76• Terkuak. #3

Vote dulu, guys.
Ramein kolom komentar
Dan makasih💙

_____________
*****

"Gimana, Pah?"

Sambil meremat tautan tangan, Lulu suarakan rasa penasarannya saat sang suami baru saja memutus sambungan telepon yang ia harap besar memberi informasi tentang Webhi.

Yazir menoleh setelah menghela napas panjang, lalu melangkah menghampiri wanita yang duduk di ujung kasur dengan wajah harap-harap cemas. "Kata Mang Adi, rumah kita kosong. Nggak ada yang dateng ke sana," jelasnya resah.

Memang informasi itu yang Yazir dapatkan dari penjaga rumah miliknya. Rumah di Tangerang yang sudah cukup lama tak ia kunjungi. Tepatnya saat anak perusahaan di daerah itu tak berjalan baik dan harus bangkrut beberapa tahun lalu. Awalnya ia ingin menjual rumah tersebut. Selain sudah tak terpakai, perawatannya juga dirasa hanya buang-buang uang saja. Namun, atas permintaan Ardaf yang menuruti kemauan Webhi agar tak menjual rumah itu, akhirnya sampai sekarang bangunan dua lantai yang terletak di dekat danau kecil tersebut masih berdiri atas namanya.

"Terus Webhi di mana, Pah?" Lulu kembali terisak mendengar kabar itu. "Ardaf nggak kasih kabar lagi, Pah? Coba teleponin dia. Siapa tahu--"

"Udah, Mah. Ardaf juga udah berusaha cari Webhi. Dia pasti kabari kita kalau punya informasi baru." Mengusap punggung sang istri--bermaksud menenangkannya, Yazir embuskan napas pasrah saat tangis wanita itu kembali terdengar.

"Webhi di mana, Pah? Dia nggak pernah hidup di luar selama ini? Dia--"

"Husst ...," sela Yazir sambil terus mengusap punggung sang istri. "Kita doain, semoga Webhi baik-baik aja di mana pun berada."

***

"Webhi lagi hamil anak lo. Waktu itu gue emang lagi mabok, tapi gue yakin yang dibicarain Webhi adalah kehamilannya. Dan hal itu juga yang bikin gue berhenti."

Ucapan Ardaf sore itu kembali berputar di kepala. Membuat otak Chivar yang sedang carut marut makin tak karuan. Kemarahan pada Ardaf dan Webhi perlahan disingkirkan oleh rasa khawatir dan sesal. Karena sejak terpengaruh oleh video yang dikirimkan Grace, Chivar memang tak memberi kesempatan Webhi untuk menjelaskan semuanya. Sekali pun ada, ia justru menekan wanita itu dengan sorot murka.

Sekarang Chivar yang sedang duduk di sofa pojok dalam restoran Adam, hanya bisa mendesah kasar. Pagi ini, ia menambah personil untuk melacak keberadaan Webhi. Padahal jika ia memberi tahu Ardaf tentang penerbangan yang dilakukan wanita itu, mungkin saja ada petunjuk bagi mereka. Namun, karena Chivar masih dendam dan marah dengan perlakuan bejat Ardaf, ia tak sudi bekerja sama dengannya. Bahkan setelah Ardaf meminta ia untuk menurunkan ego dan keras kepala demi Webhi, Chivar menolak tanpa perasaan.

"Wah! Ada Duda Ilegal. Gue kira udah duduk bangsat di bar, Var!" Wira cengengesan setelah melempar guyonan tak beradabnya pada Chivar. Membuka hoodie yang dikenakan, pria yang baru datang itu langsung menduduki sisi kosong di dekat Adam.

Sementara itu, Adam yang tadi mendengar decihan kecil dan segelintir kalimat resah dari mulut Chivar hanya menggeleng saja.

Wira tepuk bahu Adam setelah melempar hoodie ke sandaran sofa. "Dam, gue laper."

"Ya udah pesen. Ngapain bilang ke gue?" sahut Adam malas.

"Kan, lo yang punya resto," balas Wira menyengir lebar.

"Gue yang punya resto, bukan babu yang masakin lo berdua kalau ke sini." Adam mendesis kesal sebelum mengangkat tangan untuk memanggil pelayan. Memesankan menu makanan untuk Wira tanpa bertanya terlebih dahulu.

"Gue ambil cuti seminggu. Katanya lo mau balik ke Aceh, Dam?" Wira kembali bersuara setelah melihat Chivar yang biasanya naik pitam saat ia sindir, tak merespons apa-apa.

Adam mengangguk. "Lo mau ikut?"

"Boleh, gue kangen Bia. Oh, iya, Bang Azam udah balik dari Kanada belum?"

"Udah. Katanya sih, lagi ngincer anak kiyai."

Sementara dua bersaudara itu mulai tenggelam dalam obrolan mengasyikan, Chivar masih saja dijejali opini buruk karena rasa khawatir yang mengusik hati.

Gue tahu Webhi wanita dewasa yang mandiri, cuma selama ini dia bener-bener nggak pernah hidup jauh dari rumah. Tinggal sama lo hal pertama bagi dia.

Lantas perkataan Ardaf kembali memberi efek yang seolah menyentak dada. Chivar menyesal, harusnya ia biarkan Webhi menjelaskan dengan keadaan tenang. Bukan menekannya mengakui kesalahan yang jelas-jelas ia curigai dari pihak luar. Namun, perkataan maaf yang berulang kali Webhi katakan membuat ledakkan emosi Chivar saat itu benar-benar tak tertahankan.

Sekarang yang mengganggu pikiran Chivar bukan alasan kenapa Webhi terus meminta maaf, tetapi keberadaan wanita itu. Apa lagi saat kabar kehamilan yang bahkan tak pernah Chivar bayangkan, terus saja berbisik meriah seperti letusan kembang api di wajah langit malam. Kembali membayangkan ada benihnya yang tumbuh dalam rahim Webhi saja, membuat ia tanpa sadar mengusap dada yang menyimpan debar menggila.

Sambil terus bercerita dengan Adam, Wira sudah berhasil menghabiskan satu porsi nasi dengan cumi bakar asam manis. Mereka sama sekali tak peduli dengan pria yang sejak tadi bersandar di punggung sofa sambil menatap langit-langit restoran.

"Var, lo mau ikut kita, nggak?" Wira yang memulai setelah selesai dengan makan malam geratisnya. "Gue sama Adam mau ke Aceh."

Chivar menoleh ke arah pria yang baru saja berujar sebelum menggeleng lemah. Ia sambar es kopi yang dipesan sejam lalu dan meminumnya setengah hati.

"Gue kira mau ikut, soalnya lo keliatan kayak butuh guru spiritual gitu setelah ditinggal Webhi. Ya ... siapa tahu ayahnya Adam mau sukarela ngerukiah lo," kata Wira lagi sebelum meringis mendapat pukulan keras di bahu dari pria yang baru saja ia ledeki.

"Jadi lo bener-bener nggak ada niatan cari Webhi, Var?" timbrung Adam sambil menatap pria yang tampak mendesah lelah.

Wira mencebik. Ia tahu sebenarnya Chivar mengkhawatirkan Webhi, hanya saja kadung mengatakan sudah tak peduli, pria itu malu untuk mengakui. Jadi, saat Chivar selalu menghindar dari pertanyaan serupa seperti yang Adam suarakan, ia lebih memilih bergurau saja.

"Orang-orang biasanya bilang, cinta itu jauh di mata dekat di hati. Kalau modelan si Chivar yang jatuh cinta, jadinya beda lagi. Jauh di mata stres di kepala. Ya, nggak, Var?" gurau Wira sambil terkikik geli. "Lo kan, bukan masuk spesies manusia biasa."

Chivar mendesis mendengar itu. "Gue ... gue lagi suruh orang buat cari dia." Ia kikis sedikit ego karena saat ini benar-benar perlu membicarakan kerunyaman masalah yang ada di kepala. "Webhi ...," lanjutnya sebelum mendesah resah.

"Gue udah duga, lo nggak akan diem aja." Wira sandarkan punggungnya setelah melempar seruan. "Lo udah bucin sama Webhi, Var. Sekarang, meski lo bilang baik-baik aja, tapi muka lo nggak bisa bohong."

Chivar berdecih saja. Pikirannya sudah lelah dengan bayangan kekhawatiran, sudah tak ada space untuk merangkai kata menimpali guyonan Wira. Toh, ia memang merasa gamang setelah Webhi pergi. Jadi sebodoh setan sajalah kalau saat ini ia sedang ditertawakan.

Sialan, bahagia lahir batin apanya? Setiap pagi saja Chivar masih meluangkan waktu untuk melamun di balkon kamar sebelum benar-benar memulai harinya. Dan itu karena satu wanita. Ia memang tak tahu, apa Webhi mencintainya atau tidak? Apa wanita itu juga memikirkannya atau tidak?

Namun, jika benar ada benihnya yang sedang berkembang dalam rahim Webhi, ia benar-benar tak peduli. Wanita itu tetap harus bersamanya.

"Gue pusing gara-gara belum bisa dapet informasi Webhi ada di mana?" Akhirnya lebur sudah image pria bahagia lahir batin saat Chivar mengusap kasar wajahnya.

"Lo udah bicara sama mertua lo? Siapa tahu mereka punya kerabat yang kemungkinan didatengi Webhi." Wira kembali bersuara sambil memberi raut iba untuk Chivar.

Menggeleng setengah hati, Chivar kembali menyandarkan punggung di sofa yang ia duduki. Kemudian, menatap langit-langit dengan pikiran yang carut marut sebelum menarik napas panjang. Jika Webhi pergi ke rumah sanak saudara Andreas, Ardaf tak mungkin mendatanginya untuk meminta bantuan.

"Ardaf udah pasti berpikiran ke sana. Webhi bener-bener hilang kontak."

"Gue kira lo bener-bener udah nggak peduli sama Webhi, Var." Adam yang duduk di seberang Chivar, ikut menimpali obrolan itu.

"Gue maunya begitu. Gue mau tutup mata telinga sama keberadaan Webhi, tapi nggak bisa, Dam." Chivar desahkan risau yang makin menjadi-jadi. Masih dalam posisi yang sama, ia gunakan lengannya untuk menutupi kening. "Sekarang Webhi lagi hamil," lanjutnya lirih.

"Oh, jadi lo udah tahu kalau sekarang Webhi lagi hamil?"

Awalnya ucapan Adam hanya direspons anggukan saja oleh Chivar. Namun, saat merasa aneh, kepalanya refleks menoleh menatap pria plontos yang saat ini sedang terkekeh geli.

"Gue baru sekarang bicarain tentang kehamilan Webhi. Lo tahu dari mana kalau--"

"Gue tahu Webhi di mana." Adam buka ponselnya dan mengetik pesan cepat di sana. Tak peduli dengan tatapan terkejut Chivar dan Wira yang menyorotnya. "Udah gue kirim alamat toko bunga Webhi. Dia di Tangerang sekarang, toko bunganya ada di samping rumah makan gue. Gue juga cantumin alamat resto gue karena toko bunga Webhi belum terkenal di sana," katanya santai.

Lalu Adam tertawa melihat wajah Chivar yang kebingungan saat membuka pesan darinya. Ia juga mengirim gambar depan toko yang sempat ia ambil saat beberapa waktu lalu datang ke sana.

"Sana pergi! Selesain masalah kalian, jangan kayak orang bego di sini," kata Adam lagi.

Kemudian, tanpa mengatakan apa-apa lagi bahkan bertanya sepatah kata pun, Chivar langsung melesat pergi meninggalkan dua pria di sana. Adam bukan pria yang suka bergurau apa lagi dalam hal seperti ini. Jadi, ia 100% yakin yang dikatakan Adam adalah hal yang benar.

"Jadi selama ini lo tahu di mana Webhi, Dam?" tanya Wira setelah Chivar benar-benar pergi. "Adam?!" sambungnya penasaran.

"Hmmm," gumam Adam santai sambil mengangguk samar.


Oooh, jadi yang kemarin ke toko bunga Webhi ternyata Om Adam. Selamat yang tebakannya salah. Wkwkwkw.

Apakah besok bakal ada haru biru dalam pertemuan ChiBhi yang penuh rindu?

Atau akan ada adegan Webhi yang ketutupan gerobak bakso pas Chivar ngeliat, terus waktu Chivar lari ke arah Webhi dia kesandung terus jatuh. Pas bangun buat lihat Webhi eh, Webhinya udah nggak ada. Terus Hape Chivar di copet, terus dia gak bisa nemuin alamat Webhi. Akhirnya Chivar luntang lantung di Tangerang, eh gak sengaja ketemu aku di jalan akhirnya aku bawa pulang.

Dahlah😭

See you~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top