia tengah menangis. Entah kenapa. Carla saat ini belum berani mendekat karena ada Ibunya." lanjut Nayla tak kalah dingin.

Alif tidak menjawab. Ia hanya langsung memutar kemudinya menuju ke sebuah taman.

Tak butuh waktu lama, karena saat ini Nayla dan juga Alif sudah berjalan mencari keberadaan Carla.

"Tadi Carla bilang disebelah mana? Taman ini luas nggak mungin kan kalo kita keliling?" tanya Alif tanpa menoleh kepada Nayla yang berada dibelakangnya.

"Emmmm" Nayla pun bingung karena ia juga tak tahu dimana tepatnya Carla berada. Nayla mengedarkan pandangannya, melihat kesegala arah. Berharap bisa melihat Carla dan Nayla kecil.

"Coba dihubungi dong.." bentak Alif. Sepertinya ia kini merasa khawatir karena keponakannya menangis.

Disaat Nayla mencoba menghubungi Carla. Alif tampak menggerutu, ia kesal, ia menyesal. Kenapa ia malah ingin memberikan kesempatan kedua untuk Sinta. Alif fikir mantan Kakak iparnya itu sudah berubah, ternyata masih sama.

"Mereka lagi makan es krim katanya. Deket taman bunga mawar." Nayla memberitahukannya pada Alif setelah ia tahu lokasinya dimana.

Tanpa menunggu lagi Alif langsung berlari cepat. Tidak memperdulikan wanita dibelakangnya yang tengah kesusahan mengejarnya.

Dengan sekuat tenaga, Nayla berusaha menyusul Alif yang sudah agak jauh darinya.

Setelah menemukan gadis kecil yang kini sudah asik menjilati es krim rasa coklat itu, Alif langsung menubrukkan badannya tidak memperdulikan es krim gadis kecil itu akan mengenai bajunya.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Alif setelah mengendurkan pelukannya.

"Om kenapa sih? Aku lagi makan es krim. Kan es krim nya jadi tumpah. Ah Om Alif ...." gadis kecil itu malah cemberut karena es krim yang baru saja ia makan sudah harus habis tumpah karena ditubruk Omnya.

"Maaf deh sayang. Om beliin lagi deh...."

"Yaudah cepetan. 3 ya om!" perintah gadis itu sambil mengangkat ketiga jari kanannya.

" Kok banyak banget?" Alif mengurungkan niatnya untuk segera berdiri saat melihat acungan tangan ponakannya.

"Om nggak liat...disini ada Bu Zahra dan Bu Carla? Masak iya Nayla makan sendiri." sungut Nayla kecil. Ia berubah menjadi galak.

"Hey Nayla sayang nggak boleh gitu..kalau mau minta ngomongnya yang baik." Carla yang duduk disamping Nayla pun gemas, ia merasa harus menasehati anak didiknya tersebut.

"Iya deh...Om Alif yang ganteng, tapi masih gantengan Papa. Tolong beliin es krim tiga ya. Cepetan." ulang Nayla kecil dengan senyum genit yang terbit di bibir mungilnya.

Nayla dan Carla hanya bisa menahan senyum saat Alif malah terlihat kesal karena di katakan masih gantengan Papanya Nayla kecil.

Tanpa berkata-kata lagi Alif pun berdiri, lalu berjalan menuju ke penjual es krim yang memang tidak terlalu jauh dari tempat mereka berkumpul.

Nayla pun ikut duduk disebelah Nayla kecil. Ia ikut mengusap puncak kepala gadis kecil itu, meniru Carla yang memang sudah melakukannya sedari tadi.

"Kamu emang pas banget Car.." ujar Nayla sambil berbisik.

"Amiin Ya Robbal Alamin" sahut Carla seraya mengangkat kedua tangannya. Nayla terkekeh melihat perbuatan sahabatnya.

"Nih es krimnya." Alif menyodorkan tiga es krim kedepan Nayla kecil. Nayla pun membagikannya untuk kedua gurunya.

"Eh bilang apa kalau udah dikasih?" tanya Carla mengingatkan.

"Oh iya. Makasih Om ku yang paling ganteng." ucap Nayla kecil sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi susunya yang tampak masih kecil-kecil.

"Berbuhung Om udah beliin es krim jadinya paling ganteng. Kalo enggak ya masih gantengan Papa." imbuh Nayla kecil yang tengah menjilati es krim nya.

"Eh tapi Om emang ganteng deng. Iya nggak Bu?" kini gadis itu menoleh pada Carla dan juga Nayla. Meminta persetujuan Bu gurunya.

Nayla yang hendak menjilat eskrimnya mendadak menjadi kaku.

"Ih Bu Zahra kok nggak jawab? Bu Carla aja udah jawab. Katanya iya. Emang Om aku nggak ganteng ya Bu?" tanya Nayla kecil kini menengadah menatap Nayla gurunya.

Nayla kecil memang lebih suka memanggil guru yang namanya sama dengannya tersebut Bu Zahra. Agar enak manggilnya katanya.

Nayla pun mengangguk kan kepalanya kaku. Rasanya menjadi sangat gugup. Jantungnya berdetak tak normal. Darahnya berdesir hebat.

Berbeda dengan Alif yang terus memasang aura dinginnya. Entah bagaimana perasaan Alif saat ini, mungkin biasa saja. Karena ia sudah terbiasa dengan pujian semacam itu. Jadi ia tidak terlalu kaget lagi. Walaupun ia akui tingkat ketampanannya masih di bawah Bowo -ayah dari Nayla kecil- sepupunya.

Alif sama sekali tidak merubah posisinya. Ia masih berdiri di depan Nayla kecil. Menatap Nayla kecil dengan perasaan yang berkecamuk. Ada rasa sedih, karena diusia Nayla yang masih harus mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya jutru Nayla harus menjadi rebutan, antara Papa dan Mamanya.

Ada juga rasa kesal dan kecewa. Saat mengingat ia telah memberikan kesempatan Sinta untuk bertemu dengan anaknya malah tidak ia pergunakan dengan sebaik-baiknya.

Dan terakhir ada rasa takut yang terselip di jauh relung hatinya. Takut dimarahi Bowo. Karena ia telah melanggar larangan Kakak sepupunya tersebut.

"Carla makasih ya." ucap Alif sambil memandang kearah Carla yang ternyata sudah tidak memegang eskrim lagi karena direbut Nayla kecil.

"Kalo nggak ada kamu. Hmm nggak tau deh...." Alif melanjutkan omongannya.

"Santai aja bro...ini juga bentuk tanggung jawabku. Eh em maksudnya kami." Carla meringis, karena ia salah ngomong. Alif yang sudah tahu jika teman masa SMA nya ini menyukai sepupunya hanya bisa tersenyum.

Kemudian ia beralih menatap Nayla yang masih asik dengan es krimnya.

"Nay." panggilnya.

Kedua Nayla di depannya menoleh karena merasa nama mereka dipanggil.

"Maaf..tadi udah bentak kamu. Dan makasih." lanjutnya tanpa melihat kearah lawan bicaranya.

"Om kok minta maaf sama Nay? Kapan Om bentak Nay? Terus makasih buat apa Om?" tanya Nayla kecil polos.

Alif mengacak rambutnya kesal. Ia lupa jika di depannya ada dua gadis bernama Nayla.

"Ah salah satu dari kalian harus ganti nama. Kan jadi bingung nyebutnya kalo lagi barengan gini." teriak Alif frustasi.

"Pilih mana? Kamu Nayla. Sekarang Om panggil Suci." alif menunjuk Nayla kecil. Yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Nayla kecil.

"Nama kamu kan Nayla Suciati. Atau mau Om panggil Ati?"

"Pokoknya Nay nggak mau. Enak aja Om main ganti nama Nay. Bu guru aja. Mulai sekarang dipanggil Bu Zahra. Lagian Nay juga udah biasa panggil Bu guru, Bu Zahra. Bu Zahra mau kan?"

Semua mata melihat kearah Nayla. Menanti jawaban Nayla.

"Terserah kalian aja. Nayla boleh, Zahra boleh. Ara juga boleh." jawab Nayla membuat semua bernafas lega. Karena tidak perlu ribet lagi jika ingin memanggil kedua Nayla tersebut.

"Alkhamdulillah.." ucap mereka serentak.

Tbc.

Maafkan jika nanti ada yang bingung. Mulai part berikutnya Bu guru Nayla jadi Bu guru Zahra ya...
Terimakasih..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top