(Dua Puluh Tujuh).kbm

Pagi-pagi sekali, Taduh dan Kirana sudah berkemas. Ibu Taduh terlihat sangat sedih, ayahnya berusaha memberi pengertian. Taduh hanya bersikap datar melihat suasana di pondok itu.

"Ibu, aku tidak kemana-mana, ibu menangisiku seolah-olah aku akan pergi merantau jauh."

"Anakku, kau tak mengerti, kau akan mengerti jika sudah menjadi orang tua." Ibu Taduh mengusap air matanya dengan ujung selendangnya. Kirana menenangkan ibu Taduh dengan cara mengusap bahunya lembut.

"Ibu dan ayah bisa berkunjung kapan saja, pondokku tidak jauh dari sini," hibur Taduh. Dia memeluk ibunya, menenangkan kegelisahan orang tuanya itu.

                      *****
Kirana mengamati pondok mereka dulu, semak mulai tumbuh subur di sekeliling, ada lumut yang mulai menjalar di dinding bambu. Pantas saja, karena pondok sudah ditinggalkan cukup lama.

Kirana tersenyum senang saat melihat jagung mulai berbuah, beberapa tanaman pokok pun tumbuh subur, ada tomat, cabe dan labu.

Hidup di hutan bukanlah hal yang berat baginya, dia menyukai alam dan sebuah suasana baru. Apalagi berdua dengan Taduh, semua itu lebih dari cukup.

Kirana duduk di bangku bambu menghadap ke pancuran tempat mandi. Di sinilah kisah cintanya dengan Taduh dimulai, sampai saat ini dia tak pernah menyesali keputusannya.

"Kau pasti lelah, karena kita berjalan selama setengah jam." Taduh mengangkat kaki Kirana ke pangkuannya, memijit berlahan betis putih itu.

"Aku sangat bahagia hidup di sini denganmu."

"Apa kau takkan menyesali keputusanmu?"

Kirana tersenyum hangat. "Sku sudah mengatakan berulang kali, aku takkan pernah menyesalinya, aku sangat bahagia." Kirana mengusap pipi Taduh dengan sayang, Taduh tersenyum.

"Bagaimana dengan Richard?"

"Kita tidak usah memikirkan yang lain sekarang ini!" Kirana bersandar di dada Taduh, memejamkan matanya menikmati hangatnya mentari pagi.

"Kirana,"

"Hmmm?"

"Apa kau bahagia?" Tanya taduh dengan suara beratnya, dia terkadang merasa tak yakin Kirana akan bahagia hidup bersamanya. Kirana mengangkat wajahnya, mata berbulu lentik itu mengerjap, matahari pagi menembus bola matanya menghasilkan kilauan seperti perak yang sangat indah.

"Sangat, tak bisa dijabarkan betapa bahagianya aku saat ini."

Taduh mengusap rambut panjang Kirana yang tergerai. Mengelus pipi mulusnya dengan jari-jarinya yang kasar.

"Kau seperti bidadari, sangat cantik."

Kirana tersenyum, pujian itu sangat membuatnya bangga. Taduh adalah laki-laki yang jujur dalam segala hal. Dia tau bahwa semua orang menilainya cantik. Tapi karena pujian itu berasal dari Taduh, rasanya agak berbeda.

"Kau juga tampan."

"Lebih tampan mana dari pada mantan tunanganmu?"

"Tentu saja lebih tampan dirimu."

"Walaupun kulitku gelap dan kasar?" Taduh membandingkan tangannya dengan tangan Kirana, seperti siang dan malam.

"Kau tau sebuah hasil penelitian?"

"Apa itu penelitian?"

Kirana baru sadar, laki-lakinya ini mana tau dengan hal seperti itu.

"Sejenis pengamatan teruji secara akurat untuk mencari kebenaran dalam suatu permasalahan."

"Aku tak mengerti." Taduh menggeleng bingung.

Kirana beranjak dari rebahannya, duduk lurus menghadap ke arah suaminya. "Hmmm ... semacam pengamatan."

"Lalu?"

"Kulit gelap terkadang memiliki keistimewaan sendiri."

"Istimewa itu apa?"

Kirana menggaruk kepalanya, dia tak punya bahasa yang lebih sederhana lagi.

"Istimewa itu semacam kelebihan."

"Kelebihan warna kulit." Taduh tersenyuum samar, memamerkan lesung pipi yang jarang terlihat.

"Bukan, laki-laki berkulit gelap terkadang memiliki libido berlebih."

"Libido?" Taduh semakin mengerutkan keningnya. Kirana tidak bisa menjabarkan lebih banyak. Dia menyentuh dada bidang Taduh dengan ujung jarinya dan membuat Taduh terkesiap.

Dengan tangkas, Taduh meraup Kirana dan menggendong masuk ke dalam pondok. Jadi itu yang libido, Taduh mengerti sekarang, dia butuh penyelesaian saat ini juga.

                        *****
Di tempat berbeda, Richard terbaring di rumah sakit, dia sudah sadar namun ada masalah dengan matanya. Mata kirinya tidak bisa melihat, kemungkinan akan sembuh total sangat kecil karena kepalanya kena  benturan dan saat kejadian, pecahan kaca mobil masuk menembus matanya.

Ibu Richard menangis melihat kondisi anaknya. Sudah tiga hari pria tampan itu hanya diam.

Keluarga Richard berencana akan membawa anaknya ke Singapura, mengobati dan mencari donor mata untuk Richard. Pada dasarnya ibu Richard sudah mengetahui apa yang terjadi dengan hubungan Kirana dengan anaknya, karena sebelum kecelakaan mereka sempat berkomunikasi lewat telpon.

Mami Kirana juga sudah tau, dan menyampaikan maaf yang sebesar- besarnya kepada keluarga Richard atas apa yang telah terjadi.

Semuanya tak bisa diperbaiki lagi, selama dua hari ini, mami Kirana lebih memilih mengurung diri di rumah, untuk menghindari pertanyaan wartawan yang haus gosip.

Kondisi perusahaan juga tidak stabil, banyak penanam saham menarik lagi investasinya karena buruknya citra Kirana di mata publik saat ini. Kerugian yang cukup besar bagi kedua belah pihak.

Tapi mami Kirana sangat mengenal anaknya, dia adalah wanita cerdas dan sangat teliti, selalu berfikir matang setiap mengambil keputusan. Dan sekarang keluarga Kirana hanya bertugas menunggu, menunggu waktu Kirana menjelaskan dengan mulutnya sendiri.

                   ***
Bab lengkap dan tamat ada di Karya Karsa  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top