5. Seranjang Bareng Kudalumping

Glory yang sedang menutup mata pun mulai merasa akan ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Dan benar saja ....

Brukkkk!

"Istri sialan!"

Glory berdiri lalu mendorong Misca sampai perempuan itu telentang di atas kasur, lalu Glory menindihnya dan berbisik kepada Misca.

"Mau mandi bareng nggak?"

Netra kecoklatan milik Misca membulat sempurna. Bahkan hampir keluar dari tempatnya. Kesadarannya hilang seketika.

Namun, beberapa detik kemudian perempuan itu tersadar dan mengerjakan mata beberapa kali.

Misca pun mendorong tubuh Glory sampai pria itu berdiri.

"Najis! Gue alergi sama orang bodoh!"

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _. _ _ _ _ _ _ _ _ _

"Gue mau ke pinggir pantai." Glory meraih jaket miliknya yang tergeletak di atas sebuah kursi.

"Sana pergi. Nggak usah kesini lagi sekalian!" teriak Misca saat Glory hendak menutup pintu kamarnya.

Perempuan berbaju biru dengan motif bunga sakura itu pun beranjak dari atas kasur menuju kamar mandi di pojok ruangan. Belum sempat mandi sejak sore tadi, rasanya badan Misca sudah sangat lengket dan gatal. Dinyalakannya shower, bagian pertama yang dia biarkan terguyur air adalah kepala. Air yang jatuh menimpa kepalanya bagai sebuah pijatan ringan yang dapat menghilangkan pikirannya tentang hari ini.

Tidak butuh waktu lama untuk memanjakan diri. Kini Misca hanya menggunakan tang top dan celana hot pants berwarna soft pink. Saat hendak tidur Misca memang selalu berpakaian seperti itu.

Misca mencari sebuah air mineral, tetapi teko listrik yang ada di kamar itu sepertinya rusak. Karena sejak tadi sebetulnya Misca sudah memasak air disana, tetapi sampai detik ini belum juga panas.

Misca mendesah pelan. Apa harus dirinya pergi keluar untuk sekedar membeli kopi hangat? Tidak ada pilihan lagi. Perempuan itu berjalan keluar menuju kafe di tepi pantai. Duduk sebentar dipinggir pantai sambil menyeruput kopi hangat seraya menyaksikan deburan ombak, rasanya sangat menenangkan.

Perempuan itu memesan caramel macchiato hangat.

"Empat puluh tiga ribu," ucap seorang perempuan di kasir.

Misca merogoh saku celana.

"Ya ampun!" Misca dengan ekspresi terkejut menepuk jidatnya yang sedikit tertutup rambut halus. "Mbak, saya boleh izin ambil uang sebentar nggak?"

Pertanyaan yang terdengar aneh itu terucap dari mulut Misca. Untuk seorang turis yang sedang berlibur di pulau Dewata, rasanya sangat tidak masuk akal jika harus mengutang.

"Nggak bisa, Kakak. Pesanan ini juga tidak bisa dibatalkan."

Retina kecoklatan milik Misca memutar, bahkan seluruh tubuhnya pun ikut mengitari seluruh kafe. Berharap ada seseorang yang bisa membantunya. Tepat, tepat sekali di ujung sana seorang pria berjalan ke arahnya. Pria yang baru dia kenali selama dua puluh jam.

Misca kembali mendekati perempuan penjaga kasir. "Kak, lihat orang itu?" tanya Misca seraya menunjuk ke arah pria yang mengenakan jaket hitam polos dan celana pendek berwarna putih.

Penjaga kasir hanya mengangguk.

"Itu suami saya," kata Misca memberitahu.

Sebetulnya tidak ada kaitannya dengan si penjaga kasir dan bahkan perempuan itu tidak peduli siapa pria itu. "Terus hubungannya sama kopi yang itu apa?"

Misca tersenyum tipis. "Sayang," panggil Miska Sedikit berteriak.

Pria yang dimaksud Misca justru menoleh ke belakng dan melihat sekitarnya. Tidak ada siapa pun kecuali dirinya. Tapi apa mungkin misca memanggil dirinya dengan sebutan yang menjijikan itu?

"Iya kamu, pura-pura lupa deh. Mentang-mentang baru nikah." Misca tertawa renyah. Meyakinkan penjaga kasir.

Dua meter lagi jarak antara Misca dengan pria itu. Namun, Misca berlari dan membawa kopi pesanannya pergi seraya berteriak. "Tolong bayarin kopi ini ya, suamiku tersayang!"

Glory melotot tidak percaya. Apa-apaan ini? Dirinya baru saja keluar dari toilet dan bahkan belum memesan apa pun, tetapi kenapa sudah disuruh harus membayar.

Glory ingin mengejar misca tetapi langkahnya tertahan. "Istri anda belum membayar kopi!"

"Sialan!"

Benar-benar memalukan memiliki istri jadi-jadian seperti Misca. Namun, mau tidak mau Glory tetap mengeluarkan uang berwarna biru dari saku jaketnya.

"Kembaliannya?"

"Ambil aja."

Belum sempat mengucapkan terimakasih, tetapi Glory sudah lebih dulu berlari mengejar Misca ke tepi pantai.

Sesampainya di tepi pantai. Begitu banyak orang yang juga sekedar menikmati dinginnya angin malam dan suara deburan ombak.

Pandangan Glory terus menyisiri pesisir pantai. Berharap netranya bisa menemukan manusia tidak tahu malu itu. Disana. Di sebuah kursi, seorang perempuan dengan tenangnya menikmati kopi.

Kedatangan Glory yang sengaja diam-diam pun tidak diketahui Misca.

"Caca!" pekik Glory.

Hampir saja Misca tersedak kopi panas, yang mungkin bisa saja membakar lidah perempuan itu. Misca menoleh, melihat pria jangkung berdiri di sampingnya membuat Misca kembali menatap lautan lepas di hadapannya.

"Lo kalau nggak punya duit, bisa kali minta baik-baik sama gue. Atau pinjam. Ya, seharusnya memang pinjam, sih. Nggak harus malu-maluin gue kayak tadi." Glory menarik kursi lalu duduk di samping Misca yang masih sibuk dengan pikirannya.

"Duit gue bahkan lebih bnyak dari yang lo tau. Gue tadi lupa aja bawa dompet," aku Misca seraya meletakkan cup berisi kopi di atas meja.

"Alasan!"

"Lagian cuma harga kopi nggak seberapa aja dipermasalahin!"

"Bukan masalah harganya. Tapi caranya. Lo tuh tadi nggak sopan tau!" tegas Glory. Meskipun dirinya pria, tetapi baginya sopan santun itu sesuatu yang penting.

"Oh udah mau jadi suami idaman, iya? Suami yang selalu bisa nasehatin istrinya begitu?"

Glory mengusap wajahnya gusar. "Capek ngomong sama lo."

"Gue nggak minta lo ngomong sama gue ya."

Glory tidak ingin merespon lagi ucapan terakhir Misca. Berbicara dengan perempuan ini memang sangat menguras tenaga. Glory sudah tidak ada energi lagi untuk berdebat kali ini.

"Lo nggak kedinginan pake baju kayak gitu?" tanya Glory memecah keheningan ditengah kerasnya suara ombak malam ini.

Misca melirik tubuhnya dan Glory bergantian. Rasanya banyak sekali turis yang berpakaian seksi di sini, tetapi tidak ada masalah.

"Kenapa emang? Lo nafsu liat gue?"

"Idih, badan lurus kayak gitu aja. Apa yang bisa dibanggakan?" desis Glory. "Asal lo tau ya, mantan gue tuh bodynya ... Behh mantap," kata Glory seraya menggerakkan tangannya membentuk lekuk tubuh seseorang diiringi dengan mulut yang bersiul.

"Sialan lo! Keliatan dari luar aja kayak gini. Dalamnya bikin klepek-klepek."

"Kalau gitu boleh gue coba?"

Misca terbelalak. Perempuan itu mengutuki dirinya sendiri kenapa bisa berbicara jl itu barusan.

"Najis!"

***

"Sudah penuh semua, Kak," ucap seseorang dibalik meja resepsionis.

"Yang kecil aja gitu. Nggak ada?"

"Maaf, sudah penuh. Semua kamar sudah terisi. Paling adanya besok siang, karena akan ada yang checkout."

Glory terdiam, dirinya benar-benar bingung sekarang. Tidak mungkin juga kalau dirinya tidur satu ranjang dengan manusia siluman itu.

Pria jangkung itu kembali melangkah menuju kamar yang sudah dipesankan oleh Papa mertuanya.

Membuka pintu Glory melihat keadaan Misca yang sudah terdampar bagai ikan asin yang sedang dijemur. Keadaan yang benar-benar sulit didefinisikan, untuk seorang perempuan tidur membentangkan tangan dan kaki sangat tidak terlihat cantik.

Glory menggeser tubuh Misca, lalu meletakkan bantal guling ditengah-tengah mereka dan pria itu pun mulai merebahkan tubuhnya.

Belum masuk ke dalam mimpi, tetapi dalam keadaan setengah sadar Glory bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang menimpa benda keramat di pangkal paha miliknya. Dengan berat hati Glory kembali membuka mata dan melirik jangkarnya.

Pandangan Glory menyusuri pemilik kaki yng saati ini menimpa jakarnya. Ya, siapa lagi kalau bukan sang istri. Rasanya Glory tidak sanggup kalau harus hidup terus menerus dengan Misca.

Dipindahkannya kaki sang istri. Namun, baru kembali memejamkan mata, Glory merasa bahwa dirinya seperti terjatuh dari atas tebing.

Brukkkk!!!

"Apa ini mimpi?" gumam Glory. Pria itu kembali harus membuka matanya dan benar saja, ada sesuatu yang mengharuskan dirinya terjatuh dari atas kasur. Lagi-lagi manusia siluman itu penyebabnya.

Dengan kesabaran setipis tisu, Glory berdiri dengan perasaan kesal, pria itu membuka sabuk miliknya, lalu mengikat tangan Misca, kemudian dia menarik selimut tebal dan membungkus istrinya yang berbadan ramping seperti lontong.

Glory menggesekkan kedua telapak tangannya. "Kalo begini kan, aman."

"Selamat bermimpi indah istriku yang cantik."

Glory tertawa senang dalam hati, sampai kantuk menyerang dirinya dan tak lama pria itu pun terbawa ke dalam mimpi.

☕☕☕

"Ada yang nyariin lo barusan," kata Misca memberitahu.

"Siapa?"

"Perempuan yang bodynya mirip gitar spanyol."

Glory tampak terdiam. Dia kembali mengingat perempuan yang dimaksud Misca. Apa itu mantannya? Tetapi, masalahnya adalah mantan Glory yang memiliki tubuh seperti itu tidak hanya satu.

"Lo bilang apa?"

"Glory sedang tidak ada di rumah. Saya istrinya. Mbak siapa ya? Atau kalo emang ada yang penting, nanti malam bisa balik lagi."

"Bodoh!" Glory menoyor kepala Misca. Dengan wajah pura-pura polosnya. Perempuan itu sangat bergembira dalam hatinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top