35• Najis Mughallazah.

Setelah memasuki kamar, Webhi tak bisa mengabaikan resah dan gelisah yang berperang hebat dalam sanubari. Seolah bisikkan nyaring sedang berpuas diri mengejek solusi yang ia ambil untuk mengalihkan hati, nyatanya membuat frustrasi.

Apa sekarang Webhi menyesali?

Tentu saja. Karena ternyata hatinya masih tetap berdiri kokoh di atas nama pria yang sama. Lantas, ia harus bagaimana saat pria yang diseret masuk ke dalam rencana meminta haknya? Webhi tak mungkin berlari ke garis awal tempatnya memulai semua. Kemudian, mengatakan pada Chivar kalau pernikahan yang dilakukan tak sungguh-sungguh ia harapkan.

Jika seperti itu, tak tahu malu sekali dirinya.

Webhi tak bisa membayangkan bagaimana kekecewaaan keluarganya serta pria yang saat ini berstatus suaminya. Karena lambat laun, meski belum bisa menetapkan hati untuk menerima Chivar sebagai suami. Ia tahu pria itu memiliki sifat yang tangguh dalam memegang sebuah perinsip.

"Mas Ardaf?"

Saat sambungan telepon yang Webhi lakukan mendapat jawaban, ia tersenyum mendengar suara pria yang dirindukan. Pikirannya sedang berkabut dengan masalah yang ditimbulkan ulahnya sendiri dan hanya Ardaf yang ia harap bisa menyedot perhatiannya.

"Iya, Bhi. Kenapa?"

"Aku ... Mas Ardaf sibuk?" Sambil duduk di ujung kasur, Webhi menatap nanar ke arah jendela besar pembatas balkon yang dibiarkan terbuka lebar.

Di seberang sana, Ardaf yang baru saja mendorong pintu ruangannya mengernyit. Sembari melirik jam yang ada di pergelangan tangan, ia duduk di kursi putarnya. "Lima belas menit lagi aku ada meeting." Lalu memeriksa ponselnya yang terasa sunyi. "Kenapa, Bhi?"

"Aku kepingin ketemu."

Seolah besi yang ditarik ke medan magnet, tanpa basa-basi Ardaf langsung merespons pernyataan itu. "Kapan? Sekarang? Mas kirim sopir buat jemput kamu, ya. Kamu sekarang di mana? Rumah atau toko?" cecarnya sambil sesekali melihat layar ponsel yang menunjukkan waktu panggilan.

Webhi tersenyum. Setidaknya resah yang membuat paginya gelisah, mulai berkurang mendengar suara yang mudah sekali mengubah suasana hatinya. "Aku ke kantor aja, Mas."

"Oh, oke. Tapi kamu nggak apa-apa, kan? Nanti kalau udah sampai langsung nunggu di kantor aja, ya. Hari ini aku ada meeting sama tim redaksi."

"Iya."

"Ya udah. Nanti kabari kalau udah sampai. Mas kasih tau Olin kalau kamu mau dateng. Hati-hati di jalan, ya."

Sungguh! Webhi seperti menghirup udara sejuk setelah merasakan sesak di dada yang begitu menusuk.

Sehebat itukah efek cinta? Seajaib inikah rasanya? Bahkan mungkin luar biasa menyenangkan jika saja dua pemerannya sadar. Webhi tersenyum miris mengingat hanya dia yang memendam rasa di antara mereka. Mengangguk sambil menyahuti titah sang kakak, ia menutup sambungan dengan helaan napas lega. Setidaknya Webhi merasa seolah sedikit beban berat di relung jiwa menguap entah ke mana.

***

"Wah, jadi lo pilih setia, Var?!"

Suara Wira hampir membuat Adam yang saat itu ada di pantri, menjatuhkan spatulanya. Tiga pria menuju dewasa itu sedang berkumpul di kediaman salah satu dari mereka. Sebenarnya, Chivar yang hari ini memilih menyetir mobil sendiri, ingin pergi menemui Adam di restoran setelah memeriksa proyeknya sebentar. Namun, lelaki yang saat kuliah mengambil jurusan tata boga itu sedang menutup restorannya karena alasan renovasi. Jadi, mau tak mau Chivar langsung meluncur ke apartemen Adam yang kebetulan sudah ada Wira di sana.

"Wah! Lo serius, Var? Bukan lagi nge-prank?"

Mendengkus dengan tanggapan Wira yang seolah mendengar kemustahilan sedang terjadi, Chivar yang duduk di atas karpet berbulu hanya melempar tatapan malas.

"Gue nanya serius, Var? Lo beneran mau ambil peran suami setia? Wah, kena pelet Webhi lo, ya? Atau kadung ngintip Webhi pas lagi mandi, makanya lo kepingin icip-icip badan mungil ... baangsat!" Ucapan Wira terpotong saat Chivar melempar bantal sofa ke wajahnya. Meskipun setelahnya ia malah terkikik geli melihat Chivar yang menggerutu kesal.

Sementara itu, Adam yang masih sibuk membuat camilan untuk mereka hanya menggeleng saja. Percakapan dua pria di ruang tengah yang tak diberi sekat dengan pantri, terus ia simak. Walaupun belum sempat memberi tanggapan perihal keputusan Chivar yang cukup mengejutkan.

Saat ini tujuan Chivar memang ingin bercerita tentang keputusannya. Selain hanya Wira dan Adam yang tahu tentang persyaratan pranikah itu, ia juga ingin mendengar tanggapan mereka. Dan seperti dugaan, Wira pasti heboh saat mendengarnya.

"Ya ... gue pilih itu." Chivar menoleh pada pria yang masih ada di pantri. "Dam, keren kan, gue pilih setia?!" katanya setengah berteriak dan terkikik sendiri.

"Antara keren sama sulit dipercaya sih, laki bangsat model lo pilih setia." Wira kembali menyeletuk. Kali ini tak ada sirat jenaka di matanya.

Membawa satu bowl besar berisi popcorn karamel buatan sendiri, Adam bergabung dengan dua pria yang sepertinya tak akan afdol jika tak berdebat saat bertemu.

"Alasannya apa, Var?" kata Adam santai.

Berbaring di alas tebal yang sedang diduduki, Chivar memilih menatap langit-langit apartemen berwarna abu gelap. Memikirkan hal apa yang sebenarnya menjadi alasan hingga membuat ia tetap memilih setia dan tak berniat sama sekali mempertimbangkannya. Masa iya gue bilang gara-gara bibir, sih. Makin heboh si Wira nanti, batinnya meringis.

"Akhirnya penasaran kan, lo sama isi bra si Webhi?" Kali ini Wira berujar dengan nada jail seperti biasa. "Emang orang kalau denial paling enak minum ludah sendiri."

Adam terkekeh sementara Chivar tak berniat menjawab guyonan itu. Toh, ia juga mulai bingung kenapa pilihan itu membuatnya seolah merasa jadi pria beruntung. Jika menoleh ke belakang, deretan wanita yang pernah tidur dengannya atau sekedar membantu ia menuntaskan hasrat birahi, semua tak ada yang seperti Webhi.

Wanita itu benar-benar bertolak belakang dengan tipe sesungguhnya yang Chivar mau selama ini. Meski hanya berurusan satu malam atau beberapa jam dengan seorang jalang, Chivar mau matanya dimanjakan dengan dada besar, bibir seksi, bokong sintal, dan memiliki tinggi semampai.

"Tapi alasan apa pun yang kayaknya lagi  dipikirin sekarang, gue dukung keputusan lo, Var. Gue harap sih, lo nggak lagi main-main. Karena gue tau meskipun berengsek lo pasti bisa pegang omongan yang sekarang diucapin," tutur Adam sambil menikmati camilannya bersama Wira.

"Anggap aja gue udah puas nakal. Sekarang kan, udah ada yang sah. Lumayan sekali main dapet pahala. Berarti makin sering main, makin banyak pahala gue, ya?" Chivar merasa lucu dengan ucapannya sendiri. "Gue kayaknya bakal jadi suami paket lengkap, deh. Ganteng, kaya, pengertian, setia pula. Lama-lama gue khawatir si Webhi jadi insecure," lanjutnya masih dengan raut jumawa.

Wira tentu saja mencebik tanpa ragu mendengar hal itu. "Gue kira lo bakal dapet karma dulu, Var. Ya ... minimal perempuan yang lo suka ternyata cintanya sama orang lain gitu. Ngeliat begini kayaknya Tuhan lumayan baik sama lo. Ya nggak, Dam?" kata Wira sambil menoleh ke arah Adam yang hanya mengangguk samar. "Padahal kemarin aja lo bilangnya punya Webhi serba kecil. Nggak ada yang bikin horny."

"Masa sih, gue bilang begitu? Kapan? Kok, gue nggak inget." Chivar terkikik geli melihat ekspresi Wira dan Adam yang mendengkus bersamaan. Ia bangun, ikut menikmati camilan yang dibuat sahabatnya. "Wah, gila! Ini berondong jagung terenak, Dam!"

Wira dan Adam mulai saling bertukar pandang. Sebenarnya tak heran jika Chivar yang memang paling suka makan di antara mereka, berujar demikian. Namun, sejak setengah jam lalu tiba di apartemen, pria itu memang terlihat berbeda. Raut semringah Chivar benar-benar tak bisa disembunyikan. Sekarang, ekspresi berlebihan setelah memakan popcorn yang bukan pertama kali Adam buat, mengundang keheranan dalam diri mereka.

"Lo tuh, kayak lagi kasmaran, Var." Adam berujar sembari membuka minuman kaleng yang tadi dibawa Wira saat datang.

"Lagi bayangin nganu sama Webhi dia, Dam. Lihat aja mukanya udah kayak bocah baru dapet mimpi basah," timbrung Wira.

Mengabaikan celotehan Wira, Chivar memilih menikmati camilannya saja. Jika benar apa yang diucapkan Wira, ia tak merasa keberatan. Anggap saja ia memang pria polos yang baru saja mengalami mimpi basah hingga senyum di wajah sulit ia sembunyikan. Ah, baiklah. Dimulai dari detik ini sampai waktu melepas masa selibat, Chivar menganggap dirinya masih perjaka tulen.

"Apa sebenarnya lo udah unboxing si Webhi, ya? Eh, tapi lo kan, baru sembuh dari patah kaki. Masa iya sih, si Webhi mau main on top," sambung Wira penasaran.

Kali ini Chivar menggeleng meski sedikit tergelitik dengan ucapan terakhir Wira. "Udah dibilang gue ini suami paket lengkap. Udah ganteng, kaya, pengertian, setia ditambah berperinsip pula. Terlalu sempurna nggak, sih? Duh, makin khawatir kan, gue jadinya." Lalu tertawa saat Wira melempar popcorn ke arah wajahnya. "Lagian Webhi mau premarital chek-up dulu. Gue sih, nggak masalah. Orang selama ini main aman dan nggak pernah make obat-obatan."

"Harusnya setelah PCU. Lo berendem disungai Gangga buat bersihin najis mugozha, eh muzoga, eh ... apa ya, Dam namanya?"

"Najis Mughallazah." Adam membenarkan ucapan Wira.

"Nah, itu maksud gue!" kata Wira semangat.

"Udahlah! Nggak usah ngomongin najis sama gue." Chivar berdecak kasar.

Kemudian, saat ingin melempar cibiran kesalnya pada Wira yang saat ini terkikik menyebalkan, ponsel yang sejak tadi tergeletak di sebelahnya mengeluarkan bunyi notifikasi pesan. Tanpa pikir panjang, Chivar buka aplikasi hijau yang menampilkan pesan singkat dari sang istri.

Webhi.
Besok pagi aja kita ke rumah sakitnya.

Chivar berdecak lirih. Tadi siang sebelum ia datang ke apartemen Adam, mereka sudah sepakat kalau sore ini akan melakukan chek-up. Namun, Chivar lupa kalau istrinya memang sulit ditebak. Ya sudahlah, ia abaikan saja pesan istrinya karena tak mau terlihat seperti suami yang kecewa meski sebenarnya memang begitu adanya.

Webhi melek, Bhi, MELEK!
Suami kamu walau rada gila, tapi dia inceran ibu-ibu sosialita.
Jangan sampe gue kirim pelakor nih!🤣

Hah! Baiklah, tarik napas dan silakan keluarin unek-unek kalian dengan Mbak Webhi yang milih ketemu Ardaf daripada ke rumah sakit bareng suami. Wkwkw

Premarital chek-up : pemeriksaan laboratorium yang dipersiapkan untuk memastikan status kesehatan kedua calon mempelai.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top