1.Once upon a time...
Cuma republish sebelum buka po lagi wkwk
***
TANGANKU masih nyut-nyutan setelah memuaskan rasa kesal pada mantan pacarku. Seharusnya, tadi kupukul saja dia dengan kayu, jadi tanganku tidak akan ikut menderita. Dasar sialan. Semoga saja hidungnya benar-benar patah dan tidak akan tumbuh lagi.
Mengambil amplop tebal dari saku blazer, aku lalu mengeluarkan isinya dan mulai menghitung sisa uang taruhan yang Donny menangkan karena berhasil berpacaran denganku lebih dari dua minggu. Hanya karena kebiasaanku yang cuma bisa menjalin hubungan selama dua minggu atau kurang, menurut cowok-cowok berengsek itu aku patut dijadikan sebagai objek taruhan. Yang mereka tidak tahu adalah aku mengetahui rencana mereka dan bersumpah akan membuat hidupnya seperti di dalam neraka selama berpacaran denganku.
Satu, dua, tiga, empat, li—
Ah, sialan! Sekarang rasanya sakit di tanganku jadi tidak sepadan. Harusnya kurebut langsung uang ini saat dia baru menerimanya tadi pagi, lalu kutendang testikelnya sekalian, jadi aku tidak perlu merasakan tangannya menggerayang di tubuhku lebih lama.
Mengibas-kibaskan tanganku yang masih basah, aku berjalan keluar dari toilet. Tapi baru selangkah melewati pintu, aku langsung menabrak sesuatu dan jatuh.
Great! Sekarang bukan hanya tangan yang sakit, tapi pantatku juga.
Mendongakkan kepala hendak memaki sesuatu yang kutabrak, bukan tembok yang aku temukan, aku malah bertatap muka dengan si Yeti a.k.a Jeha. Dia memicingkan mata menatapku di balik kacamata besar dan jeleknya itu.
Aku mengulurkan tangan ke arahnya. "Bantu gue berdiri."
"Ngapain kamu di sini?" Dia balik bertanya, mengabaikan tanganku yang terulur.
"Erm .... Buang air? Itu, kan, yang biasanya dilakuin seseorang kalau ke toilet?"
"Di toilet cowok?" Salah satu alisnya naik, keluar dari balik frame hitam tebal kacamatanya.
Apa aku sudah bilang kalau kacamatanya sangat jelek?
"Toilet cewek penuh, jadi kenapa nggak ke sini aja yang sepi." Mengangkat bahu tak acuh, aku memberinya senyum termanis. "Ayo, bantu gue berdiri!" Aku menggerak-gerakkan tangan yang masih terulur padanya.
"Bangun saja sendiri. Cacat juga nggak, kan?" Tanpa banyak kata lagi, dia berjalan melewatiku.
Dasar cowok rese!
Aku tidak mengerti apa masalah cowok itu denganku. Rasanya aku tidak pernah mencari masalah dengannya, tetapi aku merasa dia mempunyai alergi khusus terhadapku. Sementara cowok-cowok mesum lain lebih memilih bicara pada ujung beha yang mengintip dari balik kemejaku—yang dua kancing atasnya terbuka.
Jeha tidak pernah lupa memicingkan mata sebalnya ke wajahku. Dia bukan hanya tidak tertarik dengan ujung behaku, tapi dia mengabaikanku sepernuhnya. Terkadang aku penasaran penyebab sikapnya, tetapi aku malas mengonfrontasinya.
Membaca tulisan yang diketik oleh mesin tik tua, aku mengerutkan dahi.
I'm so proud of you. Good job.
Mr.Roseman
Aku menghitung mawar di tanganku. Sepuluh tangkai. Dia biasanya hanya mengirim satu atau dua kalau mood-ku sedang baik. Apa yang sudah kulakukan sampai mendapakan sepuluh tangkai mawar darinya?
"Cieee. Ada yang bikin Mr. Roseman bahagia," goda Kath.
Aku memukulkan buket mawar ini ke kepala Kath.
Teman-temanku menyebutnya secret admirer, tapi aku menyebutnya si creepy kurang kerjaan. Well, walau terkadang aku mensyukuri kedatangan mawar dan surat-suratnya, sih, ketika mereka datang bersamaan dengan surat-surat dari para mantannya mantan. Kalau dibikin sok puitis, kiriman-kirimannya itu ibarat oase di hamparan gurun Sahara. Bah!
Orang yang tidak kuketahui identitasnya ini rutin mengirimiku bunga dan puisi serta kata-kata penuh enigma yang terkadang sulit dimengerti dan aku pun malas untuk mencari tahu artinya.
Kita sepakat menyebutnya Mr. Roseman. Go figure. Dan melihat dia menggunakan julukan kami, aku rasa dia tidak keberatan dengan nama itu.
Dia sudah melakukan itu sejak kelas sepuluh dan sampai sekarang duduk di kelas 12, aku belum juga mengetahui siapa dia.
Poor guy, I've never tried to seek who he was.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top