2. The Revenge

Genre : Musim Gugur (Historical fiction)

Sub genre : Supernatural

Story by : Naori17

Apakah kalian tahu mengenai dendam?

Dendam adalah rasa dimana kita ingin membalaskan perbuatan ke orang lain atas apa yang orang itu lakukan.

Dendam dipicu oleh kasih sayang. Jika kita kehilangan sesuatu yang kita sayang karena orang lain, kita akan dendam kepada orang tersebut.

Jika memiliki dendam, orang akan berusaha keras membalasnya. Seakan-akan ia dilahirkan hanya untuk membalas dendam. Tapi, jika dendam sudah terbalas, orang itu akan kehilangan tujuan hidupnya.

Dan inilah kisahku. Kisah yang berlatar Perang Dunia II. Kisah yang bercerita tentang rasa sakit karena kehilangan sahabat yang sangat berharga. Kisah tentang balas dendam.

Namun, jika dendam sudah terpenuhi, masih perlukah aku untuk hidup?

Tentu saja, karena hidup bukan hanya untuk dendam.

***

Matahari sudah mulai terbenam. Langit sudah berwarna jingga. Terlihat segerombolan burung yang terbang bermigrasi. Senja mulai memasuki daratan Amerika.

"Dasar otak udang! Apa ia lupa hari ini hari apa?" gerutuku sambil berjalan mondar-mandir.

Seharusnya aku sudah berada di rumah saat ini untuk melanjutkan penelitianku. Namun, pada kenyataannya aku masih berdiri di sini. Menantikan seseorang untuk kembali hari ini.

Aku menantikan sahabatku. Sahabatku yang bernama Albertus Smitherland. Dia memberikan janji padaku bahwa dia akan pulang siang ini. Kenyataannya, saat langit senja sudah menghiasi daratan Amerika, ia belum juga kembali. Padahal aku sudah menantinya dari siang tadi di bawah pohon maple yang daunnya berguguran ini.

Pohon maple adalah lambang persahabatan kami. Pohon maple tetap berdiri kokoh di saat kondisi apapun. Pohon maple juga dapat bertahan di empat musim. Hal itu sama dengan persahabatan kami yang tidak akan terputus oleh hal apapun.

Hari mulai gelap. Burung hantu mulai bersahutan. Langit yang jingga berubah menjadi hitam legam. Bintang-bintang yang bersinar menghiasi langit malam ini. Aku mengambil senterku dan menyalakannya untuk penerangan.

Aku melihat jam tanganku. Sekarang sudah jam delapan malam. Ah, aku yakin dia tidak akan datang. Lebih baik aku pulang sekarang dan melanjutkan penelitianku. Tidak ada gunanya menunggu hal yang tidak mungkin.

Aku berjalan pulang ke rumahku. Aku berjalan sambil memikirkan Albertus. Aku mengenal Albertus lebih dari siapapun. Selama aku bersahabat dengannya, dia tidak pernah melanggar janji yang telah dibuatnya. Bahkan dia membenci orang yang melanggar janji. Tetapi, mengapa sekarang kau melanggar janjimu Albertus?

Aku terus berpikir mengenai Albertus. Pikiran-pikiran buruk sudah menghantuiku. Tidak, aku tidak boleh berprasangka buruk terhadap Albertus. Semua hal ini membuatku sangat pusing.

Aku berjalan mengelilingi kota. Mungkin berjalan-jalan sejenak dapat menghilangkan rasa pusingku.

Aku melihat beberapa orang sedang berkerumun. Nampaknya mereka membicarakan hal yang penting. Didorong oleh rasa penasaranku, aku mulai mendekati kerumunan orang tersebut. Aku mencoba menguping apa yang mereka bicarakan.

"Kabarnya Pearl Harbour sudah diserang oleh bala tentara Jepang."

"Banyak Angkatan Laut Amerika yang tewas dalam kejadian tersebut."

"Penyerangannya dimulai pagi tadi."

Tunggu, apa aku tidak salah dengar? Jepang sudah menyerang Pearl Harbour? Jadi mungkin inilah yang membuat Albertus melanggar janjinya. Aku berharap Albertus baik-baik saja.

Benar, Albertus adalah salah satu Angkatan Laut Amerika. Sejak beberapa hari yang lalu ia ditugaskan di Pearl Harbour dan ia berjanji untuk pulang hari ini.

Aku segera berjalan pulang. Sesampainya di rumah, aku segera melanjutkan penelitianku sambil berharap Albertus baik-baik saja.

***

Jasad laki-laki berambut pirang terbujur kaku di dalam peti yang hendak dimakamkan. Suasana duka menyelimuti pemakamannya. Isak tangis terdengar jelas di seluruh makam. Aku hanya bisa menahan tangis melihatnya. Sahabatku sudah tiada.

Benar, Albertus tewas dalam insiden penyerangan Pearl Harbour. Jasadnya sudah diterima dengan baik oleh keluarganya. Dan sekarang adalah hari pemakamannya.

Aku merasa sedih dan terpukul saat melihat peti yang membungkus tubuhnya memasuki liang lahat. Tak kuasa aku menumpahkan seluruh air mata yang kubendung selama ini. Aku masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa sahabatku yang dari kecil bersamaku sudah pergi mendahuluiku. Ia sudah pergi ke sisi Tuhan.

Para pelayat mulai pergi dari area pemakaman, tak terkecuali dengan keluarganya. Aku dapat melihat ibunya yang sudah tua renta pergi dengan diseret oleh adik laki-laki dari Albertus. Sungguh pemandangan yang sangat miris. Sekarang aku sendirian di sini.

Aku duduk dan mengusap batu nisannya. Aku mengingat berbagai pengalaman kami saat bersama. Dari mulai berebut makanan saat kecil hingga bercanda bersama. Semua hal itu kami lakukan di bawah pohon maple yang teduh dan setia menemani kami dari kecil.

Tiba-tiba aku merasakan diriku seperti dirasuki oleh sesuatu. Aku merasa sudah mengeluarkan aura jahat yang selama ini kupendam dalam diriku. Aku mengusap air mataku dan berhenti menangis. Aku menyeringai licik dan mengeluarkan pisau dari sakuku. Aku menyayat kulit tanganku. Membiarkan darah menetes ke makam Albertus yang belum mengering.

"Aku bersumpah akan membalaskan dendam ke Jepang, akulah orang yang akan menghancurkan Jepang dengan tanganku sendiri."

Angin kencang mengiringi sumpahku, seolah-olah Tuhan memberkatiku. Poniku yang lurus terangkat ke atas. Daun-daun mulai berterbangan. Dengan perlahan darahku mengering. Meninggalkan bekas luka yang diiringi perasaan dendam.

Itulah sumpahku. Aku akan menepatinya. Bekas luka ini akan terus mengingatkanku pada sumpah ini. Aku tidak akan mati sebelum aku berhasil mewujudkannya.

Aku pergi meninggalkan pemakaman dan berjalan melintasi pohon maple yang biasa kami jadikan tempat berkumpul. Aku melihat pohon maple itu mulai layu, layu bagaikan persahabatan kami yang terputus oleh kematian.

Aku melihat orang yang sedang bercakap-cakap. Mereka sepertinya membicarakan hal penting.

"Aku dengar Amerika bergabung dengan Perang Dunia II."

"Itu benar, hal itu dikarenakan Jepang menyerang Pearl Harbour."

"Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt sudah menandatangani Deklarasi Perang terhadap Jepang."

Amerika sudah menyatakan perang terhadap Jepang? Hal yang bagus. Ini akan menjadi sarana balas dendamku terhadap Jepang. Aku harus berpartisipasi dalam Perang Dunia II untuk membela Amerika.

Aku segera pulang ke rumahku. Aku harus membuat penelitian baru untuk menghancurkan Jepang. Sebuah penghancur yang luar biasa.

***

Aku sedang berjalan-jalan di sore hari. Aku terus memikirkan apa yang akan kubuat untuk menghancurkan Jepang. Aku terus berpikir sampai melihat sesuatu.

Aku melihat seseorang ditikam tepat di perutnya. Darah berceceran keluar. Orang itu jatuh tak sadarkan diri dan ditinggalkan oleh orang yang menikamnya.

Aku masih punya hati nurani. Aku segera berlari untuk menolong orang itu. Aku memeriksa dia masih hidup atau tidak, dan ternyata ia masih hidup. Aku segera membawa tubuhnya pulang untuk mengobatinya.

Sesampainya di rumah, aku langsung mengobati lukanya. Aku mengobatinya dengan segenap kemampuan yang kubisa. Aku sedikit mengerti tentang medis karena aku juga sempat mempelajarinya.

Ia mulai membuka matanya. Aku membantunya duduk. Ia tampak kebingungan melihat sekitarnya.

"Siapa kau? Dimana aku? Apa yang terjadi denganku?" tanyanya.

"Saya Williem Andreas Tuan, Anda sekarang berada di rumah saya, tadi Anda ditikam seseorang."

"Ah aku paham, apa kau seorang ilmuwan?" katanya sambil melihat sekelilingnya yang dipenuhi oleh benda-benda percobaanku.

"Ya Tuan, aku adalah seorang ilmuwan."

"Apa kau sudah menciptakan sebuah penemuan?"

"Tidak Tuan, tapi baru-baru ini saya berusaha membuat sebuah senjata penghancur luar biasa," kataku terus terang.

"Untuk apa kau membuat penemuan seperti itu?"

"Saya ingin menghancurkan Jepang dengan tangan saya sendiri."

"Sangat menarik, bergabunglah dalam Manhattan Project."

"Manhattan Project?"

"Manhattan Project adalah proyek riset untuk mengembangkan senjata nuklir di Perang Dunia II, kau bisa bergabung dalam proyek itu, proyek itu bisa menjadi perantaramu untuk menghancurkan Jepang."

"Saya akan bergabung dalam Manhattan Project."

"Bagus.. selamat, kau sudah bergabung dengan Manhattan Project," katanya sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

Aku menerima uluran tangannya dan menjabatnya. Sejak saat itu aku bergabung dalam Manhattan Project. Ini adalah proyek yang dilakukan beberapa ilmuwan dari beberapa negara. Aku beruntung bisa bergabung dalam proyek ini. Aku bersama ilmuwan lainnya bersama-sama mengembangkan senjata nuklir yang memiliki daya ledak luar biasa, yakni bom atom.

Pada tanggal 16 Juli, kami melakukan uji coba bom atom. Percobaan itu dilakukan di utara padang pasir Alomogordo, New Mexico. Dengan percobaan ini terbukti bahwa bom atom yang kami hasilkan memiliki daya ledak yang luar biasa.

Pada tanggal 26 Juli, Deklarasi Postdam dikeluarkan. Deklarasi itu berisi agar Jepang segera mengakhiri Perang Dunia II. Pihak Sekutu masih memberikan Jepang kesempatan. Tapi, Jepang tidak menghiraukannya. Sungguh bodoh. Mereka tidak tahu apa yang akan pihak Sekutu lakukan.

***

Aku bersiap menerbangkan pesawatku. Inilah yang kunantikan selama ini. Tujuanku akan segera tercapai. Aku akan segera melaksanakan sumpahku. Hari ini kujamin Jepang akan mendapatkan balasan atas semua tindakannya terhadap aku, sahabatku, Amerika, bahkan dunia. Kesenangan kalian akan berakhir hari ini.

Pesawat Enola Gay sudah lepas landas. Aku terbang menuju Hiroshima. Dalam waktu yang sangat cepat aku sudah berada di atas daratan Hiroshima.

Aku melihat sekilas ke daratan Hiroshima. Kota ini adalah kota yang makmur dan ramai. Ribuan jiwa hidup di kota ini. Rasanya sayang jika kota ini dijatuhi bom atom begitu saja.

Tidak, aku sudah meminta misi ini untuk dikerjakan oleh tanganku sendiri. Tugas ini membawa nama negara, Amerika Serikat. Terlebih lagi balas dendam sudah di depan mata. Ayolah, ini hal yang paling kutunggu selama 4 tahun. Hilangkan rasa ragu dari dalam dirimu. Aku hanya perlu menjatuhkan bom uranium ini ke Hiroshima. Itu saja, tidak lebih.

Aku membuang keraguan dari dalam diriku. Aku menjatuhkan bom di atas daratan Hiroshima dan segera terbang menjauh. Beberapa detik lagi Hiroshima akan hancur.

3

2

1

BOOM!!!

Dari kejauhan aku mendengar suara ledakan dari Hiroshima. Itu adalah suara dari bom uranium yang kujatuhkan tadi. Hiroshima luluh lantak.

Seulas senyum terukir di wajahku. Usahaku selama ini sudah berbuah hasil. Sumpahku sudah terpenuhi. Aku sangat bahagia sekarang. Aku segera kembali ke Amerika dan menyatakan misi sudah berhasil.

3 hari kemudian, aku terbang kembali untuk menjatuhkan bom lagi. Aku memakai pesawat yang sama dengan yang sebelumnya. Target utama adalah Kokura dan target kedua adalah Nagasaki. Aku terbang dengan cepat menuju Kokura.

Sekarang aku sudah berada di atas daratan Jepang. Sial, awan menutupi Kokura. Apa yang dilakukan Jepang sebenarnya? Target tidak bisa dilihat. Apa mereka sudah tahu jika akan ada penyerangan? Bahan bakarku menipis. Aku terbang menuju target kedua, yakni Nagasaki, sebelum bahan bakarku benar-benar habis.

Aku berada di atas Nagasaki sekarang. Aku melihat target dan segera menjatuhkan bom. Karena angin, bom sedikit meleset dari target awal. Setelah 47 detik, bom meledak. Aku memutuskan kembali ke negaraku sebelum bahan bakarku benar-benar habis.

Di tengah perjalanan, mesin pesawat tiba-tiba mati. Aku mencoba menyalakannya lagi namun gagal. Sial, apa yang sebenarnya terjadi? Apa bahan bakarku sudah habis? Mungkin saja. Sial, kenapa harus di saat seperti ini? Kenapa bahan bakar tidak habis di saat aku sudah berhasil kembali? Padahal sebentar lagi aku sampai. Kalau seperti ini hanya ada satu kemungkinan. Aku akan segera membuka gerbang neraka diriku sendiri. Ya benar, kemungkinannya adalah aku akan mati.

Aku sudah pasrah. Pesawatku melayang-layang tak terkendali di langit Amerika. Sebentar lagi pesawatku akan jatuh dan aku mati. Semua kisahku yang tragis akan berakhir sampai di sini.

Namun, aku bahagia. Aku sudah berhasil memenuhi sumpahku untuk menghancurkan Jepang dengan tanganku sendiri. Aku sudah membalaskan dendamku terhadap Jepang. Semua tujuan hidupku sudah terpenuhi. Jadi, untuk apa aku terus hidup jika tujuan hidupku sudah terpenuhi? Aku akan hidup tanpa tujuan yang jelas dan pada akhirnya mati. Jadi akan lebih baik jika aku mati sekarang daripada akhirnya hidupku tidak memiliki tujuan.

Aku memejamkan mataku. Memutar memori yang terekam saat aku hidup. Memikirkan sahabatku yang telah tiada. Aku akan segera menyusulmu Albertus. Kita akan bersama-sama seperti dulu lagi. Bercanda bersama di bawah pohon maple yang daunnya mulai berguguran, terbang menjauh oleh angin.

Samar-samar aku melihat Albertus tersenyum kepadaku. Kemudian ia menarik tanganku. Aku tidak bisa melakukan apa-apa saat ia menarik tanganku.

Bersamaan dengan hal itu, pesawatku jatuh dan meledak di Amerika.

***

"Williem, mengapa kau begitu cepat menyusulku?" tanya Albertus sambil berdiri di bawah pohon maple. Terlihat wajahnya menampakkan ekspresi sedih.

"Semua tujuanku untuk membalas Jepang sudah tercapai, jadi untuk apa lagi aku hidup? Jika aku hidup tidak akan ada gunanya, lagipula ini sudah takdir Tus."

"Hmm... kau bukan Williem yang kukenal, sejak kematianku kau berubah ya?" ucapnya sambil tertawa kecil.

"Apa maksudmu?"

"Williem yang kukenal adalah orang yang semangat dan pemaaf, dimana semangat hidupmu yang dulu? Dulu kau begitu takut akan kematian seolah-olah kau bisa hidup selamanya, sekarang? Kau hanya pasrah seperti ini."

"Tapi Albertus, jika aku hidup lagi, apa gunaku di kehidupan ini? Aku sudah tidak berguna, jika aku hidup bisa jadi aku hanya akan menyusahkan orang lain," kataku sambil menundukkan wajahku yang sayu.

"Kau tentu masih berguna dalam kehidupan ini, belum waktunya kau berada di sini, belum waktunya kau berada di alam kematian, ayo kembali ke dunia Williem!" dia menyemangatiku untuk hidup lagi.

"Tidak, itu tidak ada gunanya."

"Di sana masih ada orang yang menyayangimu!"

"Sayang? Kata apa itu? Aku tidak peduli hal seperti itu."

"Dasar, setidaknya jika kau hidup lagi kau bisa bertobat untuk menebus semua dosamu, kau tahu? Jika kau mati sekarang aku bisa menjamin kau akan masuk neraka."

"Ne-ne-neraka?"

Aku menelan ludah mendengar kata neraka. Kata itu terdengar sangat seram. Aku membayangkan api menyala-nyala membakar diriku. Setan terlihat menertawakanku dengan tawa liciknya.

"Haha, kau takut bukan? Kau belum berubah. Kalau begitu hiduplah lagi, aku juga akan marah jika kau ada di sini. Kau mau dihantui arwahku?" katanya sambil meledekku.

"Yang benar saja, baiklah, aku memutuskan untuk kembali ke dunia," ucapku semangat.

"Nah mengapa tidak dari tadi? Mana aku harus mengingatkanmu soal tobat lagi."

"Hehehe iya iya," ucapku sambil menggaruk kepala belakangku yang tak gatal.

"Nah aku beritahu padamu, hidupmu masih panjang, tujuan untukmu hidup juga masih ada, sekarang jika kau ingin kembali ke dunia manusia, berjalanlah lurus ke depan dan jangan sekali-kali melihat ke belakang, aku pergi," ucapnya lalu menghilang.

"Al? Albert? Tus? Hah menghilang?" aku kebingungan.

Albertus sudah pergi. Saatnya bagiku untuk kembali ke dunia manusia. Aku berjalan lurus ke depan. Aku tidak menolah ke belakang sesuai dengan pesan Albertus.

Cahaya menyilaukan tiba-tiba ada di depan mataku. Cahaya itu menuju ke tubuhku dan menyambar tubuhku. Aku menutup mataku karena sangat silau.

***

Aku membuka mataku. Tampak banyak orang mengerumuniku. Awalnya kulihat ekspresi mereka sedih. Namun, saat melihat aku sadar, mereka menangis bahagia. Aku merasakan rasa perih menjalar di seluruh tubuhku. Aku melihat tanganku yang ternyata sudah penuh dengan luka bakar. Aku mencoba untuk duduk dan mereka semua langsung memelukku.

"Kukira kau akan mati hiks..." ucap temanku sambil menangis. Dia merupakan salah satu ilmuwan di Manhattan Project.

"Aku begitu sedih ketika mendengar kabar pesawatmu jatuh, tapi sekarang syukurlah kau masih hidup," ucap temanku yang satunya lagi.

"Ajaib sekali, temanku pesawatnya jatuh dan masih hidup, bahkan ia hanya mendapat luka bakar."

"Hai sebenarnya ada apa? Mengapa semua terlihat sedih? Aku tidak apa-apa kok," kataku agar mereka tidak khawatir kepadaku.

"Tidak apa-apa katamu? Kami semua mencemaskanmu!"

"Dasar, membuat orang khawatir saja."

"Pesawatmu jatuh bodoh!"

Albertus benar. Masih banyak orang yang menyayangiku di sini. Hal ini memberikanku semangat hidup.

Sejak saat itu, aku kembali menjadi ilmuwan dan terkadang aku mengajari anak-anak mengenai fisika dan kimia. Sekarang aku hidup dalam cinta damai. Tiada lagi dendam dan permusuhan. Perang Dunia II juga sudah berakhir.

***

Hari yang sangat cerah. Aku berdiri di depan makam sahabatku, Albertus Smitherland. Aku meletakkan bunga di makam itu sambil melihat batu nisannya.

Aku mulai berdoa untuknya. Berdoa agar ia tenang di alam sana. Setelahnya, aku menatap awan putih di langit yang cerah.

"Kau benar Albertus, aku masih memiliki orang yang menyayangiku dan mereka berharga, aku juga masih memiliki tujuan hidup," ucapku.

Sebuah suara tanpa wujud berbisik ke telingaku,"Apa kubilang, ucapanku benar kan? Hidup bukan hanya untuk dendam, tetapi lebih dari itu."

"Hei!"

THE END

Maaf kalau cerita ini benar-benar gaje, pinginnya sad end malah jadi happy end. Terus nyasar ke genre supernatural lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top