(Dua)

Seorang pemuda gagah, berkulit coklat eksotis, bertubuh kekar betotot menandakan dia adalah laki-laki yang kuat dan tangkas, rambut panjang sebahu membingkai wajah tampan yang terkesan jantan dan berani. Pria itu bernama Taduh, salah satu pemuda andalan di pedalaman, dia terkenal kuat, cerdas dan tegas.

Saat ini Taduh sedang memeriksa jala yang dipasang di hilir sungai. Seperti dugaannya, banjir sudah menggagalkan usaha menangkap ikan. Taduh mencari sisa-sisa jala yang di ikatkan salah satu sisinya di pohon besar.

Baru saja Taduh ingin meninggalkan tempat itu, sebuah benda mencurigakan terlihat olehnya tersangkut di antara bebatuan sungai, benda yang menyerupai tubuh manusia, tanpa pikir panjang Taduh berjalan masuk ke dalam sungai yang airnya masih keruh.

Taduh meneliti secara seksama, benar saja sosok itu adalah manusia lebih tepatnya seorang wanita, karena dilihat dari bentuk fisik yang sudah tak mengenakan satu helai benang pun. Taduh yakin wanita ini diseret oleh banjir bandang yang mengalir melewati sungai pedalaman dan entah berasal dari mana. Wajahnya tertutup lumpur, kulitnya sudah mengeriput dan sangat pucat, Taduh tidak yakin apakah wanita itu masih hidup atau sudah mati. Dengan perlahan Taduh mengangkat tubuh yang tak lain adalah milik Kirana, lalu membaringkannya di semak-semak.

Taduh memeriksa denyut nadinya, ajaib wanita itu masih hidup, walaupun denyut nadinya sangat lemah, terlambat sedikit saja mungkin dia sudah tewas.

Wanita itu terlihat mengenaskan, terdapat banyak luka dan memar di sekujur tubuhnya. Belum lagi potongan ranting bambu kecil menancap di beberapa bagian . Taduh tak punya pilihan lain, dari kecil dia didik untuk menjadi laki-laki jantan dan selalu memberikan pertolongan tanpa pandang bulu.

Taduh melepaskan ikat kepalanya, kain lusuh tersebut memiliki lebar yang cukup luas untuk menutup tubuh penuh luka itu, walaupun yang tertutupi dibagian yang sangat penting saja. Beberapa lama berjalan, Taduh hampir sampai di pondoknya, ibunya tergopoh-gopoh menghampiri di ikuti oleh beberapa orang yang melihat penasaran.

"Ibu! tolong bersihkan wanita ini! dia sekarat, kita harus memberi pertolongan segera, lebih baik mengurus orang hidup dari pada mengurus mayat," ucapnya dingin, keras, dan tak terbantahkan.

Ibu Taduh segera memberi perintah kepada beberapa orang wanita muda untuk membantunya.

                    *****

Tiga hari berlalu, di sini Taduh sekarang, di tempat yang dikucilkan dari pemukiman. Dia merasa kesal kepada tetua adat, bagaimana bisa para tetua adat menghukumnya gara- gara membawa wanita asing ke pemukiman. Sukunya sama sekali tak mau menerima orang luar, dan akhirnya dia diungsikan bersama wanita itu.

Taduh melirik wanita itu, sudah tiga hari dia belum juga sadarkan diri. Kabar baiknya lukanya mulai mengering dan kulitnya sudah mulai memerah bertanda kondisinya mulai membaik.

Taduh mengurus sendiri wanita itu, meneteskan air kemulutnya di waktu- waktu tertentu, membersihkan tubuh dan merawat lukanya.

Taduh masih ingat, beberapa saat wanita itu selesai diobati, para tetua adat datang ke pondoknya, memberikan ultimatum supaya Taduh mengembalikannya ketempat semula. Mana mungkin taduh tega melakukannya, bahkan dia akan menyelamatkan seekor anak anjing sekalipun.

Dia dihukum di sini, di pondok terasing di tengah hutan. Setelah dia dipaksa menikah dengan wanita pingsan itu secara adat.

Para tetua memberikannya kesempatan, jika suatu saat dia sudah mengembalikan wanita tersebut maka dia akan diterima kembali di pedalaman.

Taduh sedang berusaha menghangatkan badan di depan tungku sederhana dapur pondoknya, suasana malam dingin mencekam, suara jangkrik dan binatang hutan saling bersahutan. Taduh sudah melilit tubuh wanita tak bernama itu dengan selimut sederhana, sedangkan dia mencari kehangatan sendiri di perapian.

Saat Taduh berniat merebahkan tubuhnya, dia menangkap pergerakan kecil wanita itu, dia meringis dan membuka matanya perlahan. Bertemu pandang dengan Taduh, Taduh bernafas lega, setidaknya dia mulai memberikan harapan padanya untuk kembali ke pedalaman. Belum ada ucapan sepatah kata pun dari mulut mereka karena Kirana sibuk mencerna semua yang ada di sekitarnya.

***
Tinggalkan jejek berupa vote dan komen

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top