(Dua Puluh Lima)KBM. b

Taduh berlari ke arah pintu saat mendengar bel ditekan tidak sabaran. Secercah harapan timbul di hati Taduh, tiga hari dia gelisah dan takut, dia berharap Kirana lah yang berada di balik pintu itu.

Benar saja, wajah itu milik Kirana, wanita yang ditunggu kehadirannya dengan perasaan kalut.

"Apa yang terjadi padamu?" Taduh mendekap tubuh Kirana, dia terlihat kacau, wajah pucat, tubuh penuh luka dan beberapa perban menempel di sana.

"Ceritanya panjang, kita tak punya waktu, kita harus melarikan diri dari kota ini." Kirana bergegas masuk ke dalam kamar dan diikuti Taduh di belakangnya.

"Aku bantu membereskan barangmu."

Taduh tak bertanya banyak, dia membantu sebisanya.

"Bawa aku kepedalaman! di sana lebih aman, demi bayi kita," ucap Kirana sambil mengganti bajunya, mencepol rambutnya asal, dan memakai kacamata hitamnya.

Taduh menghentikan aktifitasnya, ketika mendengat kata bayi disebutkan, "bayi kita? Maksudmu kau hamil?" Taduh bertanya penuh harap.

"Iya." Kirana tersenyum.

Mata Taduh langsung berbinar bahagia, tak pernah terbayangkan olehnya dia akan menjadi seorang ayah dalam waktu sedapat ini, dia memeluk Kirana penuh syukur.

"Aku sangat bahagia."

"Ayo cepat Taduh! Kita tak punya waktu, kita tak punya waktu banyak. Seseorang akan membunuhmu dan anak kita jika kita tak cepat melarikan diri." Kirana melepaskan diri perlahan, memadu Kasih dan menumpahkan rindu bukanlah waktu yang tepat saat ini.

Kirana menyeret koper besar berisi barang barang yang dibutuhkan. Taduh berusaha menahan diri untuk tidak bertanya. Dia hanya mengikuti segala perintah istrinya itu.
                    
                             *****
Sebelum pergi meninggalkan kota, Kirana sempat menelpon orang tuanya bahwa dia pergi ke suatu tempat untuk beberapa bulan kedepan. Kirana belum menceritakan apa yang terjadi padanya, ataupun permasalahan dengan Richard. Sebelum maminya bertanya lebih banyak, Kirana sudah mengakiri sambungan telpon.

Sekarang mereka sudah berada di bandara, perjalanan ke pinggiran kota di perbatasan akan lebih cepat dengan pesawat dari pada menempuh jalan darat dan laut.

Ketika naik pesawat, Taduh terlihat takut, keringat sebesar jangung keluar dari keningnya. Kirana berusaha menghibur dan mengalihkan perhatian Taduh pada hal-hal yang membuatnya bahagia.

"Kita akan punya anak." Kirana menyandarkan kepalanya di bahu Taduh.

"Aku sangat bahagia mendengarnya," jawab Taduh singkat, mencium puncak kepala istrinya yang kacau dan kelelahan. Dia melanjutkan,
"apa yang terjadi denganmu tiga hari ini?"

Kirana menghela nafas pelan, wajah pucat itu terlihat menerawang. "Aku disekap Richard, hampir diperkosa, untungnya bayi kita menyelamatkan ku, ketika dia mau memulai aksinya, aku jatuh pingsan." Mata Kirana menerawang kepada kejadian yang sangat menyakitkan itu. Sedangkan Taruh mengetatkan rahangnya menahan geram, ke dua tangannya terkepal kuat. Matanya berapi-api, tapi dia mencoba untuk mendengar lebih lanjut.

"Richard memanggil dokter untuk memeriksaku, di sanalah Richard tau, bahwa aku pingsan karena kekurangan asupan gizi dan kelelahan padahal dalam kondisi hamil muda."

"Akan ku habisi laki-laki itu." Taduh semakin mengepalkan tangannya marah.

"Sudahlah! sekarang yang terpenting kita sudah selamat." Kirana mengusap lengan Taduh. Membuat otot Taduh sedikit mengendur.

"Kenapa tubuhmu penuh luka?"

"Saat dia tau aku hamil, dia marah besar, dan berniat mengeluarkan bayi kita secara paksa, kondisinya saat menyetir sangat tidak stabil dan terjadilah kecelakaan tunggal, untungnya aku selamat, Richard kutinggalkan dalam keadaan pingsan, tapi  kemungkinan besar dia masih hidup, dia sangat berbahaya dan akan melakukan apa saja untuk membalas dendam."

"Maafkan aku! tak berbuat apa-apa padamu." Wajah Taduh penuh penyesalan.

"Sudahlah! semua sudah terjadi, resiko cinta kita tidak mudah."

Taduh tidak menanggapi, dia sangat menyesali dirinya yang hanya berdiam diri di rumah, saat istrinya berjuang untuk hidup di luar sana.

"Istirahatlah! kau terlihat kelelahan." Taduh mengusap rambut Kirana, begitu berat perjuangan yang mereka lalui, tapi semua akan terbayar manis dengan adanya bayi di antara mereka.

Taduh menghela nafas, hatinya menghangat. Bayi? Seumur hidup dia tak pernah berfikir untuk menikah, apa lagi memiliki anak, tapi semua terjadi begitu saja. Kirana hadir dalam hidupnya, mengajarkan arti sebuah cinta yang belum pernah dirasakannya.

Kalau bayi itu lahir, seperti apakah wajahnya? Taduh tersenyum, dia adalah pemuda pedalaman, berkulit eksotik, bermata sipit dan berambut lurus, istrinya itu berdarah campuran, kulit putih seperti orang eropa, hidung mancung dan mata besar. Apakah bayinya akan mirip dengan Kirana? Kalau iya betapa cantik dan gantengnya anak mereka nanti. Atau malah mirip dengan Taduh? Taduh benar-benar tak sabar menunggu beberapa bulan kedepan.

Taduh mengamati wajah istrinya yang sudah tertidur, wanita ini tak bisa dilukiskan bagaimana dia, dia wanita yang berani, kuat dan punya semangat yang menggebu. Di awal pertemuan, Taduh sangat tak menyukainya, dia paling anti dengan wanita yang memiliki sifat mendominasi, karena di pedalaman, martababat wanita agak rendah di banding laki-laki, mereka dididik untuk patuh, jadi pendengar dan tak berhak mengambil keputusan. Jika ada wanita yang bersifat membangkang, dia akan diungsikan selama beberapa waktu oleh tetua adat.

Taduh mengelus pipi Kirana dengan jarinya yang kasar. Hati wanita itu lebih cantik dari wajahnya, selama hidup di pedalaman, tak sedikitpun dia mengeluh, dia tidur di kasur keras, memakai pakaian seadanya, mandi di pancuran bambu, makan makanan yang dimakan Taduh. Tak sedikitpun Kirana mencaci pondok kecil miliknya, dia malah seperti sedang pergi liburan, tertawa sesukanya dan bermain sepuasnya.

Lihatlah sekarang! wanita sempurna itu ingin hidup bersamanya di pedalaman, meninggalkan semua kemewahannya selama ini. Lebih memilih cintanya dan kebahagiaannya. Taduh berjanji, akan membahagiakan Kirana seumur hidupnya, melindunginya dengan nyawanya.

Setitik air mata haru jatuh dari sudut matanya. Tuhan selalu punya kejutan yang indah untuknya, supaya dia lebih banyak bersyukur.

***
Di karya karsa tamat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top