秋 - Gelato [2.06]
"Cowo-cowo kelompok kita jadi terkenal ya di sini," Kata Miyu yang tangannya masih gesit ngupasin bawang putih. Gue sama kedua cewe lainnya langsung ngikut arah pandangan Miyu buat liat apa yang dimaksud oleh cewe itu, cowo-cowo yang lagi nemenin bocah-bocah mainan voli di lapangan.
Sementara yang cowo main, yang cewe dapet tugas ngupas bawang. Tapi karna di dapur udah nggak ada tempat, jadi lah kita pindah ngupas bawang di selasar depan basecamp. Makanya bisa liat ke lapangan SD yang lagi di buat main voli sama anak-anak Pancaran Kasih. Sekarang udah agak siang sih, jadi murid SD udah pada pulang.
"Sebenarnya mereka lebih terkenal daripada yang kalian bayangkan." Jawab Karin yang lagi ngupas bawang juga. "Hah? Maksudnya gimana dah?" Tanya Harumi yang membuat Karin langsung noleh ke arah gue.
"Coba ceritain yang tadi kita liat di SMA beb." Karin masang muka bangga agak songongnya dan gue hanya bisa geleng-geleng. "Mentang-mentang pacar sendiri terkenal ya lo..."
"Hah? Kenapa-kenapa? Isara kenapa? Spill doooongg." Miyu tanya dengan semangat dan Harumi ikut ngangguk-ngagguk kayak lagi nunggu gue numpahin teh.
"Bukan Isara doang tapi berempat tuh. Tadi di SMA dikerubungin cewe-cewe anjir, padahal cuma lagi masang pager."
Begitu mendengar kata-kata gue, Miyu langsung melongo. "Sumpah lo? Wuahh..."
"Anjir... eh tapi gue nggak terlalu kaget sih, orang yang kita bawa model sekolah semua." Kata Harumi sebelum Karin noleh ke dia sambil ngangguk semangat. "Nah kan!"
"Trus tuh ya, tadi pada foto-foto juga masa." Lanjutnya. Miyu ketawa kecil, "Berasa artis ya."
"Iya tuh, trus anak ini pake alesan dia sie dokumentasi nggak mau kalah foto-fotoin pacarnya." Gue nimpalin omongannya Miyu sambil nyenggol tangannya Karin dan membuat cewe itu mencibik. "Gue nggak cuma foto Mao kok, gue foto yang lain juga." Katanya menggerutu.
"Oh ya Harumi," Cewe yang dipanggil Karin itu langsung dongak ke arahnya, "ya?"
Dari posisi gue, gue dapat liat dengan jelas cengiran ambigu seorang Yamada Karin terpatri di wajahnya. "Lo mau fotonya juga nggak?"
"Eh?"
"Mulai dah, give away foto." Kata gue waktu ngeliat Karin naruh pisaunya dan ngeluarin handphone dengan satu tangan. Beneran kayak fansite idol. Foto siapa lagi sih yang dia jual?
"Lo gue tawarin nggak mau sih, ya udah gue tawarin ke Harumi."
Oh, foto Akiyama toh. Gue nggak butuh, jelas.
Tapi mereka berdua keliatan seneng banget waktu liat-liat fotonya. Muka Harumi juga jadi agak merah gitu. Harumi suka Akiyama ya...?
Kalo gue pikir-pikir lagi, gebetannya si Akiyama tuh Harumi bukan sih?
Akiyama sama Harumi memang deket banget sih, awalnya gue kira karna mereka satu kelas. Tapi kalo dipikir lagi kayaknya Akiyama sering deketin Harumi deh.
Trus tadi dia juga bilang kalo gebetannya "udah salah paham", dan kalo diinget-inget Harumi jarang ngomong sama gue makanya gue lebih deket sama Miyu.
Kalo teori gue bener berarti mereka berdua saling-
"Bendahara awaaass!" Gue tersentak begitu mendengar jabatan gue disebut. Tapi gue nggak tau maksudnya awas apaan jadi dengan begonya gue noleh ke sumber suara itu dan-
DUAGH.
Natap ke bola voli kesasar yang mendarat tepat di dahi gue.
"Maaf!!" Teriakan yang suaranya gue kenal jelas. Ah sialan lo, Akiyama Hayato.
Gue megangin dahi gue yang masih nyut-nyutan kena bola. Lalu disaat gue masih pusing, kepala gue udah ditarik sama kedua tangan yang nangkup di pipi gue. Orang itu muter-muter kepala gue bentar, kayak ngeliatin bagian mana yang kena bola.
"Maaf, gue nggak sengaja. Keras banget ya?" Kata Akiyama sambil tangannya yang di pipi gue pindah satu ke dahi. "Akh!" Gue merintih dikit karna tangannya yang pas kena bekas timpukan bola di dahi gue.
"Aaa... maaf..."
Deg.
Di saat itu gue sadar, kalo muka dia sama gue cuma kepisah beberapa cm doang. Dengan raut wajah khawatirnya yang jarang gue liat.
Dia... khawatir? Bukan sengaja nimpukin bola ke gue?
Tapi di saat itu dari ujung mata gue, gue bisa ngeliat Harumi termenung. Lalu waktu gue lirik, gue menemukan dia memasang wajah sedih.
Oh shit.
"Gue nggak apa-apa." Kata gue sambil mendorong Akiyama menjauh. Lagian anak ini kenapa tiba-tiba deketin mukanya banget sih?
"Beneran nggak apa-apa? Muka lo merah banget." Katanya yang gue jawab dengan anggukan. Dia ngelepas tangannya dari kepala gue. "Bentar, gue beliin yang dingin-dingin dulu." Katanya. Tapi Akiyama sebelum pergi menjauh, Harumi berdiri dan ikut nyusul. "Tunggu! Gue ikut."
"Gapapa beb?"
"Buk bendahara nggak apa-apa?"
"Hayato bego, keras banget kenanya."
Pertanyaan demi pertanyaan nyerbu gue waktu Akiyama udah hilang dari pandangan. Semua itu cuma gue jawab dengan anggukan dan "iya, nggak apa-apa."
Sampai ada satu orang yang ngomong, "Lemah kak, masa gitu aja sakit."
Itu anak Pancaran Kasih yang bilang, Fujita Ichiro. Salah satu dari Fujita bersaudara yang demi apa nyebelin banget, gue udah dikerjain macem-macem dari kemaren.
"Iya deh, kakak kan nggak sekuat Ichiro." Gue jawab gitu karna gue lagi males berurusan dengan bocah SMP yang satu ini.
Karena pandangan gue sekarang terkunci di Akiyama dan Harumi yang keluar dari gedung SD bawa semacam botol aqua dingin. Mereka keliatan baik-baik aja dan akrab seperti biasa, pukul-pukulan kecil.
Syukurlah... harusnya gue mikir gitu kan?
Tapi kenapa gue nggak bisa? Nggak tau kenapa.
Rasanya nggak enak aja gitu.
- 𝐠 𝐞 𝐥 𝐚 𝐭 𝐨 -
"Kakak gabut ya?"
Gue nggak noleh waktu denger pertanyaan itu. Lagipula buat apa, orang yang nanya sekarang lagi ngiterin gue yang lagi duduk-duduk di selasar basecamp.
Awalnya gue duduk-duduk di sini berdua bareng Karin, tapi tadi dia dipanggil Isara dari ruang tamu, nggak tau ada urusan apa. Katanya cuma bentar sih. Makanya gue di sini sendirian, nggak tau ngapain.
Dan tiba-tiba ada bocil nyamperin. Ada dua lagi. Nyebelin lagi.
Gue memutar mata sambil menghela nafas bentar. "Memangnya perlu kakak jawab?"
Kedua bocah itu berhenti mengitari gue dan berhenti pas di samping kanan dan kiri gue.
"Nggak!"
Tuh kan, nyebelin.
"Kakak kalo gabut, mending ikut kita." Itu Fujita Jiro yang bilang, si adek.
Ichiro si kakak mengerutkan dahinya, kayaknya nggak suka dengan keputusan adeknya. "Kenapa harus ajak kakak ini sih?"
"Ih nggak papa dong kak, lebih banyak orang lebih bagus!"
"Tapi Ji..."
Dan debatlah mereka di depan gue.
Untuk sekarang masih gue liatin, nanti kalo mereka mulai gebuk-gebukan baru gue pisahin.
Tapi belum sampe gebuk-gebukan, udah ada yang misahin dua bocah saudaraan itu. Akiyama Hayato, tiba-tiba dateng di tengah-tengah mereka dan nyubit pipi dua bocah itu yang buat mereka langsung berhenti adu bacot. "Ada apa lagi hm? Kakaknya jangan dikerjain terus dong."
"Kita nggak lagi ngerjain kakaknya kok, justru kakaknya mau aku ajak tapi Kak Ichi nggak bolehin!" Jiro protes nggak terima sambil nunjuk kakaknya, dimana jari telunjuknya langsung diturunin sama Akiyama.
"Memangnya mau kamu ajak kemana?"
Lah iya ya, kenapa gue nggak kepikiran itu tadi. Mengingat Jiro yang dari kemarin ngerjain gue terus, pasti gue diajak ke tempat yang aneh-aneh.
"Cuma ke sana kok kak! Lantai dua situ!"
"Memangnya di sana ada apa sih?" Kali ini gue yang tanya ke Jiro karna penasaran kenapa dia pingin banget gue ikut.
"Itu..." Yang gue tanya suaranya menciut trus ngelirik kakaknya dengan tatapan berharap. Ichiro menghela nafas lalu menunduk, "ya udah deh beri tau aja nggak papa..."
"Yeayyy gitu dong kak!" Jiro nepuk-nepuk punggung kakaknya dengan sedikit keras walaupun itu nggak terlalu ngefek karna mau gimana pun badannya Ichiro yang kelas 7 lebih besar dibanding dia yang masih kelas 6.
Jiro narik tangan gue buat berdiri. "Ayo kak sambil jalan aja aku ceritain."
Gue yang digiring sama kedua bocah ini balik natap Akiyama. "Emm... lo bantu Harumi nyapu ruang tamu aja, gue bisa temenin mereka sendiri." Kata gue sambil melirik pintu ke arah ruang tamu yang kebuka dikit dan tampak seseorang yang lagi nyapu di sana.
Dahi cowo itu berkerut. "Kenapa?"
Gue balas dengan mengerjapkan mata, "maksudnya kenapa?"
"Ruang tamunya kecil, nggak perlu dua orang buat nyapu. Kenapa lo nyuruh gue bantu dia?"
Kenapa ya? Gue juga nggak tau.
Gue cuma lagi nggak pingin liat muka lo? Weh kalo bilang gitu judes banget dong gue. Tapi bener, gue beneran males liat mukanya. Bikin keinget sama kejadian tadi siang, sehabis gue kepentok bola.
Tapi kenapa dia keliatannya nggak suka gini gue suruh bantu Harumi? Dia harusnya seneng dong gue bantu deketin aama gebetannya?
Bentar, deketin dia sama gebetannya? Seharusnya gue juga nggak sebaik itu sih, seharusnya gue nggak peduli.
Apalagi dia ini Akiyama, musuh terbesar gue seantero sekolah.
Dia—
"Kak Hayato ikut kita aja gimana? Lebih banyak orang lebih bagus hehe!"
Oh iya gue lupa masih ada krucil-krucil ini.
Dan, ngikut lah dia.
Gue sama Akiyama pun ditarik dua bocah itu buat masuk ke dalam gedung PK buat naik ke lantai dua. Trus ditengah perjalanan Jiro tiba-tiba cerita, "Jadi... MAINAN AKU ILANG!"
Oh. Ya udah sih.
Nggak, nggak mungkin gue bilang kayak gitu.
"Hilang gimana?" Tanya Akiyama ke Jiro. "Itu masalahnya!" Jiro teriak sambil buka salah satu ruangan di lantai dua.
"Awas," Akiyama nahan pintu yang sebentar lagi kayaknya bakal hantam gue karena barusan Jiro buka pintunya agak kasar. Lalu dia menarik bahu gue pelan agar gue berdiri di belakangnya.
Ruangan itu berisi dua tempat tidur di sisi kanan dan kirinya, oh ini kamar mereka bukan sih? Nggak rapi-rapi banget, tapi juga nggak berantakan banget.
"Hari jumat sampai minggu pagi kemarin aku ada kemah, dan waktu aku pulang kelerengku udah nggak ada!"
Anjing, kenapa harus kelereng yang ilang. Kenapa harus benda yang bulet kecil itu yang ilang? Gue paling males kalo disuruh—
"Jadi kamu mau kita bantuin nyari kelereng?"
Nyari kelereng.
Tapi di luar dugaan gue, Jiro malah menggeleng. "Aku mau kakak bantuin aku nemuin pelaku yang nyuri kelerengku!"
Oke itu terdengar lebih merepotkan, mending nyari aja.
Nggak lama, terdengar kikikan dari sebelah gue. "Ahaha, mau main detektif-detektifan toh." Kata Akiyama yang langsung dijawab sewot sama Jiro, "ini nggak main-main kak! Kelerengku beneran ilang! Dan pasti ada yang nyuri!"
"Oh, oke deh."
"Kak Hayato mah!"
"Hahaha, iya iya."
Dua Fujita bersaudara itu kemudian jalan ke jendela sambil keliatan kayak ngomong serius. Gue sama Akiyama yang masih berdiri di ambang pintu kamar cuma bisa geleng-geleng.
"Jadi keinget Harumi."
Gue langsung menoleh waktu gue mendengar gumaman itu keluar dari mulut cowo di sebelah gue ini.
Akiyama cuma lagi ngeliatin Jiro yang lagi ngomong sama kakaknya dengan menggebu-gebu. Iya, cuma itu.
Tapi entah kenapa tatapan itu...
"Kenapa?" Tanya Akiyama seolah memergoki gue yang lagi mandang fia diem-diem.
Gue mengalihkan pandangan gue balik ke dua bocah tadi. "H-hah-nggak, nggak ada apa-apa." Jawab gue sambil nyusul Jiro yang udah lambai-lambaiin tangannya.
Ya, nggak pernah gue liat sebelumnya, tatapan hangat itu.
Gue nggak paham.
Disaat gue udah berbaik hati buat nyuruh dia sama Harumi, dia nggak mau.
Sekarang? Dia nyebut nama itu. Ditambah dengan ekspresi yang nggak pernah gue lihat sebelumnya.
Apa memang lebih baik bukan gue yang di sini sekarang tapi Harumi?
Hah, apa sih yang gue pikirin. Itu mah pasti gitu.
Nggak, gue nggak iri.
Nggak mungkin gue iri, ya kan? Buat apa?
秋 - to be continued.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top