67• Perasaan Takut.
Kita ketemu calon Papah muda sama couple favoritku. Yess, WirDam Forever.
Seperti biasa, follow, vote, & komen.
Makasih🙏💙
___________
****
"Terus gimana, Mbok? Chivar masih belum pulang juga?"
"Belum, Nya. Aden masih belum pulang padahal Non Webhi kayaknya kangen banget sampai pakai baju Aden tiap hari."
Mendesah lelah, Mia yang saat ini berada di Medan untuk menjenguk salah satu kerabat sang ayah yang sedang sakit, hanya bisa memijat kepala mendengar laporan 'mata-matanya' di rumah sang anak.
"Ya udah, Mbok jagain Webhi aja. Saya udah tahu Chivar lagi sama Adam, cuma menurut Adam emosinya belum stabil. Percuma kalau pulang yang ada ribut lagi nanti," jelas Mia sebelum mendaratkan bokong pada sofa dalam kamar yang ia tempati. "Jadi Webhi masih belum periksa kenapa muntah-muntah terus?" Selain laporan keributan yang mengejutkan, Mia juga diberi kabar jika menantunya memiliki gelagat aneh yang mengarah pada kabar baik.
Namun, kabar baik itu masih samar.
"Belum, Nya. Udah beberapa kali saya saranin. Terus ya, Nya ...," jeda Mbok Jum sambil menoleh ke sekililing sebelum melanjutkan laporannya. "Non rutin banget minum susu. Padahal biasanya minum teh."
"Susu apa, Mbok?" tanya Mia penasaran.
"Nah, itu ... saya nggak tahu, Nya. Soalnya pas Non kasih udah dalam stoples kaca." Mbok Jum meringis mendengar decak samar disambungan telepon.
"Ya udah, Mbok Jum fokus ke Webhi aja dulu. Saya juga belum tahu masalah mereka apa sebenernya." Karena Mia yang mendengar dari Mbok Jum jika Chivar sampai melukai diri sendiri, sangat terkejut.
Mia tahu betul, Chivar bukan tipe orang yang mau diperbudak masalah hingga harus menggunakan ototnya. Pria ia cenderung mengabaikan hal yang masih bisa diabaikan. Jika kejadiannya sampai seperti itu, berarti masalah yang dihadapi Chivar lumayan serius.
"Minggu ini mungkin saya balik ke Malang. Mbok Jum kabari saya terus, ya, kondisi mereka," imbuhnya lagi.
Mbok Jum mengangguk yakin meski tak bisa dilihat majikan utamanya. "Baik, Nyonya."
Setelah sambungan terputus, wanita dengan apron hitam di tubuh itu kembali melanjutkan aktifitas memasaknya yang sembat tertunda. Memeriksa panci berisi sop jamur permintaan Webhi sebelum beralih pada fillet dada ayam yang akan dimasak ayam crispy saus Padang. Selain kegiatan muntah yang membuat Mbok Jum curiga, permintaan Webhi dalam menu makanan yang setiap hari berbeda-beda pun makin menguatkan instingnya tentang kehamilan.
"Duh, Den Cipar pasti girang banget kalau tahu Non lagi hamil," monolog Mbok Jum merasa senang.
Sementara itu, Webhi yang berada dalam kamar sedang menenangkan sang ibu yang terdengar begitu khawatir dalam sambungan telepon. Sejak hari itu, ibunya terus menanyai kabar lewat telepon dan pesan singkat. Bahkan sehari lalu, Devan yang masih menggunakan seragam putih abu-abu, berkunjung untuk memeriksa keadaannya.
"Aku baik-baik aja. Mamah nggak usah khawatir."
Menarik napas resah, Lulu yang saat ini duduk di bibir kasur dalam kamarnya ikut depresi memikirkan masalah yang menimpa anak-anaknya. Selama menjadi seorang ibu, ia tak pernah menghadapi permasalahan serius seperti ini. Bingung dan takut untuk mengatakan pendapat meski ia tahu betul pihak yang bersalah. Seperti sekarang ini, Lulu sama sekali tak berani menyinggung nama Ardaf saat bicara dengan Webhi.
"Kabar Papah gimana, Mah?"
Meski kondisinya tak jauh lebih baik, Webhi tetap khawatir saat mendengar dari Devan yang mengatakan jika keadaan sang ayah drop akibat permasalahan hari itu.
"Papah udah mulai membaik, Bhi. Kamu jangan pikirin apa-apa dulu. Fokus jaga kesehatan aja, ya. Devan bilang kamu sakit?"
"Syukurlah, Mah. Aku lega dengernya. Aku baik-baik aja, cuma sedikit kurang tidur." Webhi berbohong karena setelah Chivar pergi, ia bahkan selalu memasang telinga saat tidur. Berharap tiba-tiba saja pria itu pulang larut malam.
"Bhi, Chivar masih belum pulang?"
Terjadi jeda cukup panjang, lalu helaan napas dua wanita itu terdengar pasrah dalam benda canggih yang menempel di telinga masing-masing. Menekuk lutut yang diselimuti bad cover, Webhi yang saat ini mengenakan hoodie hitam milik Chivar, sedang menahan air mata saat mendengar nama pria itu disebutkan.
"Mah, aku tutup dulu ya, teleponnya." Karena Webhi tak yakin akan terdengar baik-baik saja setelah ini.
"Iya, Sayang. Kabari Mamah kalau ada apa-apa."
Mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya, Webhi putus sambungan itu sebelum menyembunyikan wajah di atas lutut. Melepaskan isak kecil saat tangis yang tertahan di tenggorokan merangsek ingin keluar. Tangannya bergerak meraba perut yang seolah menjadi sumber kekuatannya tiap kali perasaan rindu bercampur rasa bersalah mulai mengoyak hati.
***
"Jadi Ardaf sama Webhi selingkuh?!"
Tak sadar memekik keras, Wira yang baru mendengar kesimpulan dari Adam, menutup mulut saat pria yang memiliki tiga rumah makan itu memberi pelototan tajam. Berdeham sebentar, ia lirik pintu kamar mandi yang masih mengeluarkan suara kucuran air. "Serius, Dam?" sambungnya penasaran.
Adam hela napas pelan sebelum menyandarkan punggung pada sofa yang ia duduki. Masih belum sepenuhnya percaya pada cerita pria mabuk yang terlihat begitu kacau. Namun, Adam tahu Chivar tak mungkin mengada-ada tentang masalah serius seperti itu. Jadi, saat Wira menodongnya dengan rasa penasaran yang besar, ia hanya mengangkat bahu tak acuh.
"Ck, gimana sih, lo!" kata Wira sewot.
Selama empat hari ini, ia memang tak bisa menemani Chivar yang sedang kalut dalam masalah. Alasannya karena pekerjaan yang akhir-akhir ini begitu rewel minta perhatian. Jadi, saat ada kesempatan berkunjung, Wira tak mau membuang waktu untuk tahu apa bibit masalah sahabatnya.
Wira sebenarnya merasa heran karena jika ada masalah, Chivar biasanya selalu lari mengunjungi bar atau tempat-tempat sejenisnya. Bukan mengurung diri di dalam apartemen yang membuat ia terus merecoki Adam agar sering-sering memeriksa keadaan pria itu.
"Masalah kali ini kayaknya agak serius." Berdecak malas, Adam raih jaket yang tersampir di lengan sofa. "Taulah, pusing gue! Kayak lagi nonton sinetron yang episodenya nggak kelar-kelar. Mana Tante Mia teleponin gue mulu buat sering-sering ngecek anaknya. Katanya takut Chivar nekat."
Wira terkekeh mendengar pria itu menggerutu. "Lo digangguin Tante Mia, gue digangguin Webhi."
"Si Lea nelepon lo?" Adam mengernyit keheranan.
Mengangguk pendek, Wira mulai bersandar nyaman pada sofa. "Webhi cuma dua kali sih, telepon gue. Cuma ... ya, gue tahu dia khawatir banget sama Chivar."
Mengangguk paham, Adam kembali meneruskan kegiatan memakai jaketnya. Saat ini, mereka sedang berada dalam apartemen Chivar. Melirik jam tangan yang menunjukkan angka 17, ia menoleh saat pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan pria dengan kaus putih lengan panjang yang baru saja membersihkan diri.
"Var, gue mau berangkat ke Tangerang buat ngecek resto di sana. Lo udah oke, kan?" Adam tatap pria yang masih memasang wajah murung.
Chivar hanya mengangguk saja menanggapi pria plontos itu. Bukan mendekati sahabatnya, ia malah berjalan menuju balkon.
"Jangan lompat dari balkon. Awas, ya! Gue nggak mau jadi saksi mata atas tindakan bundir lelaki galau!" kelakar Wira yang membuat Adam terkekeh geli sebelum mendengkus kecil. "Lagi pula peluang patah tulang lebih besar daripada mati kalau lo lompat dari lantai ini!"
Adam hanya menggeleng saja mendengar celetukan Wira sebelum menepuk bahu pria itu. "Gue pergi ya, Wir."
Wira mengangguk, lalu beranjak meninggalkan sofa untuk menghampiri Chivar yang menatap kosong pemandangan di bawah gedung. Menghela napas malas, ia tepuk bahu lebar pria itu sebelum memposisikan diri di sampingnya.
"Nikah bikin pusing ya, Var? Gue jadi takut," kata Wira yang tak mendapat respons apa pun. "Ah, gara-gara lo, nih! Gue sama Adam udah trauma duluan kalau mikirin nikah." Wira hanya bergurau untuk menarik atensi Chivar.
Pria yang terdengar menarik napas itu masih diam saja. Kemudian, mengusap kasar wajahnya sebelum menoleh pada Wira. "Temenin gue ke bar, Wir!"
***
Chivar tahu, alkohol hanya membuatnya sedikit lebih tenang. Membantunya agar bisa tidur lelap dalam perasaan kacau. Namun, saat ia sadar semua ingatan dari pikiran negatif tak bisa dihapus dari kepala. Meskipun ia tenggak berbotol-botol api cair itu.
Tindakan seperti ini tak pernah Chivar lakukan. Semarah-marahnya ia pada keputusan sang kakek yang mengirim dirinya ke Australia atau sekesal-kesalnya ia pada sang ayah yang tak pernah memberi tahu tentang penyakit kronis yang diderita, Chivar tak pernah merusak tubuh dengan menenggelamkan diri pada pengaruh buruk alkohol. Hanya saja, masalah kali ini membuat ia merasa tak punya pilihan selain menghabiskan minuman dalam gelasnya demi menghalau perasaan marah, kecewa, dan juga takut.
Takut jika fakta yang ia temukan benar-benar menyakitkan.
"Var, gue pernah bilang kan, kalau gue sama Adam nggak punya banyak solusi buat masalah rumah tangga." Menyesap sedikit wine, Wira yang duduk di stool bar menoleh pada pria di sampingnya. "Tapi masalah apa pun nggak bakal kelar kalau lo milih ngehindar."
"Gue bukan ngehindar, gue cuma nenangin diri biar ... gue ...," desah Chivar merana. Ia habiskan gelas ke empatnya sebelum mengangkat tangan untuk bartender agar memberinya satu lagi minuman yang sama. "Sial! Gue harusnya nggak begini, kan? Kayak pecundang tolol. Banyak perempuan yang bisa gue beli, Wir! Lihat ...." Chivar edarkan pandangan menyapu ruangan yang penuh dengan manusia-manusia pencari hiburan. "Di sini banyak perempuan. Gue bisa milih salah satu dari mereka atau gue bisa pacarin anak konglomerat yang berkelas, kalau mau ...."
"Tapi hati lo yang nggak mau," balas Wira telak sebelum berdecih menatap Chivar yang terdiam. "Gue masih nggak percaya, Webhi yang jauh dari tipe ideal lo bisa bikin lo kayak gini, Var."
Dengkusan kasar keluar dari mulut Chivar. Saat nama wanita itu disebutkan, perasaan emosi kembali datang. Semuanya menjadi satu. Kecewa, marah, benci, bahkan rindu yang sialnya paling tinggi bertahta dalam hati.
"Gue anter pulang, ya. Besok pagi lo bicarain semuanya sama Webhi. Gue yakin, segilanya otak lo masih ada space kedewasaan. Setelah lo sama Webhi deep talk, terserah kalian mau kayak gimana, cuma kalau masalah nggak lo omongin bener-bener, solusinya nggak akan muncul," titah Wira tenang.
Sebenarnya, Wira hanya tak tega saat beberapa hari lalu Webhi menelepon sambil menahan isak tangis. Wanita yang sempat ia claim sebagai manusia tercuek di muka bumi ternyata masih memiliki sifat rapuh sebagaimana wanita pada umumnya. Dan itu terjadi karena mantan pria berengsek di sampingnya.
"Jangan dibiasain nghindar gini, Var. Gimana kalau nanti lo punya anak dan masih--"
Chivar berdecih memotong ucapan Wira. "Seenggaknya tunggu gue sampai bener-bener mabuk, Wir." Karena ia tahu seperti apa sakitnya saat menatap Webhi dalam keadaan sadar. Sampai gue sedikit lupa rasa sakitnya, sambungnya dalam hati sambil menenggak kembali vodka yang dituangkan bartender dalam gelasnya.
Pulang ya, Chi. Omongin baik-baik. Kasian Webhi nahan kangen mana lagi ngadepin morning sickness.😥
Sama-sama nahan rinduuu mereka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top