The florest and the boy
Jazz menatap keempat kawannya.
"Hm...??? Sudah berapa lama aku tidur?"
Mia terbangun dan menatap lima manusia kecil di dekatnya.
"Ayo! Kita akan bersiap untuk berpetualang!!" kata Excel sambil membantu Mia berdiri.
"E-eh?!"
"Mia sebelum berangkat aku ingin mengatakan sesuatu." kata Jazz
Mia menatap Jazz dengan pandangan serius, yang membuat perut Excel terkocok dan hampir tertawa, kalau saja Gesya tidak turun tangan membekap mulutnya.
Ayolah! Bukannya wajahnya makin menggemaskan saat ia memasang mimik serius layaknya orang dewasa? Pikir Excel
"Kami hanya akan menenanimu sampai perbatasan."
000
Mia dan kelima peri itu terbang melewati hutan yang amat rindang.
Dan tentu saja gadis kecil itu dikawal dari keempat sisi. Depan belakang kanan kiri.
Seperti biasa Excel langsung mengambil peran sebagai "pemandu wisata"
"Kalo ditempatku buah ini namanya Apel." kata Mia, lalu kembali menggigit buah merah itu.
Sebenarnya jika bisa mereka berlima ingin mengawal gadis kecil itu ke daerah para naga, namun larangan tentang daerah perbatasan membuat mereka tak bisa mengantar gadis itu sampai ke tujuan, cukup setengah jalan saja.
Yep daerah perbatasan merupakan daerah "terlarang" bagi para Peri. Dulunya para peri dapat melewati daerah itu dengan aman ketika daerah perbatasan itu masih memiliki "cahaya" atau energi kebaikan. Namun sekarang entah kenapa daerah itu kini kehilangan "cahaya-nya"
Desas-desus mengatakan bahwa ada jiwa yang gelap di daerah itu, sehingga energi kebaikannya terkikis.
Pernah ada seorang peri, nekat masuk ke dalam wilayah itu dan naasnya dia langsung menjadi debu sepulangnya dari tempat itu.
000
Mereka kini sudah sampai di dekat perbatasan, kelima peri itu lalu melepas Mia.
Tentu saja mereka tidak akan membiarkan Mia pergi tanpa perbekalan.
Gesya dengan sedikit terpaksa memberikan gadis kecil itu pedang yang menyala-nyala layaknya api.
Jazz memberikan mantra pelindung bagi Mia berupa gelang anyaman di tangan kiri gadis itu.
Excel memberikan perbekalan konsumsi.
Sedangkan si kembar memberikan dua kantong bubuk peri.
"Hati-hati dijalan!" Teriak Excel dari kejauhan
Mia melambai-lambaikan tanganya tersenyum ceria dan mulai memasuki daerah perbatasan.
000
Mia sadar tentang bahaya dari tempat ini, itu sebabnya sesekali dia berhenti dan melihat sekitar.
Gadis kecil itu mulai merasakan hawa yang dingin dan menusuk, cahaya matahari terhalang oleh pohon-pohon yang tinggi menjulang.
terdengar suara mengerikan membuat gadis itu berlari dengan cepat, pedang yang ia bawa ia genggam erat.
Sesosok bayangan seram, muncul dari balik pohon di depannya membuatnya menjerit.
"Aaaa!!!"
Bayangan itu mengayunkan tangan besarnya yang menurut Mia lebih cocok disebut cakar.
Mia menghindar lalu gadis itu mendengar suara pohon tumbang.
Gadis itu menghirup nafas dalam-dalam.
Aku harus berani!
Saat tangan besar itu kembali menyerangnya, Mia mengayunkan pedang itu, membuat tangan si bayangan menghilang.
Marah karena anggota tubuhnya yang lain telah tiada, bayangan itu mulai menyerang Mia secara membabi buta.
Gadis kecil itu kewalahan untuk mempertahankan diri. Untungnya Jazz memberikan pertahanan yang cukup kuat untuknya.
Berkali-kali pelindungnya berbenturan dengan "cakar besar" si bayangan, membuat Mia harus terdorong ke belakang.
Gadis kecil itu lalu memutuskan untuk melempar pedang itu tepat kearah muka si bayangan. Dan seketika bayangan itu lenyap dari pandangannya.
Mia lalu berdiri, menepuk debu yang berada di roknya sebelum kembali berjalan.
Semakin masuk ke dalam hutan, semakin gelap pula sekitarnya. Untungnya Gesya memberinya pedang yang sekaligus bisa menjadi penerang disana.
000
Mia memakan buah apel yang ia bawa, dibawah sebuah pohon setelah lelah berjalan.
"Kira-kira kapan ya kamu menetasnya?" tanya Mia kepada telur itu.
Lalu terdengar suara anak kecil menangis, Mia bangkit dari posisinya. Dia kembali menggendong tasnya sambil melihat kearah kanan dan kiri.
"Siapa yang nangis di tengah hutan kayak gini?" pikir Mia
Dia berjalan dengan hati-hati sambil melihat sekeliling.
Mia sadar bahwa dia kini mungkin ada di pusat hutan tersebut.
Suara tangis itu memang sudah berhenti, namun tetap saja rasa penasaran akan "siapa yang menangis tadi" tetap memenuhi pikiran Mia.
Mia lalu menemukan seorang anak kecil, mungkin seumuran dengannya berdiri di bawah sebuah pohon beringin.
"Hei!!" teriak Mia sambil melambaikan tangannya.
Namun anak itu tetap tak bergeming.
Mia setengah berlari mendekat ke arahnya, dari dekat Mia dapat melihat bekas airmata dan kantong mata.
"Jadi kamu ya, yang tadi menangis?" kata Mia.
Anak itu menatap Mia tanpa mengatakan apapun.
"Kamu tuli ya?" kata Mia sambil menggerakkan tangannya. Gadis itu mengira mungkin anak laki-laki di depannya tuli hingga tidak dapat mendengar apapun.
Tapi tetap saja anak itu diam, menatap Mia dengan kedua bola matanya yang layu.
"Huf! Susah kali berkomunikasi denganmu." kata Mia
Tiba-tiba saja dua bayangan besar muncul dibelakang pohon, membuat Mia terkejut.
Tiba-tiba saja anak laki-laki itu menangis tanpa suara.
Mia menundukkan tubuhnya dan anak laki-laki itu (dengan sedikut dorongan di pundak) menghindari cakaran kedua bayangan itu.
Mia lalu dapat melihat tiga bayangan lagi muncul. Membuat dirinya agak takut.
"Hiks hiks hiks...."
Mia menatap anak didepannya, dengan cepat dia mengambil apel di tasnya dan memasukkannya ke dalam rongga mulut bocah itu hingga mulutnya tidak mengeluarkan suara apapun tadi.
Mia menarik tangan bocah itu dan berlari diantara pepohonan dan semak yang menjulang tinggi. Mia sadar kalau kali ini dia benar-benar ketakutan, kelima bayangan yang kini ada di belakang mereka tetap mengejar, bahkan beberapa kali Mia dapat melihat dahan-dahan pohon yang ada tiba-tiba saja berubah menjadi cakar dan hampir melukai mereka, untungnya Mia masih ingat untuk mengayunkan pedang berapi itu untuk memotong apapun yang menghalangi jalan mereka.
Mereka terus belari hingga akhirnya mereka masuk ke dalam lubang di bawah sebuah pohom besar.
Semoga saja mereka tidak melihat kami, batin Mia.
"Kau sakit?" Tanya Mia pada bocah di sampingnga, ia baru menyadari bahwa wajahnya agak pucat dan tangan anak itu yang terasa dingin.
Bocah itu masih diam, kedua bibirnya mengatup.
"Kamu mau makan? Aku masih ada apel." kata Mia sambil menyodorkan buah berwarna merah itu.
"Kenapa kau melakukan ini?" bocah itu akhirnya bersua
"Karena kita teman." sahut Mia
Untuk sesaat bocah itu terdiam lalu mengambil buah yang disodorkan Mia dan menggigitnya.
"Namaku Mia, namamu siapa." tanya Mia
"Aku.... Roy...."
Mia lalu tersenyum lebar
"Senang Bertemu denganmu Roy."
Terdengar suara mengerikan, lalu sepersekian detik kemudian pohon yang menjadi tempat mereka berlindung di tebang.
Mia dan Roy terkejut, dengan cepat mereka berlari.
Namun sayangnya ternyata di depan mereka sudah ada bayangan yang lain, posisi mereka sekarang terkepung.
"Aku akan melawan mereka." kata Mia lalu memberikan tasnya kepada Roy.
"Kau berlindung saja di belakangku." kata Mia sambil mengayunkan pedang yang membara itu kearah cakar-cakar besar yang hampir saja mengenai mereka.
Keempat cakar besar lalu menerjang mereka, untung saja mereka tidak kenapa-napa karena sesaat kemudian pelindung di gelang Mia aktif. Meskipun akhirnya pelindung itu sedikit retak.
Kemudian serangan kedua pun datang.
"Kau dan telur itu harus selamat!" kata Mia sambil mendorong Roy sekuat mungkin hingga bocah itu jauh dari jangkauan serangan mereka.
Mia lalu menghalau serangan yang ada dengan pedangnya. Namun sayangnya serangan itu terlalu kuat untuk anak kecil sepertinya, hingga akhirnya Mia terpental beberapa meter karena serangan yang membuat pelindungnya pecah.
Roy tau dia harus segera membantu Mia, bocah itu lalu mengaduk ngaduk isi tas dan mengambil sebuah kantong kecil yang berisi keterangan.
Bubuk untuk terbang.
Roy lalu menuangkan setengah isinya di tangannya lalu melemparnya keatas hingga semua serbuk itu mengenai badannya.
Roy langsung melesat dengan kecepatan tinggi. Menolong Mia orang yang bertama kali mau menjadi temannya, orang yang pertama kali yang ingin melindunginya.
Roy menarik tangan Mia dan mengajak gadis kecil itu terbang tinggi menghindari serangan yang ada.
"Kau... bisa terbang?" tanya Mia
"Aku dapat ini dari dalam tasmu." kata Roy sambil menunjukkan sebuah kantong kecil lalu mengeluarkan semua isinya diatas kepala Mia sehingga ia kino dapat melayang tanpa pegangan Roy.
"Berikan aku pedangnya." kata Roy lalu melempar tas Mia dan ia menangkapnya.
"Kau mau bertarung?" tanya Mia "Tapi wajahmu pucat, kata ibuku kalau pucat itu tandanya sakit."
"Aku tidak sakit." kata Roy sambil mengambil pedang dari genggaman Mia "Kamu terluka, karna itu kau harus tetap disini." kata Roy sambil menunjukkan lutut dan tangan Mia yang lecet lalu terbang melesat kearah monster bayangan yang kini memanjangkan cakarnya.
Roy dengan gesit menebas cakar bayangan itu, dan tubuh mereka hingga akhirnya lenyap.
Mia tentu saja tercengang dengan kemampuan Roy yang luar biasa.
"Kau hebat!" kata Mia sambil terbang merendah, mendekati Roy.
Sedangkan Roy ngos-ngossan karena lelah, namun begitu mendengar pujian dari Mia rasa lelahnya sedikit hilang.
Hutan yang semula tampak gelap berlahan-lahan sedikit terang, suasana seram yang ada lenyap begitu saja.
Terdengar beberapa kicauan burung dan suara jangkrik, beberapa pohon yang ada mulai berbuah.
"Hutannya jadi berubah!" kata Mia sambil sedikit terbang tinggi menuju ke puncak pohon yang sedang berbuah.
Beberapa burung terbang merendah dan mematuk-matuk sesuatu di tanah.
Roy lalu merentangkan sedikit tangannya lalu seekor burung bertengger di jari telunjuknya.
"Roy! Lihat apa yang kubawa!" kata Mia sambil terbang mendekati Roy dengan tangan penuh dengan buah mangga dan arbei.
Mereka berdua lalu duduk di atas rumput, dan memakan buah hasil petikan Mia.
"Oh ya telur yang kau bawa itu kok besar sekali? Itu bukan telur ayam ya?"tanya Roy
"Itu telur naga." jawab Mia sambil mengeluarkannya dan menunjukkannya pada Roy.
"Eh! Dia bergerak!" kata Roy terkejut, begitu juga dengan Mia.
Telur itu lalu retak dan menampakkan seekor naga yang lucu, mirip dengan boneka naga yang dipajang-pajang di rak toko.
"Dia menetas! Dia menetas!" seru Mia
Naga kecil itu memiliki warna merah menyala dengan iris berwarna kuning keemasan dan pupil besar berwarna hitam.
"Kita harus memberinya nama karena dia sudah menetas." kata Roy
"Hm... kita namakan saja dia Dragon." kata Mia
"Baiklah, mulai sekarang namamu dragon!" kata Roy lalu mengangkan naga kecil itu keatas.
000
Mereka lalu terbang rendah menelusuri hutan, naga kecil itu menghabiskan tiga perempat makanan mereka. Dan kini naga itu ada di gendongan Mia karna belum bisa terbang.
Oh ya efek dari bubuk peri itu cukup lama hingga mereka akhirnya sampai diujung hutan dan menemukan pemandangan lain di mata mereka.
Sebuah sungai yang tidak terlalu besar membatasi hutan hijau di belakang mereka dan hutan berwarna merah-kuning yang ada di depan mereka.
Seekor naga berukuran sedang lalu hadir dihadapan mereka ketika mereka baru masuk ke dalam hutan yang terlihat membara tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top