1.sebuah mimpi
"Pagi Yah..Bund..." sapa Nayla Azzahra.
Gadis cantik yang selalu menggunakan jilbab, sehingga kulit sawo matangnya, dan rambut indah bergelombangnya tidak bisa terlihat. Hanya keluarganya yang bisa melihatnya. Ia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Riki Anjasmara. Kakaknya berusia 3tahun lebih tua darinya. Dan saat ini Riki tengah sibuk dengan bisnis kecil-kecilannya. Riki mendirikan bengkel mobil bersama dengan sahabatnya.
Gadis yang tahun ini berusia 23 tahun itu kini tengah mengajar di salah satu sekolah PAUD di kotanya. Ia baru mengajar 6 bulan yang lalu. Tepatnya saat tahun ajaran baru.
Kuliah di jurusan Ilmu Komputer. Memang tidak nyambung, tapi karena sudah menganggur lama, ia pun akhirnya menerima tawaran lowongan kerjaan tersebut. Lagipula ia juga menyukai anak kecil. Ia tidak memperdulikan gaji yang diberikan. Ia sudah merasa senang bisa membantu dan membagi ilmu yang ia punya.
"Kak Riki belum berangkat kan Bund?" tanya Nayla sambil menyendokkan nasi goreng kesukaannya.
"Belum. Masih dikamar. Mungkin masih siap-siap."
"Kamu yakin hari ini masuknya Nay? Nggak salah lagi kan? Jangan-jangan kaya kemarin, disekolahan masih kosong. Hahaha untung aja muridnya nggak ada yang liat." ujar Ayahnya mengingat kembali kejadian kemarin saat Nayla salah tanggal.
Nayla memonyongkan bibirnya. Ia merasa kesal dengan Ayahnya yang malah menertawakan kesalahannya. Nayla merasa ia tidak sepenuhnya bersalah, itu karena settingan ponselnya yang salah. Dan Bundanya juga tak mengingatkan.
"Ayah... sudah... kasihan anaknya... kok malah diketawain?" Bunda menengahi.
"Tauk nih Ayah gimana sih. Kan Bunda juga salah."
"Lhoh kok malah Bunda yang disalahin?"
Perdebatan yang mengawali hari Nayla. Bukan perdebatan yang menggunakan otot tapi perdebatan yang diselingi gelak tawa dari anggota keluarganya.
"Pada debatin apaan sih? Rame banget." Riki yang baru keluar dari kamarnya pun penasaran. Ia duduk di samping Nayla. Melihat Nayla yang wajahnya merah padam karena keisengan Ayahnya.
"Udah ah... Nayla duluan aja. Daripada di jahilin terus sama Ayah." ucap Nayla lalu berdiri untuk menyalami keluarganya.
"Adek ngambek ya?" goda sang Ayah lagi.
"Tauk.... " Nayla benar-benar merasa kesal.
Niatan untuk menebeng Kakaknya pun akhirnya ia batalkan. Ia lebih memilih segera keluar dari rumah. Ia tidak marah, ia hanya merajuk.
Setibanya di luar, Nayla tersenyum. Ia mensyukuri nikmat yang Allah berikan untuknya. Ia diberi keluarga yang utuh dan harmonis. Hampir tidak ada pertengkaran serius, hanya ada candaan. Jika ada masalah selalu dibicarakan bersama. Benar-benar keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah bukan? Nayla pun mempunyai mimpi untuk memiliki keluarga seperti keluarganya saat ini. Seorang suami yang seperti Ayahnya. Dan ia ingin menjadi istri seperti Ibunya. Itu yang selalu ia panjatkan disetiap doanya.
****
"Assalamu'alaikum.." ucap Nayla saat memasuki sebuah ruangan yang terdengar sangat ramai dari kejauhan. Pantas saja, karena ruangan itu penuh dengan anak kecil berusia 3-4 tahun.
"Wa'alaikumussalam bu..." teriak anak-anak dengan penuh semangat. Ya. Seperti itulah anak-anak. Selalu ceria dan semangat.
Nayla memulai dengan membagikan buku mewarnai yang baru saja dikirim kemarin.
Anak-anak tampak antusian menerimanya. Mereka membolak-balikkan halamannya.
"Waaaawwww...pesawaaattt..." teriak salah satu anak saat melihat gambar pesawat di halaman bukunya.
Nayla tersenyum. Melihat kepolosan murid-muridnya selalu bisa membuatnya tersenyum. Bahkan disaat salah satu anak muridnya tiba-tiba menangis seperti saat ini. Ia tetap menikmatinya. Itung-itung belajar momong anak katanya.
Nayla menghampiri gadis kecil yang saat ini tengah menangis.
"Hey...Nayla kenapa nangis?" tanya Nayla pada gadis kecil yang bernama sama dengannya.
"Bu..aku maunya yang gambar bunga..nggak mau gambar kayak gini..pokoknya nggak mau.." celoteh Nayla kecil.
Nayla tersenyum lalu mengusap puncak kepala gadis kecil itu. Ia berusaha menasehatinya, dengan lemah lembut ia membujuk gadis kecil itu. Hingga akhirnya Nayla kecil luluh, gadis kecil itu bersedia mewarnai gambar berbagai alat transportasi.
"Heran deh. Nayla kalau sama bu Nayla bisa langsung luluh." kata rekan kerja Nayla. Nayla hanya tersenyum.
Tak terasa jam dinding sudah menunjukkan pukul 10.00 dan itu saatnya anak-anak PAUD suko asih dibubarkan. Dengan bersemangat anak-anak bersorak. Mereka terlihat sangat gembira.
Setelah semua muridnya keluar kelas Nayla sedikit berbincang dengan Bu Carla yang tidak lain adalah sahabatnya yang sekarang menjadi rekan mengajarnya.
Tapi tiba-tiba ponsel Bu Carla berdering, tanda ada sebuah telfon masuk.
"Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalam. Maaf Bu, mengganggu. Ini saya belum bisa jemput anak saya. Apa Bu Carla bisa temani Nayla sampai saya menjemputnya?"
"oh begitu..oh..baik Pak..eh tapi bagaimana kalau kami antar saja Pak?"
"oh apa tidak merepotkan Bu Guru?"
"oh tidak Pak.."
"kalau begitu terimakasih Bu. Nanti dirumah ada Eyangnya."
"Iya Pak sama-sama.."
"Yasudah kalau begitu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Sambungan telfon pun terputus. Carla menceritakan kalau Nayla kecil tidak ada yang menjemput dan ia menyajak Nayla sahabatnya untuk mengantarkan gadis kecil itu. Nayla pun setuju dengan idenya. Toh arah mereka sama.
****
Nayla masuk kedalam rumah kembali setelah mengantar Carla di depan pintu.
Tadi setelah pulang dari mengantar anak muridnya Carla mengantar Nayla pulang dan mampir untuk sekedar ngobrol. Hingga sore hari ia pulang.
Setelah Carla pulang, Nayla kembali melanjutkan tugasnya, yaitu menyiapkan makan malam. Memasak sudah menjadi tugasnya disore hari karena di pagi hari ia harus mengajar. Tapi mungkin akan beda ceritanya kalau ia sudah berumah tangga. Ia akan bertugas memasak di pagi dan sore hari, menyapu, ngepel, mencuci, dan lain sebagainya. Belum lagi kalau sudah mempunyai anak.
Nayla tersenyum sendiri dengan imajinasinya. Bagaimana ia akan menikah? Dekat dengan lelaki saja ia belum pernah. Padahal gadis seusianya biasanya sudah memperkenalkan calon suaminya pada orang tuanya. Ada juga yang sudah dilamar. Mengingat itu membuat Nayla menunduk. Berbagai pertanyaan pun muncul dikepalanya. Kapan ia akan menikah? Apakah ada lelaki yang mau dengannya? Kapan ia akan dipertemukan dengan jodohnya?
Nayla mendesah pelan. Ia menggeleng pelan sambil merapalkan kata-kata "semua sudah diatur." berulang kali ia mengucapkan kalimat itu. Hingga ia dikagetkan dengan kehadiran Ayahnya.
"Apanya yang sudah diatur?" tanya Ayahnya.
Nayla menggaruk kepalanya yang sudah pasti tidak gatal. Ia hanya merasa bingung harus menjawab bagaimana.
"Ya...semuanya Yah.. Dari jodoh, riski, sampai maut." jawabnya yang tak sepenuhnya bohong.
"Khususnya jodoh." sambar Riki dari arah belakang.
Nayla menunduk, malu dengan godaan Kakaknya yang tepat sasaran.
"Ah Kak Riki apaan sih..udah ah Ayah sama Kak Riki sana..mandi dulu. Kalo digodain mulu ntar gak kelar-kelar masaknya."
"iya deh..terus kita sholat jamaah dimasjid ya Yah. Doain Nayla supaya cepet dapet jodoh."
"Amiin..tapi sebelum Nayla. Ada baiknya kamu duluan."
Nayla tersenyum puas karena Kakaknya kena juga.
******
Nayla pov
"Nayla..." suara itu membuatku terkejut. Bagaimana tidak, ku fikir hanya aku yang terjaga malam ini. Tapi ternyata ada Kak Riki di dapurku yang gelap. Niatku untuk berjalan pelan pun ku urungkan. Awalnya aku takut mengganggu anggota keluargaku yang masih terlelap.
"Kak Riki, kebangun juga?" tanyaku sambil menghampirinya yang berada di depan kulkas dengan membawa botol air mineral.
"Aku malah belum tidur Dek. Tadi abis liat bola sama Ayah." jawabnya tanpa melihatku, karena sibuk menuang air kedalam botol.
Aku mengangguk faham. Kusodorkan juga botolku yang sengaja ku bawa dari kamar untuk mengisinya. Kak Riki menerimanya tanpa protes lalu mengisinya juga sampai penuh.
"Lha kamu kenapa belum tidur?" tanya Kak Riki sambil menyerahkan botolku yang sudah terisi penuh.
"Kebangun Kak." jawabku singkat lalu berjalan meninggalkan Kak Riki.
Aku berjalan kembali kekamarku. Sesampainya dikamar, aku merebahkan badanku di ranjang.
Ku pejamkan mataku kembali, mencoba untuk mengingat apa yang baru saja aku alami. Sebuah mimpi yang sudah sangat lama, yang tidak pernah hadir dalam tidurku lagi. Tapi malam ini mimpi itu kembali menyapaku. Seolah mengingatkanku.
Mimpi tentang sosok lelaki yang memang sudah aku lupakan, lebih tepatnya berusaha aku lupakan.
Sosok lelaki yang menjadi idolaku, dulu saat aku masih duduk di bangku SMA.
ALIF. Nama itu kembali kuingat. Dimanakah ia? Sedang apakah ia? Sehatkah ia? Bahagiakah ia? Pertanyaan-pertanyaan itu kembali muncul dan memenuhi kepalaku. Pertanyaan yang juga sudah lama menghilang. Pertanyaan yang sampai sekarang tidak pernah terjawabkan. Hanya ada dalam kepalaku dan menghilang seiring berjalannya waktu.
Ku tegakkan badanku dengan lemas. Tak bersemangat, hanya karena mimpi itu aku merasa lelah. Otakku yang merasa lelah bukan badanku. Ku berjalan menuju ke kamar mandi yang berada di dalam kamarku, untuk berwudhu. Lebih baik kugunakan waktuku untuk sholat malam daripada memikirkan orang yang belum tentu memikirkanku. Memikirkan orang yang belum halal untuk ku fikirkan.
Seusai sholat fikiranku sudah merasa sedikit tenang. Ku pejamkan mataku kembali.
Dengan perlahan mataku pun terpejam.
Tbc.
Ini cerita ke 4 ku yang aku publish. Semoga ada yang baca dan bersedia menekan gambar bintang. Akan lebih senang jika ada yang bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun.
Selamat membaca
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top