(Lima)
Sebelum baca, tekan bintang ya.
***
Warning : 21+
Kirana sudah bangun pagi-pagi sekali ketika tidurnya terganggu oleh rasa dingin dan suara kokok ayam hutan. Taduh masih bergelut dalam mimpi, tubuhnya meringkuk kedinginan.
Kirana takkan melupakan jasa Taduh, bagaimanapun dia sudah berhutang budi pada laki-laki itu. Masih seperti kemaren, kakinya masih mati rasa, pinggang kebawah tak bisa di gerakkan sama sekali, namun kali ini Kirana mulai bisa menerima kenyataan, setelah Taduh menjanjikan kesembuhan padanya.
Taduh tiba-tiba mengerang kecil, meregangkan otot liatnya sambil membuka mata. Dia melihat Kirana sekilas, ketika dipastikannya gadis itu dalam keadaan baik, Taduh kembali menunjukkan wajah tak pedulinya.
"Taduh, aku ingin duduk," ucap Kirana, tubuhnya mulai sakit dan kaku karena terlalu lama berbaring.
Taduh bangkit, mencuci mukanya terlebih dahulu, perlahan dia mendekati dipan kayu Kirana, menyelipkan satu lengannya di ketiak kirana dan satu lengan lagi di lipatan lutut gadis itu, kemudian Kirana di dudukkan bersandar ke dinding dekat dipan kayu.
*****
Matahari sudah mulai merangkak naik, Taduh sibuk meniup api tungku yang hampir mati, saat ini dia membuat makanan yang Kirana tak tau apa namanya. Pria itu betah dengan kebisuannya, atau mungkin kepribadian orang pedalaman memang seperti itu. Kirana tidak pernah mengetahuinya. Semua ini sangat bertolak belakang dengan hidupnya yang sebenarnya.
"Taduh, aku ingin berjemur, " kata Kirana pelan.
Dia harus bersabar karena dia bergantung kepada Taduh, laki-laki itu memang tak banyak bicara tapi dia takkan menolak untuk menolong.
Taduh mendekati Kirana, wajah dingin, datar, dan dingin. Dia menggendong wanita berkulit putih itu dengan enteng, Kirana melingkarkan tangannya di leher Taduh, posisi yang begitu dekat tapi tidak berpengaruh kepada Taduh sama sekali.
Sejenak Kirana mengamati suami primitifnya, Taduh cukup tampan dengan wajah bersih dan rambut gondrong lurus sebahunya. Hidungnya mancung, mata agak sipit, bibirnya tipis dan penuh, dia adalah gambaran lelaki sejati yang terlihat sangat gagah.
Kirana tak tau di pedalaman apa dia berada sekarang karena Taduh tak pernah menjelaskan, disamping bahasa Indonesianya yang kacau dia juga tampak tak ingin tau tentang Kirana, Kirana menilai Taduh adalah tipe yang susah didekati, melihat pembawaannya yang kaku, cuek dan ketus.
Kirana didudukkan di sebuah bangku yang terbuat dari kayu, bangku itu menghadap ke pancuran kecil yang terbuat dari bambu, dikelilingi pohon- pohon besar dan semak belukar.
Taduh mengangkat kedua kaki Kirana, yang membuat Kirana terkesiap kaget adalah saat dengan santainya Taduh menyingkap kain dan mengamati luka yang mulai mengering.
Hebatnya tak sedikitpun Taduh tertarik melirik bagian-bagian yang lain yang sangat pribadi Kirana, matanya fokus pada luka di pinggang gadis itu, Kirana mengumpat saat jari kasar Taduh meraba kulit di atas pinggangnya, detak jantung sialan yang tidak bisa bekerjasama.
Bahkan Taduh saja terlihat santai, tak peduli, tak ada binar aneh di matanya. Terkadang Kirana mengira laki-laki itu tidak normal, apakah di pedalaman ada juga lelaki penyuka sesama jenis? Kirana bergidik membayangkannya.
"Kau harus mandi," ucap taduh, itu adalah sebuah perintah, Kirana setuju dengan perintah itu, yang tidak disetujuinya dia akan dimandikan seperti bayi baru lahir dan menunggu tangan kasar Taduh menyentuhnya walaupun untuk membersihkan tubuhnya.
Kirana tertawa miris, bahkan Richard pun tak pernah menyentuhnya sembarangan, tapi lihat lah Taduh! laki-laki itu tak ada apa-apanya dibanding Richard, tapi dia memperlakukan Kirana seperti seekor anak kucing, tangannya tanpa permisi sering singgah di bagian yang membuat Kirana mengumpat dalam hati.
Untung saja Taduh tidak normal, itu anggapan Kirana.
***
Di karya karsa sudah tamat.
Ramaikan komen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top