53• Goyah.
Vote dulu ya, baru baca.
________________
******
Chivar benci saat dirinya tak bisa berhenti memikirkan sesuatu tak beralasan. Setelah mengakhiri pesan dari wanita yang mengaku kekasih Ardaf, ia memilih pulang. Sebenarnya ingin menceritakan hal itu pada Webhi karena Chivar bukan tipe orang yang betah berlama-lama menyimpan sesuatu. Namun, kali ini mulutnya seolah ditahan agar tak mengatakan apa-apa dulu.
Setelah makan malam selesai, sekarang ia dan Webhi sudah bersiap untuk tidur. Sejak di meja makan, ada aura berbeda dari sorot wanita itu. Chivar memang selalu terlihat main-main dalam berucap atau bertingkah. Namun, ia bukan pria yang tak acuh pada sikap orang di sekitar apalagi jika menyangkut sesuatu penting baginya. Memang benar, Webhi bukan manusia yang suka bicara. Hanya saja kali ini terlihat berbeda.
Sementara itu, Webhi yang hendak memejamkan mata malah beralih meremas selimut ketika merasakan pelukan posesif di punggung. Kemudian, menahan napas saat pria di belakang menghidu aroma lewat perpotongan lehernya.
"Bhi."
"Hm."
"Aku mau cerita, deh."
Membalik tubuh menjadi saling berhadapan, Webhi tatap pria yang baru saja berujar. "Cerita apa?" Lalu mengernyit saat Chivar malah memberi usapan lembut di pipinya. "Kenapa?"
"Mungkin sekarang kamu nggak percaya sama aku. Tapi, kamu bisa buktiin sendiri gimana interaksi antara Webhi sama Ardaf. Aku pilih mengakhiri hubungan karena baru tahu. Dan aku pikir, di sini bukan cuma aku yang jadi korban dari hubungan terlarang mereka, tapi kamu juga."
Pesan terakhir Grace membuat Chivar merasa ada sesuatu yang menekan dadanya. Hubungan terlarang apa yang dimaksud wanita itu? Chivar tahu jika kedekatan Webhi dan Ardaf memang begitu manis untuk seukuran kakak dan adik. Akan tetapi, ia pikir itu masih wajar karena dirinya juga memiliki dua orang adik perempuan yang akan dijaga baik-baik. Meskipun cara yang ditunjukkannya pada Zeya dan Zoya sedikit berbeda dengan Ardaf.
Merasakan kecupan lembut di kening, Webhi makin mengernyit saat Chivar berakhir memeluknya erat dengan embusan napas yang terdengar kasar. "Kenapa, sih?" Ia mendongak, mendapati rahang tegas pria itu. "Katanya mau cerita."
"Aku kangen Mamah, Bhi?"
"Mamah? Mamah yang mana?"
Berdecak malas mendengar jawaban Webhi, Chivar tatap kembali wanita yang terkurung pelukan. "Mamah muda," kelakarnya.
Reflesk memukul lengan Chivar, Webhi mendengkus kesal. "Ck, aku serius!"
Chivar tertawa saja. "Lagian kamu nanyanya aneh. Maksud aku Mamah Lulu, emang kamu pikir mamah apa? Tenang Bhi, aku nggak tergiur sama Mamah Muda jaman now."
"Oh."
"Cuma oh, doang jawabnya, Bhi?"
"Terus aku harus jawab apa?"
Sembari membawa Webhi ke dalam pelukan lagi, Chivar sugesti otaknya agar tak termakan ucapan Grace. Namun, ada beberapa manusia yang jika penasaran sulit untuk mengabaikan. Chivar salah satunya.
"Aku kepingin makan siang sama Mamah, Bhi. Kamu mau, kan?"
Webhi yang membalas pelukan itu dengan mengusap punggung Chivar, hanya mengangguk saja. Sejak kedatangan Ardaf ke toko bunga, sejujurnya Webhi mulai merasa gamang dengan perasaannya.
"Maafin aku, Bhi. Aku telat nyadarinya."
Lantas ucapan terakhir Ardaf sebelum masuk ke dalam mobil, menyeret pikiran Webhi untuk mencerna apa maksud sang kakak. Hingga saat ini, spekulasi yang didapat dari pernyataan itu membuatnya ketakutan.
"Kita makan siang keluarga, ya. Ajak Ardaf juga. Kayaknya aku nggak pernah ngobrol banyak sama dia sebagai ipar." Lalu tanpa sadar, rahang Chivar mengetat saat usapan lembut di punggungnya berhenti dengan respons tubuh Webhi yang tiba-tiba menegang. "Bhi?"
"Ya, nanti aku kasih tahu Mamah. Kamu maunya kapan?" Menempelkan pipi pada dada sang suami, Webhi lingkarkan saja tangan di pinggang Chivar tanpa meneruskan usapan.
"Minggu ini."
Webhi hanya mengangguk saja. Ia coba pejamkan mata dalam pelukan pria yang tanpa sadar memberinya ketenangan lewat aroma tubuh dan dekapan hangat.
***
"Berarti kamu seumuran sama Zeya dan Zoya, ya?"
Devan mengangkat bahu tak acuh. Sambil memainkan joystik dengan tatapan fokus pada layar game, pemuda berusia 18 tahun itu tak terlalu menanggapi ucapan lelaki yang menjadi lawan bermainnya.
Hari ini, Chivar dan Webhi menyambangi rumah besar Andreas. Seperti wacana beberapa hari lalu, pasangan suami istri itu kini sedang menunggu waktu makan siang bersama karena mereka sampai sejak tadi pagi. Sebenarnya hanya Chivar yang sedang menunggu sedangkan Webhi memilih membantu ibu mertuanya menyiapkan hidangan.
"Bang Chivar! Ya ... nggak seru banget, sih! Dari tadi lengah mulu!" Devan sedikit bersungut saat pria yang ia sukai karena sehobi, sepertinya tak fokus pada permainan.
"Eh, maaf ...." Chivar letakkan joystiknya pada karpet berbulu yang diduduki, semantara Devan kembali memilih menu permainan. "Kayaknya Abang udah laper, jadi nggak fokus mainnya."
"Di atas nakas aku ada makanan, Bang."
"Hm, nanti aja." Memilih berbaring sambil membawa lengan menutupi kening, chivar kembali memikirkan pesan terakhir yang Grace kirim. "Dev, Ardaf sama pacarnya putus, ya?" Lagi-lagi Chivar hanya mendapatkan bahu Devan yang terangkat tak acuh.
"Abang cari aja beritanya di sosmed, pasti ada. Aku nggak terlalu peduli sama kayak gituan."
Benar juga. Chivar tak ingat kalau wanita yang berhubungan dengan pria berstatus kakak iparnya itu adalah publik figur. Kabar tentangnya tentu tak sulit untuk ditemukan. Membuka ponsel, ia search nama wanita yang berhasil mengacaukan pikirannya lewat pesan singkat. Kemudian, membaca berita terbaru tentang Grace Amreetha--model sekaligus artis yang sedang naik daun. Benar, kabar putus mereka memang sudah naik ke media. Lantas yang membuat Chivar makin penasaran adalah salah satu unggahan Grace di insta storynya. Unggahan itu tertera dalam artikel akun gosip yang sedang ia baca.
"Kok, sad sih, gue bacanya."
"Kemungkinan besar, kemarin dia sakit gara-gara putus."
"Grace tuh, mukanya aja yang jutek. Tapi hatinya lembut nggak, sih?"
"Kasian ya, kayaknya dia diselingkuhi, deh. Soalnya kata-kata terakhir agak nganu."
"Ck! Semua cowok sama aja, nggak ada yang bener kecuali Park Chanyeol!"
"Kalau sampe diselingkuhi bodoh banget sih, cowoknya. Udah dapet paket lengkap cari yang kayak gimana lagi coba?"
"Grace, deserve better. Mending fokus sama karir dan kesehatan kamu, ya. Jangan pikirin hal-hal nggak penting."
"Rumah gue deket sama rumah salah satu psikolog terkenal. Kemarin nggak sengaja, gue lihat Grace sama asprinya turun dari mobil terus masuk ke sana. Gue nggak tahu sih, mereka ke sana mau ngapain. Tapi gue yakin 100% itu Grace, walau pun pakai masker hampir nutupin semua muka. Gue hafal banget cara jalan sama postur tubuhnya. Apalagi gue udah beberapa kali ketemu asprinya. Wkwkw."
"Tapi Grace emang dikabari punya panic attack. Katanya kalau lagi depresi sering kambuh."
"Wah, parah sampai ke psikolog. Cowoknya toxic kali!"
Deretan komentar yang dilontarkan para fans wanita itu, membuat Chivar mengernyit saat membacanya. Kemudian, kembali memikirkan pesan terakhir Grace beberapa hari lalu. Memilih keluar dari artikel yang menuliskan gosip dunia hiburan tanah air, Chivar hendak membuka ruang chat bersama Grace sebelum menoleh pada daun pintu kamar yang terbuka. Di sana, wanita mungil dengan dress putih di atas lutut tampak mendengkus melihat layar game.
Meletakkan ponselnya, Chivar bangun lalu menepuk sisi kosong agar Webhi yang sepertinya baru selesai membuat menu makan siang, berjalan padanya.
Duduk pada tempat yang ditunjukkan Chivar, Webhi yang sebenarnya ingin mengatakan kalau makan siang sudah siap, dibuat mengernyit saat pria itu kembali berbaring dengan kepala yang diletakkan dipangkuanya. Lantas dengan santai membawa tangannya ke atas dada sambil memejamkan mata.
"Makan siang udah siap, Chi."
"Nanti."
"Katanya Bang Chivar udah laper."
Baru saja menoleh pada pasangan yang berada di belakang punggung, Devan malah dibuat salah tingkah melihat posisi suami istri itu. Lantas ia memilih kembali fokus pada game setelah berdeham.
Webhi mendengkus samar mendengar ucapan adiknya. Chivar memang mudah sekali lapar. "Ya udah, ayo makan!"
"Sebentar lagi, Bhi." Chivar hela napas gusar, lalu mengembuskannya pelan. Mulai merasa tenang dari pikiran runyam saat merasakan tangan Webhi bermain di rambutnya. "Ardaf udah dateng belum?"
"Hm ... udah."
Tanpa sadar, Chivar mulai mengeraskan rahang saat isi kepalanya ditodong spekulasi menyebalkan. Seperti; apa mungkin yang dikatakan Grace adalah sebuah kebenaran?
Mereka tuh, udah sama-sama saling butuh.
Cuma ngerinya, yang satu hatinya gak boleh ketowel, satunya lagi sumbu pendek yang mudah kepancing emosi.
Dahlah, emang paling bener chatan sama Wirdam ya Par.😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top