44• Pillow Talk.

Vote dulu ya, sebelum baca.
Makasih.

___________________

Sudah menepuk punggung Chivar, berusaha mendorong dadanya, bahkan mencubit otot bisepsnya. Namun, akhirnya Webhi menyerah karena pria itu masih bertahan memagut bibir dengan gerakan lembut berangsur menuntut. Sampai satu ide terlintas di kepala untuk menyudahi ciuman yang membuat paru-parunya kekurangan oksigen.

"Awh!" Memekik terkejut, Chivar menarik diri saat sang istri memberi gigitan di bibir bawahnya. "Sakit, Bhi ...," katanya meringis.

Webhi yang sibuk memberi pasokan udara ke paru-paru, hanya mendengkus sebelum terkekeh geli melihat ringisan kecil di wajah sang suami. Ia gunakan jarinya mengusap pelan bibir bawah Chivar yang tampak memerah, lalu merapikan rambut yang terlihat jatuh ke mata.

"Aku udah sesek napas, Chi."

"Masa sih, baru juga dua detik."

"Dua detik kamu bilang!"

Chivar tertawa saja mendengar itu. Posisinya masih mengurung tubuh Webhi, membiarkan wajah mereka sejajar saat bicara. Dengan tubuh yang hanya berselimut kain halus, Chivar mulai beringsut. Mendekap wanita itu bak bocah yang mencari kehangatan seorang ibu. Ia lingkarkan lengan pada pinggang ramping Webhi sebelum merasakan tangan sang istri ikut membalas pelukannya di punggung.

Sejenak, mereka biarkan kebisuan merajai. Merasakan bagaimana detak jantung yang bertalu mulai tenang seiring napas yang memburu terasa berirama.

"Katanya ada masalah sama tanah Kakek, ya?"

Seperti yang kita ketahui, Webhi bukan manusia yang pintar basa-basi. Namun, mulai hari ini ia akan berusaha membangun obrolan dengan pria dalam dekapannya. Mencoba membuka diri untuk menyambut orang asing sebelum benar-benar membuat ruang baru dalam hatinya.

Setelah pertanyaan yang mungkin membingungkan Ardaf ia gaungkan. Webhi merasa sedikit beban hatinya perlahan pudar. Ia sama sekali tak penasaran dengan jawaban Ardaf, sebab melihat gurat kebingungan dari kedua alis yang bertaut, sudah cukup baginya untuk tahu kalau pria itu benar-benar tak sedikit pun melihatnya sebagai seorang wanita.

Jadi, Webhi rasa ia harus fokus membenahi hati sebelum ada orang lain yang menempati. Tak apa-apa meski kondisinya benar-benar belum rapi.

"Minggu depan aku ke Bintaro, Bhi."

"Apa masalahnya serius?" Menggerakan ragu jemarinya, Webhi usap lembut punggung Chivar hingga merasakan tubuh pria itu makin erat mendekapnya.

"Lumayan." Chivar tersenyum. Memejamkan mata saat usapan itu berulang kali ia rasakan. "Kamu nggak tau, ya. Tahun kemarin Kakek wakafin tanah di Bintaro buat TPU."

Webhi hanya menggeleng. Ia rapikan rambut Chivar yang menyentuh dagu, lalu membiarkan tangannya jatuh pada biseps yang basah karena keringat.

"Jadi, kemarin salah satu ahli waris tanah itu gugat Kakek. Katanya tanah itu nggak sah dijual karena dia nggak pernah ngerasa tanda tangani surat jual belinya," mula Chivar.

"Loh." Webhi menanggapi serius. "Emang waktu beli nggak diperiksa dulu siapa aja ahli waris tanah itu?"

"Udahlah. Kakek tuh, pinter kalau mau beli tanah. Sewa dua pengecara buat periksa AJB sama PPAT sebelum bener-bener deal. Cuma waktu itu emang ada tiga ahli waris yang Kakek tahu. Eh, nggak tahunya semua ada empat dan saudaranya yang lain kayak sengaja nutup-nutupin gitu." Menghela napas pelan, Chivar mendongak untuk menatap wajah wanita yang masih ia dekap. "Kayaknya mereka antara nggak mau akuin sama nggak mau bagi hasil."

Webhi mengangguk pendek. Tangannya beralih menarik lebih tinggi selimut yang menutupi tubuh bugilnya bersama sang suami. "Terus, kapan kamu berangkatnya?"

"Lima hari lagi."

"Berapa lama di sana?"

"Belum tahu. Kata notaris yang urus ini sama pengecara Kakek, kayaknya nggak akan lama. Misinya sih, mau bujuk ahli waris satu itu buat nggak memperpanjang urusan. Kakek sebenernya udah males ngurus hal kayak gini walaupun kata pengecaranya, kalau ambil jalur hukum pihak Kakek yang bakal menang."

"Sekarang tanahnya udah dipakai TPU?" Webhi melepas tangan yang setia merengkuh pinggang. Membawa wajahnya agar sejajar dengan milik pria yang masih asyik bercerita.

"Udah. Paling Kakek keluar uang lagi buat urus yang gugat. Kasian juga sih, saudara-saudaranya dapat uang dari jual tanah, tapi dia baru tahu kalau tanah itu dijual setahun lalu. Pantes aja Kakek dapat harga lumayan murah saat itu. Kayaknya mereka emang sengaja jual cepet."

"Terus Kakek mau kamu yang tangani masalah ini?"

"Ya." Seraya mengangguk, Chivar mainkan rambut wanita yang menatapnya serius. "Nggak pengertian banget, ya. Pengantin baru dikirim ke luar kota."

Webhi mendengkus samar. "Ck, sekarang aku mau tidur."

Setelah melakukan seks di kamar mandi yang membuat Webhi terkurung di sana selama dua jam lebih, mereka berdua turun untuk makan malam. Namun, kegiatan panas yang sering dialibikan Chivar mencari banyak pahala itu kembali dimulai saat mereka memasuki kamar.

Webhi juga mulai bingung, tak ada lagi rasa risih atau enggan saat Chivar mulai menyentuhnya. Seolah ada sihir yang langsung mengalihkan dirinya kala ciuman lembut itu kembali terjadi. Karena yang ia tahu, saat tangan besar Chivar mulai berkelana menyisir setiap titik sensitif di tubuhnya, Webhi hanya mengingat ia sudah tak lagi berbusana dan dikuasai pria di atasnya.

"Sekali lagi, ya." Kembali bergerak mengurung tubuh Webhi, Chivar membersit geli saat suara dengkusan kasar keluar dari mulut sang istri.

"Beberapa jam lalu kamu juga bilang sekali lagi!"

"Masa sih, Bhi?" Pura-pura lupa dengan ucapannya sendiri, Chivar kembali terkekeh geli melihat ekspresi Webhi. Sambil merapikan rambut yang berantakan di atas bantal, ia menunduk. Mencium kening halus itu lama. "Ya udah, anggap aja aku lagi berperan sebagai senior yang ngajarin juniornya. Baik banget kan, aku." Lalu tergelak tawa saat Webhi mendelik sewot.

Dari pengalaman berharga yang menjadikan dirinya cassanova, seingat Chivar baru kali ini ia melakukan pillow talk. Hebatnya hal itu diselingi tawa yang benar-benar membuat hatinya menghangat. Rasanya seperti malam hari di musim hujan yang membuat dirinya betah berlama-lama ada dalam gulungan selimut.

Ah, ternyata nikah seindah ini, ya? batin Chivar sambil tersenyum simpul.

"Aku mau istirahat, Chi. Besok harus jaga toko karena Sabil ada urusan di kampusnya."

"Besok tutup aja tokonya."

Webhi mendesah lelah. "Aku capek banget."

"Masih jam sore kamu udah capek, Bhi? Payah banget, sih."

Memukul kesal lengan Chivar, Webhi ingin sekali berteriak marah jika saja tenaganya masih ada. Bukan hanya lelah, ia juga mengantuk. "Jam sore kata kamu! Lihat jam berapa sekarang!" hardiknya kesal.

Chivar yang sama sekali tak mengubah posisinya, melirik jam di atas nakas. Menyipitkan mata seolah tak percaya saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 02:58 WIB. Ia berdecak sambil melepas rengkuhannya, menarik Webhi ke dalam pelukan dan mengendalikan diri agar tak kembali memasuki sang istri.

"Kayaknya jam itu ngaco, deh."

"Yang ngaco itu kamu!"

Chivar tertawa saja mendengarnya. "Ya udah, sesi bimbingan senior dan junior cukup sampai di sini. Nanti dipertemuan selanjutnya kita bahas gaya lain."

Webhi yang sudah sangat malas meladeni guyonan itu, hanya mendengkus saja. Matanya makin berat saat merasa hangat dan nyaman dalam dekapan serta usapan lembut. Kemudian, tak lama setelah itu ia kembali merasakan tangan Chivar yang mulai gentayangan di punggung hingga ke bokongnya.

Ah, sudahlah! Webhi lelah melarangnya.

***

"Aku mau kita break."

"Maksud kamu?"

Meski dengan suara yang biasa saja, percayalah Grace sedang menyimpan rapi amarah dan panik di balik dada. Gemuruh napasnya mulai tak terkontrol saat pria yang hari ini bertandang ke apartemen, melemparkan kalimat yang mirip bom waktu ke atas kepalanya.

"Kita ... aku mau break, Grace. Sejenak aja."

"Alasannya apa?" Menyambar tangan Ardaf yang bertumpu di atas lutut, Grace tatap lekat wajah pria yang tampak gusar.

"Itu alasannya aku break, Grace. Aku mau cari alasan buat hubungan kita yang ... aku harus lanjut atau stop."

"Nggak, Daf!" Menggeleng cepat, Grace hela napas lebih dalam untuk menetralkan serangan panik yang mulai datang. "Aku salah apa? Atau kamu kayak gini karena berita waktu itu? Jelasin ke aku, Daf. Kenapa?" cecarnya tak santai.

Mengernyit heran saat tangan yang menggenggamnya mulai gemetar, Ardaf sorot wanita yang tak mampu lagi menyembunyikan was-was. "Grace, aku cuma mau kita break. Bukan putus."

"Kamu mau ninggalin aku, kan, Daf?!" Grace bangun dengan penuh emosi. Menatap tajam pria yang terkejut di sofanya.

"Grace, aku--"

"Kamu tahu! Kamu tahu kenapa kamu tiba-tiba kayak gini!" Sambil berjalan menjauh untuk tak semakin terlihat histeris, Grace serukan opininya tanpa ragu. "Kamu udah sadar, kan?"

Ardaf mengernyit. "Maksud kamu?"

"Aku benar-benar nggak mau, break atau apa pun itu, Daf." Rasa panik yang mulai menjalar menggetarkan tubuh, membuat Grace tak sadar meraih figura pada bufet tak jauh darinya. Melemparnya ke lantai hingga pria yang ada di sana terkejut dan menghampirinya.

"Grace. Tenang dulu!"

"Nggak, aku nggak bisa! Kamu mau ninggalin aku, Daf! Aku nggak bisa tenang!"

"Nggak, Grace. Aku cuma minta waktu buat berpikir." Sambil bicara, Ardaf dekap tubuh yang sudah bergetar hebat.

"Jangan! Jangan, Daf. Aku nggak mau kamu ninggilan aku!" Lalu isak Grace lolos saat Ardaf makin mendekapnya. "Jangan, plis. Jangan tinggalin, Daf."

Ardaf bisa apa selain diam sambil terus memberi dekapan hangat untuk wanita yang menangis itu. Lantas, menarik napas lebih dalam saat hati yang gundah semalaman mulai menemukan jawaban.

Benar. Bukan Grace yang ia inginkan, bukan Grace yang mampu membuatnya bahagia. Ada wanita lain yang sudah lama mendiami hatinya. Namun, Ardaf harus bagaimana saat kesadarannya datang wanita itu sudah milik orang.

Meski begitu, ia tetap ingin mencari jawaban. Apa hanya ia yang menginginkan atau keduanya? Karena jika Webhi membalas rasa yang masih semu di hatinya, apa pun caranya akan ia perjuangkan.

Waktu belum sadar nyakitin Webhi, pas udah sadar nyakitin Grace. Ah, Mas Ardaf kamu tuh gimana sih!

Guys!
Hari ini badanku kurang fit. Minta doain semoga lekas sehat kembali. Maren paksu, sekarang daku yang mulai keliyengan sama flu.😥 besok kalau gak up berarti aku bener-bener gak bisa ngetik cerita.

Dah sih, itu aja. Kalian jaga kesehatan ya!See you~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top