60• Norak Tau!

Follow, vote, dan komen.
Silakan baca.
Makasih.
💙

___________
*******

Beberapa orang bilang, tak baik jika terlalu mengumbar kebahagiaan di media sosial. Namun, untuk sesekali tak masalah, bukan? Selain ingin menularkan momen indah pada ribuan pasang mata yang melihatnya, kadang manusia juga perlu memberi apresiasi pada diri karena apa yang mereka dapati.

Ya ... salah satunya dengan cara memposting momen berharga dalam hidup.

Tak apa-apa, bukan?

Tentu saja.

Mereka yang menyukai pasti akan terkagum-kagum dan tak keberatan mengetik segala macam pujian. Namun, bagi yang membenci akan makin tersulut api emosi yang mungkin berdampak buruk untuk ke depannya. Ah, jika dipikir-pikir hidup memang tak semudah mengedipkan mata atau manarik napas lalu mengembuskannya. Ya ... memang seribet itu jadi manusia. Ada saja masalah, tetapi harus tetap bersyukur bagaimana pun keadaannya.

Hari ini, Grace yang mengenakan dress tanpa lengan dengan sebuah cardigan yang tersampir di kursi restoran, sedang meremas ponsel saat melihat unggahan terbaru dari pria yang sebulan lalu ia temui. Setelah pertemuan singkatnya dengan Chivar, memang tak ada kabar apa pun lagi. Grace sempat berpikir kalau rumah tangga pria itu dalam masalah, tetapi nyatanya yang ditemukan justru fakta menyebalkan.

Sepertinya Grace gagal menghasut Chivar percaya dengan opininya. Ia memang tak berbohong sepenuhnya, tetapi dengan licik menambahkan banyak bumbu dalam kalimat yang dilontarkan. Ardaf dan Webhi memang saling mencintai meski selama ini ia memilih buta untuk melihat hal itu. Jadi, karena merasa perasaannya dipermainkan oleh sepasang kakak dan adik, Grace ingin salah satu dari mereka juga merasakannya.

Grace memang tak tahu bagaiaman perasaan Webhi pada Chivar. Namun, ia bisa melihat Chivar begitu tersulut amarah saat ia bercerita tentang hubungan istrinya dan dari sudut pandangannya, keluarga kecil itu terlihat harmonis hingga membuat ia makin berniat mengacaukannya. Sementara Ardaf, ada cara lain untuk membalas perbuatan pria itu yang seenak jidat memutuskan hubungan.

Beralih pada salah satu aplikasi dalam ponsel, Grace tersenyum layaknya psikopat saat melihat video yang sedang di putar dalam layar. Ia memang masih mengingingkan Ardaf, hanya saja melirik Chivar yang tak kalah dari segi apa pun sepertinya membuat ia mulai bingung.

Bingung harus menghancurkan yang mana dulu untuk kepuasannya.

"Grace?"

Menghadapkan layar ponsel pada meja restoran dengan gerak tenang dan elegan, Grace mendongak menyambut pria yang mengajaknya bertemu hari ini sudah hadir di hadapan.

"Kamu nunggu lama, Grace?"

Mengulas senyum tipis, Grace menggeleng pelan. Ia bangun dan mengulurkan tangan pada pria itu. "Gimana kabar kamu, Daf?"

Ardaf sambut uluran tangan itu, menjabatnya singkat sebelum duduk di seberang Grace. "Baik," sahutnya santai. "Kamu gimana?"

"Seperti yang kamu lihat." Grace kembali duduk dengan tenang. "Tumben kamu ngajak ketemu. Aku pikir kamu udah lupa," sindirnya tak ragu-ragu.

Menarik napas pelan, Ardaf tatap serius Grace yang memilih menggerai rambut panjangnya. Bahkan ia merasa enggan berlama-lama untuk sekedar berbasa basi menanyakan menu makanan di tempat itu.

"Kamu yang keluarin artikel kalau putusnya hubungan kita karena orang ketiga, kan?" katanya to the poin. Ardaf sebenarnya malas mengurus masalah itu, tetapi jika masalahnya sudah menyeret nama orang lain ia tak bisa tinggal diam.

Beberapa hari lalu, ia dan Olin memang pergi ke restoran untuk pertemuan informal dengan beberapa orang penting. Lalu esok paginya ada artikel yang mengatakan jika putusnya hubungan ia dan Grace karena dilandasi orang ketiga. Parahnya, Olin yang tak tahu apa-apa mendapat serangan dari para penggemar model cantik itu.

"Oh, masalah itu. Aku juga kaget, Daf."

Sebenarnya Grace tak berbohong. Ia juga terkejut saat berita itu naik ke media, tetapi memilih bungkam dan tak memberikan klarifikasi apa pun di akun media sosialnya. Ia justru menikmati para penggemar menyerang Ardaf dan wanita bernama Caroline.

Mendesah pelan, Ardaf yang merasa tubuhnya benar-benar lelah memilih menyandarkan punggung pada kursi kayu yang diduduki. "Grace, kita putus baik-baik, kan?"

Grace berdecih. "Kamu pikir ada putus baik-baik tanpa penjelasan?!" serunya mulai tak bisa mengontrol emosi. Padahal saat duduk di sana, ia sudah mendikte diri agar tetap tenang apa pun pembahasan mereka nanti. "Kamu gila, Daf!" Meski sebenarnya ia juga merasa gila karena menghadapi situasi semacam ini.

"Grace, aku tahu aku yang salah. Maaf," katanya tulus. Ardaf tahu meninggalkan seorang wanita begitu saja tanpa memberi penjelasan masuk akal bukan tindakan gentle. "Aku cuma mau lepas kamu sebagai kekasih bukan sebagai sahabat, Grace."

"Omong kosong!" balas Grace dengan sorot tajam. "Bahkan pesanku nggak ada satu pun yang kamu balas sejak saat itu!" Lalu menarik napas saat merasa mulai bisa mengendalikan emosi. "Sekarang apa mau kamu ketemu sama aku? Kamu mau nyalahin aku tentang berita itu! Setiap berita yang naik ke media bukan aku yang minta!"

"Oke, aku minta maaf karena nanya seperti itu. Cuma, aku pikir dengan kamu buat klarifikasi, fans kamu nggak akan nyerang Olin dan salah paham, Grace."

Grace kembali berdecih sinis. "Memang putusnya kita karena orang ketiga, kan?"

"Grace, aku--"

"Kamu baru sadar perasaan kamu ke Webhi, kan? Makanya kamu tinggalin aku!"

Bangun dari kursi sambil menyambar cardigan, Grace tatap pria yang terlihat tak terkejut sama sekali. Ia memang pernah menyindir hal itu sebelumnya.

"Grace, udah aku bilang. Hubungan kita berakhir bukan karena--"

"Lalu karena apa, Daf?" potong Grace kembali meradang. "Kamu pikir aku bodoh buat nggak lihat bagaimana tatapan kamu ke Webhi?! Yang satu-satunya bodoh di sini cuma kamu! Kamu bahkan nggak sadar kalau Webhi juga cinta sama kamu!"

Kali ini Ardaf terbelalak. Ia ikut bangun dari kursinya, menatap Grace dengan tatapan tak percaya.

"Kenapa? Kamu kaget! Yang bodoh kamu, nggak bisa tahu isi hati wanita yang jatuh cinta sama kamu! Bahkan tanpa sadar udah nyakitin orang itu! Yang bodoh kamu, Daf! Sekarang kamu mau apa karena Webhi udah nikah. Mau rebut dia dari Chivar?" Grace tertawa tanpa rasa humor. "Kalian berdua sama-sama menyedihkan! Sama-sama jatuh cinta tapi bodoh!" Lalu melenggang pergi meninggalkan Ardaf yang diam mematung dengan pikiran gamang.

***

"Astaga, cantik banget bunganya!" sambut Chivar antusias saat melihat Webhi memasuki rumah.

Niat ingin pergi ke lantai bawah harus urung. Chivar memilih menghampiri Webhi yang baru saja mengeluarkan dengkusan kecil. "Bunganya bagus banget. Dari siapa, sih?" lanjutnya berkelakar.

Webhi hanya memutar bola mata saja, membiarkan Chivar merangkulnya sambil berjalan menuju kamar. "Nggak tahu, kayaknya ada orang yang salah kirim, deh," sahutnya tanpa mengubah ekspresi.

"Masa, sih?" Chivar terkekeh geli melihat raut Webhi. "Tapi cantikan kamu, sih, sama bunganya."

Mereka masuk ke dalam kamar, Webhi yang berjalan meletakkan bunga di atas nakas menoleh pada Chivar yang memilih duduk di tepi kasur sambil memperhatikannya.

"Kamu nggak suruh Mang Cecep ambil bunga di jalan lagi, kan?" gurau Webhi sambil membersit geli.

Chivar mendengkus kasar mendengar itu. Mulai merasa kesal saat wanita yang saat ini tertawa sambil melepas blazer, mengingatkannya pada kejadian beberapa waktu lalu. Awalnya ia tak mengerti saat Webhi membahas soal buket bunga yang sebagian besar terdiri dari batang ilalang. Namun, saat ia ingat-ingat lagi, semua terasa menyebalkan dan memalukan. Sialnya lagi saat Webhi bertanya pada Cecep, sopirnya itu terlalu jujur membeberkan tindakan absurd yang ia lakukan saat mabuk hingga membuat suasana terasa makin menjengkelkan.

"Nggaklah! Kamu lihat sendiri bunganya ada greeting card! Ada nama tokonya juga." Chivar menyahut setengah menggerutu.

Webhi mengangguk-angguk paham. Sebenarnya, ia cuma ingin menggoda saja. "Pantas bunganya yang waktu itu kacau, ikatannya juga asal-asalan. Untung aja Mang Cecep nggak ketangkep satpam kompleks karena ngambil bunga di taman kompleks," guraunya santai.

Berdecak malas, Chivar berbaring sambil menatap langit-langit. "Udah deh, nggak usah bahas itu mulu. Lagian kamu juga, bunganya bukan dibuang malah disimpen aja," katanya makin menggerutu. Setidaknya ia tak melihat bukti nyata kekonyolannya saat mabuk jika Webhi membuang bunga yang lebih pantas disebut ikatan rumput itu.

Webhi tersenyum. Ia hampiri pria yang berbaring nyaman di atas kasur dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Chivar memang mudah sekali kesal dan itu terlihat menggemaskan. "Bunganya bagus, kok, walaupun lebih banyak daun daripada bunga," katanya sambil bergabung dengan sang suami.

Chivar menoleh saat Webhi dengan santai berbaring meletakkan kepala di lengannya. "Bhi?"

"Hm?" sahut Webhi, lalu bergerak menghadap pria yang mengambil posisi sama dengannya. Ia mengernyit saat Chivar malah diam menatapnya, lalu menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. "Kamu udah makan, Chi?" tanyanya saat pria itu hanya menatap saja.

Chivar menggeleng sambil tersenyum.

"Ya udah, aku mandi dulu. Nanti kita makan bareng." Webhi bangun lalu beranjak menuju kamar mandi.

Meninggalkan Chivar yang tersenyum menatap kepergiannya. Webhi banyak berubah, itu yang dirasakan Chivar. Dan perubahannya benar-benar membuat hati Chivar selalu berdebar tiap kali mereka berdekatan. Sulit mengatakan sesuatu jika matanya berserobok dengan manik karamel yang teduh itu.

Ah, Chivar seperti ABG yang baru jatuh cinta.

Nggak boleh keliatan bucin banget, Var. Stay cool! Jangan terlalu bucin, plis! Norak tau! monolognya dalam hati sambil terkekeh geli.

Tapii kamu di sini memang syulidh jadi karakter suami cool, Var😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top