Sebuah kata maaf
This story belong to me
.
.
.
Written for TDFgeneration event
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
.
Bila ini hanya cobaan kenapa ini terasa sangat berat?
Apa ini yang disebut keadilan?
Memandang siapa yang ia limpahkan kebenaran
Bila aku hanya makhluk yang hina biarkan aku mati disini.
Dengan segala kehormatan pada seluruh nadiku.
Pada akhirnya aku hanya menjadi seseorang yang disebut pengecut.
Aku hanya termenung menatap kosong dinding putih bersih dihadapanku, hatiku serasa sesak dan pilu seakan ada jarum yang menusuk jantungku.
Berbagai hal mampir kepikiranku membuatku terdiam meresapi hening yang menyapaku pelan, semuanya hanya kejadian yang menyakitkan aku tak ingin mengingatnya. Semuanya bagai poros roda yang tiba-tiba terhenti membuat segalanya seakan hancur tanpa sisa, layaknya tak pernah ada.
Kemana semua yang aku perjuangkan selama ini?
Apa ia hilang bersama penghianatan dan kehancuranku? Atau ia tetap bersamaku dalam keadaan sukar ini? Dan jawabannya aku tidak tahu, semuanya hanya serasa awan kelabu berwarna namun tak berarti lagi.
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka tampak adikku satu-satunya mendekatiku lalu mengenggam tanganku erat seakan aku akan menghilang saat ia melepaskanku, entah kenapa tiba-tiba ia menangis membiarkan liquid bening itu jatuh dari pelupuk matanya.
Air matanya membasahi tanganku ingin rasanya ku membelai surainya tapi tanganku tidak bisa bergerak bebas karena infus yang mendiami tanganku, akhirnya aku hanya terdiam membiarkannya terus menangis hingga diantara kami hanya keheningan tanpa sepatah kata yang berarti.
"Akhirnya kau sadar, aku takut kau tidak akan bangun lagi. Aku... Aku... Aku tak mampu kehilanganmu kalau bukan dengan kakak dimana lagi aku harus tinggal? Hanya kakak yang aku punya," katanya seraya menangis terisak-isak.
Aku hanya terdiam tak mampu membalas perkataan adik semata wayangku itu, bibirku serasa dibungkam rapat-rapat.
"Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian."
Akhirnya aku hanya mengatakan kata-kata penenang tanpa arti seperti seulas janji yang dapat ku ingkari, manik mataku hanya menatap lurus manik matanya berusaha meyakinkan gadis dihadapanku agar tidak menangis untukku.
"Semuanya akan baik-baik saja, kita akan cari cara lain untuk masalah itu. Sekarang tidurlah matamu terlihat menyeramkan, berkantong seperti panda hehehe." kataku seraya tertawa tanganku mencubit gemes pipi gadis itu, gadis itu mengangguk lalu tidur dipangkuanku dengan seulas senyum.
"Bagaimana keadaanmu? Apa masih ada yang sakit?.." Tanya seorang pria paruh baya menghampiriku lalu memelukku erat, aku terdiam tidak berusaha membalas pelukan itu.
"Aku baik-baik saja ayah, aku hanya sedikit pusing."
Aku memilih menjawab pertanyaan orang yang selama ini menafkahiku dan adikku Kirana, aku berharap supaya ia tidak khawatir dengan keadaanku walau aku tahu itu tidak mungkin lagi.
"Ella jaga dirimu dan Kirana baik baik, ayah akan pergi ke Surabaya mengurus semuanya, setelah selesai ayah akan kembali." kata ayah membelai suraiku pelan aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban, aku tak mau merepotkan semua orang saat ini.
•••
Hans melangkah keluar dari ruangan yang merawat anak sulungnya dalam diam, hatinya memintanya untuk tetap tinggal tapi tanggung jawab membuatnya harus segera menyelesaikan masalahnya lalu kembali untuk menyelesaikan semuanya. Ia selalu berharap ia mampu mendampingi kedua putrinya hingga mereka tahu dunia ini terlalu kejam untuk mereka.
"Kenapa kau ada disini?" Tanya Hans sinis dihadapannya berdiri seorang wanita yang menghancurkan seluruh hidupnya dan kedua putrinya, Hans berusaha tetap tenang ia tak mau kedua putrinya mengetahui kedatangan wanita sialan itu.
"Tentu saja menjenguk putriku, aku dengar dia dirawat karena penyakitnya. Aku datang untuk menemuinya" balas wanita itu dengan nada angkuh sorot matanya seakan mengatakan dialah yang paling berkuasa. Ingin rasanya Hans merobek mulut buaya wanita yang kini telah menjadi mantan istrinya.
"Anakmu? Hahahaha apa kau sudah gila? Anakmu? Bukankah kau sudah tidak menginginkan mereka? Kau menjilat ludahmu sendiri, mengelikan" balas Hans dengan seulas senyum meremehkan, pria itu akan melindungi apa yang menjadi miliknya tak peduli bila ia harus mati ia tak akan menyerahkan kedua putrinya pada ular yang bisa menjerat siapa saja.
"Kau benar tapi mereka berguna untukku..."
Wanita itu melangkah mendekati Hans lalu berbisik pelan
"Untuk ku jadikan pembantu dirumahku"
Plak
Suara itu terdengar nyaring seakan mengema disepanjang koridor rumah sakit itu, amarah Hans sudah berada diatas ubun-ubun ini pertama kalinya ia menampar seseorang apalagi seorang wanita. Salahkan wanita itu menguras kesabarannya, sesabar apapun dirinya ia tetaplah seorang manusia biasa yang punya batas kesabaran.
"Sekarang kau berani menamparku! Lebih baik kau awasi kedua putrimu itu lagipula tak lama lagi kehancuran akan menghampiri kalian"
Wanita itu melangkah meninggalkan Hans yang masih berdiri ditempat yang sama, tanpa mereka tahu kedua gadis itu mendengarkan pertengkaran mereka dari balik dinding itu namun mereka hanya terdiam tanpa mampu melakukan apapun.
Kirana menangis terisak isak dipangkuan kakaknya sedangkan Ella menenangkan adiknya ia berusaha tegar karena ia tahu masalah yang sebenarnya akan segera muncul tak lama lagi, karena seekor ular sudah mulai bergerak maka mereka harus berhati-hati dalam mengambil tindakan.
Karena ular yang berbisa mampu menangkapmu kapan saja.
Bila kau lengah kau akan hancur digigitnya.
Kemudian kau akan hilang kendali
Lalu mati tanpa bisa membela dirimu sendiri lagi.
Jadi perhatikan sekitarmu dan fokus kendalikan dirimu.
Karena mereka bisa menusukmu dari belakang.
▪•▪•▪
Pada akhirnya aku hanya terdiam
Menunggu segalanya semakin runyam
Aku hanya bisa menanti
Bila sudah saatnya aku akan berhenti percaya bahwa segalanya akan baik baik saja
Kirana masih setia menemaniku hanya dia yang menjagaku selama aku berbaring disini, aku tak tahu kemana perginya orang orang yang dulu menempel kepadaku layaknya lem. Yang jelas mereka akan kembali tak lama lagi.
"Kak, apa kau mau apel? Aku akan mengupaskannya untukmu" tawar Kirana meletakkan buku biologi miliknya, aku hanya mengelengkan kepalaku sebagai jawabannya.
Tak lama pintu berdencit pelan lalu terbuka, muncul beberapa wajah yang ku kenal. Mereka tampak tersenyum lega melihatku masih hidup sampai sekarang tragedi itu membuat mereka nyaris berpikir kalau aku sudah berada disurga.
"Bagaimana keadaanmu Ella? Apa kau sudah merasa lebih baik?" Tanya seorang gadis menyita semua perhatianku hingga tertuju padanya.
"Aku baik-baik saja Alya, mungkin besok aku akan berangkat sekolah"
Ku balas pertanyaannya dengan seulas senyum ramah, mungkin ini yang terbaik diantara kami agar mereka tidak terlalu cemas dengan masalah ini karena masalah ini milikku maka aku sendiri yang harus menyelesaikan.
•••
Keesokan paginya ku bersiap berangkat sekolah, tidak ada yang spesial dari hal tersebut hanya rutinitasku yang membosankan.
Aku menatap jalanan dengan pandangan kosong lalu terdiam sebentar biarkan memori mengalir lembut memenuhi kepalaku, tanganku terulur menyentuh kaca mobil yang terasa dingin karena embun pagi seakan memberitahuku bahwa kenyataan berada dihadapanku.
Sesampainya disekolah aku disambut oleh teman-temanku, mereka memelukku seakan aku akan pergi jauh sekali. Ku balas pelukan mereka sama hangatnya, mereka mengiringi langkahku menuju kelas dengan berceloteh ringan membuat hatiku menghangat.
Saat pelajaran berlangsung tiba-tiba ada seorang pria yang ingin menemuiku membuatku berpikir was-was. Ku amati semua gerak gerik saat sudah saatnya aku menyerangnya dari belakang ia seperti membaca semua pergerakanku, saat itu aku berhasil kabur namun sialnya dia lebih pintar dari yang kukira dia membekapku lalu membawaku kabur dengan mobilnya.
"Target berhasil ditangkap" lapornya lewat ponsel lalu semua berubah gelap gulita dan aku tertidur pulas.
•••
Tak lama kesadaranku pulih tampak sebuah gudang tua menyambut pandanganku, aku terikat disebuah kursi kedua tangan dan kaki tak luput dari jeratan tali itu. Tak lama muncul seseorang yang tak ingin ku temui, wanita sialan yang menghancurkan segalanya. Ia tesenyum angkuh lalu mendekatiku, membelai suraiku lalu pipiku.
"Relax sayang, mama tidak akan menyakitimu kecuali kau memberontak maka tak segan ku lepas raga dan rohmu" katanya memperlihatkan sebilah pisau dari saku bajunya.
Mataku menatap nyalang wanita itu seakan muak melihat wajah wanita sialan itu, dalam benakku hanya mencari cara agar bisa kabur dari ular itu.
"Jadi begini sayang mama mau kau kembali kerumah, lagipula kau tidak akan bahagia bersama ayahmu itu. Kamu anak baikkan? Ikut dengan mama sayang mama akan berikan apapun yang kau ingin. Ingat sayang surga berada dibawah telapak kaki ibu" bujuknya setengah memaksa, aku hanya bisa tertawa dalam hati.
Anak? Bahagia? Surga? Mengelikkan sekali, rasanya aku ingin tertawa terbahak bahak mendengarnya. Hanya manusia tidak tahu malu yang mengatakan hal itu.
"Surga? Bahagia? Mama? Sayang? Jangan bercanda! Setelah apa yang kau lakukan aku ingin aku kembali? Berkacalah! Aku tidak akan kembali! Bukankah kau tidak menginginkanku lagi? Kenapa kau menarik kata katamu? Memalukan" ujarku sinis dan hal itu sukses membuat amarahnya memenuhi ubun-ubunnya.
"Aku yang membesarkanmu! Aku yang merawatmu! Aku yang menyusuimu hingga kau sebesar ini! Apa ini balasanmu untuk semua pengorbananku?" Bentaknya, salah satu tanganya menarik rambutku dengan kasar.
"Dasar anak tidak tahu diri, setelah kau ku besarkan ini balasanmu? Seharusnya aku dari dulu membunuhmu! Seharusnya kau tidak pernah ada didunia ini" teriaknya kesetanan aku hanya tersenyum kecut saat mengetahui hal itu, aku memang tidak pernah diinginkan.
Aku hanya kesalahan takdir, aku tidak seharusnya ada. Aku hanya seorang manusia yang diciptakan dari sebuah kesalahan.
"Kalau aku adalah kesalahan takdir kenapa kau tidak membunuhku sejak dulu? Kenapa kau membesarkanku dengan segala kepalsuan ini? Aku bukan mainanmu yang bisa kau mainkan saat kau kesepian dan kau tinggalkan saat kau bosan"
"Kenapa kau tidak membunuhku? Kenapa kau biarkan aku hidup? Apa aku tak kau inginkan? Apa aku ini hanya kesalahan takdir?"
"Aku anakmu!! Aku darah dagingmu!! Aku buah hatimu!! Aku anugrahmu! Apa aku tidak layak? Apa aku hina? Apa aku berdosa? Hingga kau menganggapku pembawa sial, apa salahku? Padahal aku hanya ingin dicintai olehmu"
"Aku iri dengan orang lain yang selalu bisa berkumpul dengan keluarganya sedangkan aku? Tidak bisa mama selalu pergi, ayah bekerja untuk kita, Kirana dan aku hanya sendirian. Aku ingin kasih sayangmu aku ingin belas kasihmu, aku hanya ingin merasakan dicintai olehmu. Apa aku tidak berhak? Hiks hiks"
Semua hal ku curahkan, aku sudah tidak mampu menahannya lagi. Aku hanya ingin membebaskan semuanya yang ada dihatiku supaya tidak membunuhku perlahan, aku hanya mampu menangis dalam diam. Membiarkan linangan air mata yang telah lama ku pendam tumpah seketika itu juga, aku sudah tak lagi mampu menahannya lebih lama lagi.
Kulihat mama termenung dengan kata-kataku, belum pernah aku sefrontal ini selama ini aku selalu menyembunyikan apa yang kurasakan. Aku selalu bersembunyi dari kenyataan yang ada, tapi kali ini aku tidak akan melarikan diri karena sudah saatnya melimpahkan segalanya.
Plak
Sebuah tamparan mendarat dipipi kananku, ku tatap dirinya yang tersenyum beringas. Aku tahu dia berniat membunuhku sekarang, aku hanya pasrah saat tamparan, pukulan dan tendangan mengenai tubuh mungilku.
Aku tak peduli lagi karena pada akhirnya seorang gadis bernama Elizabeth Gabriella Roulett meninggal ditangan ibunya sendiri.
Ku pejamkan mataku pasrah tiba-tiba bunyi sirene mobil polisi terdengar sampai ditelingaku, dalam hati aku bersyukur aku tidak mati saat itu juga. Kulihat mama kebingungan mencari jalan keluar karena hampir seluruh sudut ruangan ini dikepung oleh polisi, ku lihat mama berusaha memberontak saat polisi berusaha memborgol tangannya.
Kak Rei dan Kirana berlari menghampiriku melepaskan taliku lalu membantuku berdiri, Kirana melesat mencari tim medis sedangkan Kak Rei menjagaku disini.
Aku hanya menatap mobil polisi yang melaju membawa mama pergi dalam diam. Tak ada yang ingin ku lakukan semua tubuhku serasa remuk, tak lama tenaga medis menghampiriku lalu mengobatiku. Ayah memintaku untuk beristirahat karena esok hari aku akan menghadiri persidangan mama.
•••
Keesokan paginya aku menghadiri persidangan bersama ayah, Kirana dan Kak Rei yang resmi menjadi kakakku saat ini. Setelah 1 jam perdebatan antara pengacara milikku dan milik mama akhirnya dewan agung menjatuhi hukuman agar mama dipenjara selama 10 tahun dan membayar denda 50 juta, saat persidangan selesai aku tidak beranjak dari tempatku duduk ku perhatikan mama yang digiring polisi menuju penjara.
Kak Rei yang berada tak jauh dariku menghampiriku lalu mengelus suraiku pelan, sontak aku mendongak menatap wajah kakak angkatku itu.
"Apa kau akan memaafkan mama? Apa kau mampu memberinya kesempatan kedua?" Tanyanya membuatku terdiam sesaat, lalu mengelengkan kepalaku.
"Apa yang Ella tahu soal maaf? Apa dia hanya sebuah kata? Atau dia adalah sebuah awal dari hidup yang baru?" Tanyanya padaku, ku paksa otakku untuk berpikir namun aku tidak menemukan jawabannya.
Lalu aku mengelenggkan kepalaku tanda aku tak mengerti sedangkan Kak Rei hanya tertawa pelan.
"Kau tahu Ella? Bahwa kata maaf bukan hanya kata biasa. Dia bisa berarti banyak hal salah satunya adalah melupakan segalanya lalu memulai yang baru"
"Maaf memang sebuah kata yang sederhana namun semua itu mempunyai arti yang kuat, apa kau bisa memaafkan adikku? Apa kau mampu melupakan segalanya lalu menerimanya kembali? Itu semua pilihanmu" katanya lalu melangkah meninggalkanku pergi.
Tiba-tiba langkahnya terhenti, ia memutar tubuhnya lalu tersenyum lembut kearahku.
"Aku tahu bahwa kau akan memaafkan karena kau bukan seorang pendendamkan Ella" katanya lalu kembali melangkah pergi.
Jantungku serasa dipompa dengan cepat, nadiku serasa didorong dengan cepat. Aku tahu bahwa ini bukan yang pertama kalinya, aku tak mampu hidup lebih lama lagi.
Penyakit ini sudah lama mengerogoti tubuhku tapi tak ada seorang pun yang tahu karena aku tak ingin mereka menangis lagi. Maka aku sudah memutuskan bahwa apa yang saat ini akan ku jalani bukanlah kesalahan tapi sebuah awal tentang hal baru yang menjadi pelajaran hidupku.
Maaf
Kata sederhana yang bermakna dalam
Karena memaafkan tidak semudah memutar telapak tangan.
Maaf itu
Simbol dari sebuah keteguhan hati bahwa dendam tak akan membuat hatimu damai.
Berdamai bukanlah hal yang mudah
Tapi bukankah segala sesuatu yang sulit akan dipermudah bila kita memang ingin menjalaninya.
Maaf
Terimakasih.
Selamat tinggal.
Hanya kata dari ribuaan kata yang tersirat bahwa aku menyayangimu selalu.
▪•▪•▪
Memaafkan memang bukanlah hal yang mudah.
Kadang maaf terasa berat untuk diucapkan.
Memaaafkan berarti melupakan segalanya dan memulai semuanya tanpa dendam.
Kini aku hanya mampu terdiam
Menerima semuanya karena maaf adalah hal yang paling indah.
Ku tatap wanita yang dulu membawaku lahir dalam dunia ini merawatku hingga aku tahu bahwa hidup ini tak seindah bunga lavender di padang rumput, walau ia tak lagi menginginkanku biarkan dia hidup dengan jalannya sendiri.
Aku bukan pendendam aku hanya ingin memaafkan lalu melupakan segalanya, aku ingin hidup damai tanpa adanya penyesalan.
Bukankah mereka yang bersalah berhak mendapatkan kesempatan kedua? Berikan pada mereka selama mereka bisa berubah, kenapa tidak?
"Mama aku baik-baik saja tanpamu jalani hidupmu seperti yang selama ini kau inginkan, aku tidak membencimu aku hanya ingin hidupku damai sampai batas napasku"
Ku lihat wajahnya memerah linangan air mata tampak dipelupuk matanya siap untuk jatuh kapan saja, ia menangis terisak isak mendengar betapa aku tulus memaafkannya. Ku belai rambutnya pelan ku rasakan halusnya surainya untuk terakhir kalinya, karena memang waktuku tak lama lagi saatnya sudah tiba aku akan menghilang.
"Maafkan mama, mama belum bisa jadi ibu yang baik untukmu. Maafkan mama karena mama tak bisa lagi menemanimu, maafkan mama karena mama pernah membuatmu hancur. Maafkan mama karena tidak pernah peduli padamu, aku sosok ibu yang menyedihkan membuang anaknya tapi setelah menerima balasannya mengemis sebuah maaf. Aku memang memalukan" katanya seraya menangis tersedu-sedu, linangan air mata membasahi rok putih miliknya tangannya meremas rok miliknya hingga kusut.
Ingin rasanya ku memeluknya lalu menenangkannya tapi aku tak mampu, aku hanya mampu melihatnya menangis dihadapanku.
"Aku sudah memaafkan mama, mama adalah orang yang hebat. Mama adalah malaikat untukku walau luka yang kau berikan menyiksaku, selama ini aku dibesarkan olehmu. Aku memaafkanmu"
Ku balas perkataannya dengan nada penenang bahwa aku memang tidak membencinya, memang luka ini terasa perih saat ku coba mengingatnya tapi bukankah ini lebih baik.
Dendam bukan hal yang indah hanya membawa kesedihan dan merusak segalanya, cukup sampai disini saja biarkan semuanya berlalu tanpa perlu mendendam lagi. Manik mataku menatap lurus manik miliknya mengatakan bahwa aku tidak membenci tapi aku sungguh menyayanginya.
Meninggalkan semuanya dengan segala kepastian dan kebahagiaan yang abadi, aku tersenyum merasa bahwa aku akan pergi tanpa beban tanpa ada yang harus aku khawatirkan.
Kirana sudah beranjak dewasa, ayah mulai menemukan hidupnya yang baru bersama Kirana dan kakak angkatku Rei dan saat ini aku memberikan kebebasan untuk mama menentukan hidupnya. Tugasku selesai waktuku memang tidak banyak, rasa bahagia ini cukup membuncang dadaku.
"Mama, jangan menangis semua akan baik-baik saja mama akan menemukan jalan hidup mama yang baru dan mama akan berubah menjadi wanita yang baru menjadi seseorang yang penuh belas kasih dan cinta. Aku menyayangimu selalu"
Setelah mengucapkan salam perpisahan aku melangkah keluar dengan ringan, waktu tak banyak ku berhentikan taksi lalu menuju rumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit tubuhku tak lagi mampu berdiri, aku terjatuh dipintu masuk ruang rawatku. Napasku terasa pendek aku hanya bisa tersenyum, waktunya telah tiba aku akan pergi.
Terimakasih ayah sudah menafkahiku dan memberikanku nasihat.
Terimakasih mama sudah melahirkanku dan membesarkanku hingga aku menjadi dewasa.
Terimakasih Kirana sudah menemaniku dalam suka dan duka selalu berharap aku ada disampingmu selamanya.
Terimakasih Kak Rei sudah memberiku dorongan bahwa maaf itu adalah hal yang indah.
Terimakasih Tuhan kau sudah memberikan kehidupan ini untukku walau hanya sementara tapi aku mensyukurinya.
Terimakasih Tuhan karena aku akan kembali menuju rumahku yang dulu.
Aku pulang Tuhan terimalah uluran tanganku dan angkatlah aku untuk duduk disampingmu.
Terimakasih untuk kehidupan ini yang mengajarkanku bahwa sebuah kata maaf bukanlah sebuah kata yang ingin menunjukkan seberapa baiknya kita, tapi agar kita mengerti bahwa maaf adalah sebuah kata yang diucapkan agar hidup ini damai hingga akhir hayat.
Terimakasih pada sebuah kata maaf kau mengajarkan padaku bahwa semuanya layak mendapatkan maaf walau itu hal terberat sekalipun.
The End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top