11• Sofa Bed

Semasa hidup, ayahnya Chivar selalu menanamkan sifat berbudi luhur pada anak-anaknya agar menghormati orang yang lebih tua. Katanya, jika kita memperlakukan mereka dengan sangat baik maka Tuhan memberi kemudahan bahkan keberuntungan tak terduga.

Seperti saat ini. Chivar yang merasa bangga menjalankan petuah mendiang sang ayah sedang tersenyum simpul saat berdiri di depan pintu kamar yang terdapat ornamen Kota Paris berukuran kecil.

Tadi saat kakinya sampai di lantai dua, tiba-tiba saja Devan keluar dari dalam kamar yang hendak Chivar terka-terka. Tak membuang kesempatan yang ada, ia bertanya to the point pada pemuda yang menggantung earphone gaming di leher. Semudah mengedipkan mata pada gadis cantik yang duduk di kursi bar, semudah itu pula Chivar mendapatkan lokasi peristirahatan si Maleficent.

Hanya saja sekarang Chivar sedang bingung, apa harus mengetuk atau langsung menerobos masuk? Baiklah, ayahnya hanya menitip pesan harus menghormati orang yang lebih tua, bukan? Dan usia Webhi lima tahun lebih muda darinya. Jadi ... ah, sudahlah terserah Chivar saja!

"Eh?"

Tangan Chivar yang bergerak memutar knop pintu berbahan besi, membuat ia sedikit terkejut saat mendapati benda itu tak terkunci. Padahal Chivar pikir Webhi mungkin saja menggunakan lemari untuk menahan pintu agar tak bisa ia masuki.

Lihatlah! Pikirannya Chivar memang luar biasa sekali.

Mendorong pelan benda berbahan kayu itu, Chivar gagal fokus saat aroma kamar yang begitu ringan dan menenangkan menyapa indra penciumannya. Suhu di dalam tak begitu dingin--menurutnya. Kamar itu di dominasi warna putih bersih dengan minim hiasan. Tak seperti kamar wanita pada umumnya. Contoh dua adiknya yang hampir setiap sudut dan tembok kamarnya tertempel foto artis Korea.

"Gue kira udah ada yang mimpi sampai ke alam barzah," celetuk Chivar saat mendapati sang pemilik ruangan duduk terdiam di bibir ranjang. Mata wanita itu tertuju pada jendela kamar yang terbuka lebar. Bahkan masih setia bergeming saat ia melempar sindiran.

Coseplay jadi patung, Bu? batin Chivar meledek.

"Tadi Cecep titip baju ganti gue ke lo, kan?" Chivar berjalan menuju sofa panjang dalam kamar setelah berujar. Matanya yang tadi hanya menyorot punggung kecil terbalut piama biru, kini berserobok dengan manik karamel yang jika tak salah lihat sedikit basah.

"Gue kira lo udah tidur karena nggak baca chat dari gue?" Lagi, Chivar yang tak suka dengan suasana hening kembali berceloteh saat wanita itu masih membisu.

"Aku nunggu kamu," balas Webhi serak.

Eh, ngapain coba? Jangan bilang nagih malam pertama.

"Ngapain nunggu gue?" dengkus Chivar karena sempat dirundung bingung harus menerka-nerka letak kamarnya. "Lo nggak kasih tahu posisi kamar lo! Tadinya gue mau bilang sama Papah buat tidur di kamar tamu aja!" katanya sedikit kesal.

"Chi, bisa pakai aku-kamu, nggak?" Kini mata Webhi yang tadi fokus pada langit malam beralih menatap lelaki yang bersandar di punggung sofa. Bisa ia lihat raut lelah pria itu. Sama sepertinya, benar-benar lelah dalam segala hal.

Chivar hanya mengedikan bahu tak acuh merespons permintaan itu. Jika Webhi sadar, dulu dirinya sempat mencoba beraku-kamu ketika acara makan malam di rumah kakeknya selesai. Hanya saja, Chivar terlanjur kesal karena wanita itu malah menguliahinya tentang jenis selaput dara yang sampai detik ini tak ia ingat kegunaannya.

Jadi, Chivar kembali memakai panggilan tak sopan seperti yang biasa ia lakukan pada teman-temannya. Padahal jika di rumah ada sang kakek yang siap mengangkat tongkat kayu untuk memukul kakinya jika menggunakan kata ganti itu.

"Gue usahain, deh." Chivar menyahut santai. "Jadi lo nunggu gue cuma mau bilang itu doang?"

Webhi menggeleng lemah. Ia beringsut naik ke tempat tidur dengan punggung yang bersandar pada headboard. Tangannya meraih selimut untuk membungkus setengah badan. "Sebenernya banyak yang harus kita bicarain. Cuma aku udah capek banget. Jadi, aku cuma mau bilang bagian pentingnya aja. Malam ini kamu tidur di sofa--"

"Dih, ogah!" sela Chivar tanpa pikir panjang. "Lo nggak lihat ukuran tubuh gue? Sofa lo mana cukup nampung tinggi badan gue! Kalau lo capek, gue juga sama, Bhi. Badan gue rasanya remuk akibat seharian berdiri nyalamin 1000 orang lebih!"

Beruntung saja sang kakek urung mengundang kerabat dari pihak mendiang neneknya yang jika datang, mungkin pelataran rumah Andreas dipenuhi 5000 lebih tamu undangan. Meski begitu, pria tua bermarga Hasibuan itu punya cara tersendiri untuk merayakan pernikahan ini. Sigit sudah mengatur tanggal resepsi kedua yang akan digelar di Bali satu bulan setelah akad. Alasannya kasihan karena kerabat istrinya tak bisa datang semua.

Webhi mencoba menguatkan hati, ia tahu bicara dengan Chivar hanya akan menambah beban pikiran. "Itu sofa bed. Kamu bisa modif jadi tempat tidur, Chi. Nanti kamu ambil selimut di lemari itu," tunjuknya menggunakan dagu ke arah lemari kayu besar yang tertanam di tembok kamar.

Chivar berdecak kasar. "Udah gue bilang, gue nggak akan nyentuh lo selama belum jatuhin pilihan." Ia rasa mudah sekali marah jika berhadapan dengan Webhi. Apa pun bahasannya ujung-ujungnya pasti emosi. "Gue butuh tidur berkualitas, Bhi. Gue lelaki berperinsip. Lo bisa pegang omongan gue."

"Dan sayangnya aku nggak bisa," pungkas Webhi sebelum mendesah kasar.

Melihat pria itu mulai meradang akibat berdebat dengannya, ia sedikit merasa bersalah karena paham betul kondisi mereka sama-sama lelah. "Baju ganti kamu ada dalam totebag yang aku simpen di dekat sofa. Kita sama-sama capek, jadi plis jangan memperpanjang percakapan ini." Lalu memilih berbaring dengan posisi membelakangi Chivar yang tak lagi menimpali ucapannya.

Sebenarnya, Webhi merasa takut saat tak lama mendengar decak kasar dan derap langkah terdengar mendekat. Webhi refleks meremas selimut yang menutupi dada, berharap Chivar yang memang terkenal berengsek tak melakukan hal senonoh padanya. Syukurlah yang ia dengar hanya suara kucuran air dari dalam kamar mandi. Hal yang membuatnya menoleh ragu dan tak mendapati sosok pria itu.

Menarik napas lebih dalam sebelum mengembuskan perlahan, Webhi berharap semoga ucapan Chivar memang bisa dipegang. Ia mulai takut sekarang.

Meski tulangnya terasa kaku dan ngilu akibat seharian berdiri menyambut tamu, tetapi Chivar tak bisa pergi tidur dalam keadaan belum bersih dari keringat yang menempel di tubuh. Setelah selesai dengan urusan membersihkan diri yang memakan waktu kurang dari 20 menit, Chivar mengernyit saat kamar yang saat ini ia tempati dalam keadaan temaram. Hanya sorot keemasan dari lampu tidur yang menjadi satu-satunya cahaya.

Chivar salah satu orang yang tak bisa tidur dalam keadaan gelap. Jadi, saat melihat saklar lampu di dekat pintu kamar, ia gegas menyalakan kembali penerangan yang tadi ada. Lantas menoleh saat mendengar lenguhan protes dari wanita di atas tempat tidur.

"Gue nggak bisa tidur kalau gelap," kata Chivar tak acuh.

Entah didengar atau tidak oleh Webhi yang memilih menarik selimut hingga menutupi seluruh badan. Sepertinya wanita itu mendengar hanya saja tak mau berdebat.

Berjalan menuju sofa yang sudah dimodif menjadi kasur kecil--untuk ukuran tubuhnya--Chivar memilih duduk setelah menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja. Kemudian, mengernyit heran saat melihat selimut tebal sudah tergeletak di ujung benda empuk itu.

Mengabaikan perhatian kecil si Maleficent, Chivar memilih mengaktifkan ponsel yang seharian ini dalam keadaan mati total. Hanya butuh beberapa detik sampai benda itu benar-benar pada mode aktif. Notifikasi pesan bermunculan diiringi bunyi berisik yang langsung ia ganti ke mode silent saat ekor matanya menangkap pergerakan kecil di atas tempat tidur. Wanita itu terganggu.

Seketika layar benda itu penuh pemberitahuan line dan chat dari puluhan kontak yang tersimpan di ponsel. Dari saudara, rekan kerja, kolega, serta dua adik kembarnya yang pasti bertanya hal antah-barantah. Dari deretan pesan itu, tangan Chivar justru membuka grup chat yang sebenarnya paling tidak penting dari yang ada di sana.

Alih-alih membaca pesan ucapan selamat dari berbagai kalangan, Chivar malah membuka grup chat yang dinamai Tiga Pria Menuju Dewasa. Maklum saja, grup itu dibuat saat masih ada di kelas satu SMA. Bahkan foto propilnya saja tak pernah berubah.

Tiga Pria Menuju Dewasa.

Wira.
Oh, iya, Var! Gue lupa kasih lo obat kuat. Eh, tapi nggak diperluin juga, ya? Soalnya lo kan lagi di sapi.

Adam.
Disapih Wira!

Wira.
Buahahahaha. Gue kira lo bakal benerin jadi di babi. Sekalian aja ya, kan? Ah, jadi sepupu nggak asik lo, Dam!

Adam.
Itu fakta yang masih belum bisa gue terima sampe sekarang.

Wira.
Wah, parah lo, Dam. Gue bilangin Om Ari kalau ke sini!

Adam.
Ayah gue juga males ngakuin lo jadi ponakannya.

Wira.
I want to cry😭 but i'm afraid to be handsome😎. Betewe mana nih, manten bajakan? Jangan-jangan lagi merkosa anak orang. @Chivar, lo harus tau kalau sekarang ada undang-undangnya. Barang siapa yang memperkosa istri sendiri terancam pidana 12 tahun penjara. Kalau lakinya modelan lo nih, yang mukanya beraura pedofil mungkin bisa sampai 50 tahun penjara.

Chivar.
Wira, bacot lo kepingin gue kasih makan semen!

Wira.
BUAHAHAHA. ANDA EMOSI SAYA TERTAWA DENGAN SENANG HATI.

Chivar.
Dasar kuyang!

Adam.
Tapi emang bener, Var. Ada undang-undangnya dan udah diatur dalam UU PKDRT.

Chivar.
Ya, gue tau, Dam. Lagian udah dibilang gue gak nafsu sama dia. Apalagi sekarang pake piama biru, udah kayak modelan anak SMA baru pubertas. Gak bikin bergairah sama sekali😑

Wira.
Cieeee merhatiin dada, eh piama Webhi 🤣. Biasanya yang kecil-kecil gitu dalamnya sekel, Var.😌 coba deh, lo intip!

Chivar mengeluarkan Wira.

Adam.
🙄😂

Chivar.
Biarin aja. Orang yang namanya berawal dari huruf W emang bikin darting. Dahlah, gue mau istirahat. Capek!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top