5 - Pesona Baru

Suasana di klinik terasa tenang seperti biasanya, hanya ada beberapa pasien yang duduk menunggu giliran. Arif baru saja selesai memeriksa pasien terakhir dan hendak merapikan meja ketika pintu depan klinik terbuka perlahan. Seorang wanita masuk, penampilannya rapi, berbeda dari kebanyakan warga desa. Ayunan langkahnya tampak elegan dan percaya diri.

Arif menoleh, sedikit terkejut melihat tamu yang tampaknya bukan pasien. Wanita itu berdiri dengan tenang di dekat pintu, menyapu pandangan ke sekitar klinik kecil itu.

"Selamat pagi, Dokter Arif?" sapanya lembut, tapi dengan nada yang jelas.

Arif mendekat sambil tersenyum. "Pagi. Ada yang bisa saya bantu?"

Wanita itu tersenyum lebih lebar, lalu mengulurkan tangan. "Saya Sarah. Saya mengurus proyek pengembangan desa ini untuk perusahaan keluarga saya, Indo Karya Sejahtera. Saya dengar banyak tentang klinik ini, dan saya pikir sebaiknya kita bertemu langsung."

Arif menyambut uluran tangan itu, merasakan ketegasan dalam cara Sarah berjabat tangan. "Dengar-dengar memang ada proyek besar di desa ini. Apa yang bisa saya bantu?"

Sarah melirik kursi kosong di sudut ruangan. "Kalau boleh, mungkin kita bisa duduk sebentar. Saya ingin membicarakan beberapa hal."

"Silakan."

Sarah duduk dengan santai, tapi tetap terkesan formal. Sikap profesionalnya memancar kuat.

"Jadi, apa yang perusahaan Anda rencanakan untuk desa ini?" tanya Arif setelah mengambil posisi bersisian.

"Proyek kami cukup besar, Dok. Kami bertanggung jawab atas pembangunan jalan dan fasilitas umum—seperti balai desa dan gedung serbaguna. Tapi, menurut saya, bagian yang paling penting adalah kesehatan masyarakat."

Arif mencondongkan tubuh sedikit, tertarik. "Kesehatan masyarakat?"

"Ya." Sarah mengangguk, meletakkan kedua tangannya di atas pangkuannya. "Klinik ini sudah memainkan peran penting bagi warga. Tapi, saya yakin dengan sedikit bantuan, kita bisa memperluas fasilitas dan pelayanan di sini. Kami ingin klinik ini jadi lebih dari sekadar tempat berobat ringan."

Arif mendengarkan dengan saksama. Gaya bicara Sarah tipe yang berpotensi besar membuat lawan bicaranya langsung yakin.

"Dan maksud Anda memperluas fasilitas di sini ... seperti apa?" Arif menunjukkan atensi yang meningkat.

Sarah tersenyum, senang karena Arif merespons dengan baik. "Kami ingin menambahkan ruang rawat inap, mungkin fasilitas bersalin, dan beberapa peralatan medis yang lebih canggih. Saya rasa kita bisa meningkatkan pelayanan kesehatan desa ini jauh lebih baik daripada sekarang."

Arif mengangguk sambil berpikir. "Saya setuju. Banyak warga di sini yang sering kali harus dirujuk ke rumah sakit kota karena kami tidak punya fasilitas yang memadai. Itu benar-benar jadi masalah besar dengan kondisi desa yang sekarang."

"Benar, itu juga yang saya lihat." Sarah menambahkan. "Dengan jalan yang sedang kami bangun, akses ke kota mungkin akan lebih baik, tapi kenapa tidak sekalian membangun fasilitas yang bisa mengurangi ketergantungan kita pada rumah sakit di kota?"

Arif tersenyum, merasakan percakapan mereka semakin mengalir. "Kedengarannya ambisius, tapi realistis. Dan saya pikir warga di sini akan sangat terbantu. Saya sudah lama berharap klinik ini bisa lebih berkembang."

Senyum Sarah melebar. "Kalau begitu, sepertinya kita ada di jalur yang sama. Saya senang mendengarnya."

Sepanjang percakapan itu, Sarah terus memperhatikan bagaimana Arif merespons dengan tenang namun penuh pertimbangan. Ada sesuatu tentang cara Arif mendengarkan yang membuat Sarah semakin menghormatinya. Dia bisa merasakan bahwa Arif tidak hanya dokter yang bekerja di desa ini karena kewajiban, tetapi karena benar-benar peduli pada warga desa.

Saat Arif menceritakan pengalamannya menangani warga desa dengan fasilitas yang terbatas, Sarah mengangguk-angguk, memperhatikan dengan seksama.

"Dokter Arif, saya tidak sering bertemu dengan seseorang yang benar-benar peduli seperti Anda. Kebanyakan orang mungkin akan memilih bekerja di kota, di tempat yang lebih nyaman, tapi Anda malah memilih desa ini." Sarah berkata sambil menatap Arif dengan serius. Rasanya tidak perlu alasan lebih lanjut untuk mengagumi dokter muda itu. Terlepas dari parasnya yang memang menawan.

Arif mengangkat bahunya, sedikit tersenyum, berusaha tetap rendah hati. "Desa ini punya arti khusus bagi saya. Saya kira, kalau bisa membantu orang-orang di sini, kenapa tidak?"

Percakapan mereka terus berkembang dengan suasana yang semakin cair. Sarah tidak lagi sepenuhnya formal. Dia merasa nyaman berbicara dengan Arif, dan Arif juga merasa percakapan ini lebih dari sekadar diskusi proyek.

"Sudah lama Dokter buka praktek di sini?" tanya Sarah lagi, suaranya terdengar lebih ringan sekarang.

Arif menggeleng. "Baru, sih. Tapi, cukup untuk tahu apa yang dibutuhkan warga."

Sarah mengangguk, terlihat berpikir sejenak sebelum bertanya lebih lanjut. "Apa yang membuat Anda memutuskan untuk datang ke sini, kalau boleh tahu?"

Arif terdiam sesaat. Dia tahu pertanyaan ini akan muncul cepat atau lambat, tetapi dia selalu merasa tidak nyaman menjelaskan alasannya—terutama soal sebait janji belasan tahun silam.

"Adalah sesuatu." Arif nyengir singkat. "Dan juga karena tempat ini memang butuh perhatian."

Sarah ikut tersenyum, dan sekarang paham, ada bagian yang tidak ingin dibagikan dokter tampan di sampingnya ini.

"Kadang memang ada alasan yang sulit kita pahami, meski jelas-jelas itu adalah alasan."

Beberapa saat kemudian Sarah pun pamit. "Terima kasih atas waktunya, Dok. Saya harap kita bisa terus bekerja sama untuk membuat desa ini lebih baik. Saya yakin kita bisa melakukan banyak hal bersama."

"Saya juga berharap begitu. Ini awal yang bagus."

Sarah pun beranjak keluar. Namun, sebelum membuka pintu dia menoleh. "Kalau ada yang Anda butuhkan untuk mendukung klinik ini, jangan ragu untuk menghubungi saya. Saya selalu ada."

Arif mengangguk. "Terima kasih. Saya akan ingat itu."

Sarah meninggalkan klinik dengan dada yang penuh. Senyumnya masih tercetak. Agaknya dia baru saja menemukan sesuatu yang akan membuatnya lebih betah di desa itu.

---

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top