14. Rain Hope
Author : Tzacchi_
Genre : musim hujan (teenfiction)
Sub genre : supranatural, family(?), friendship, misteri(?)
----------------
Rain Hope
Dres! Dres!
"Ah, bulan hujan deras rupanya," desahan sekaligus gumaman itu keluar dari mulut pemuda bernama Haruto. Ia menatap orang-orang yang sibuk membuka payung dari balik kaca cafe.
"Harutoo~ pesananmu datang nih~"
"Cerewet, Natsui,"
Haruto tidak mempedulikan rengekan sahabatnya yang mengatainya kejam dan sebagainya. Ia masih melihat hujan yang mengguyur Tokyo, sampai ada sesuatu mengejutkannya.
Brak!
"Haruto?! Apa yang kau lakukan?! Lihat, kopinya jadi tumpah!"
Sekali lagi, Natsui hanya diabaikan. Malahan, Haruto langsung keluar dari cafe dengan terburu-buru. Pemuda itu seperti sedang mengejar sesuatu... atau lebih tepatnya seseorang.
"Oi! O-oi! Kau yang memakai jaket merah berhenti!"
Bukannya mendapat respon positif dari orang yang ia panggil. Ia malah menjadi pusat perhatian banyak orang.
"Oi! Berhenti! Maki berhenti!"
Kali ini Haruto memanggil sebuah nama, gadis berjaket merah itu berhenti dan berbalik. Sepertinya ia mencari orang yang memanggilnya dan benar, gadis itu dan Haruto saling bertatapan.
"Haruto! Kau kena pajak karena memecahkan-- Maki-chan?!"
Gadis itu tersenyum kepada Haruto dan Natsui.
"Hallo, kita bertemu lagi."
Suasana menjadi hening, hujan semakin deras. Maki seperti teringat sesuatu, ia membuka payungnya. Masih dengan senyumnya, ia melambaikan tangan dan berlari.
"Oi, kenapa Maki-chan bisa di sini? Oi, Haruto!"
"Natsui, apa Maki sudah sadar dari koma? Bukankah ia masuk rumah sakit sebulan lalu?"
Natsui hanya menggeleng. Jika memang Maki sudah sadar, seharusnya teman-teman atau keluarga dari Maki memberitahu mereka berdua. Mereka tidak tahu perkembangan Maki karena Maki pindah sekolah tepat satu minggu sebelum ia koma.
***
"Apa kita telpon keluarganya saja? Untuk memastikan."
"Coba saja,"
Natsui mengangguk, ia segera menghubungi keluarga Maki.
"Ah, iya ini Natsui, bagaimana keadaan Maki-chan? .... apa?! Tapi kami baru saja bertemu ... tidak bukan halusinasi ... ini nyata! Aku dan Haruto tidak sakit ... Bibi? Ah, jangan--"
Haruto mengerutkan dahi. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ibu Maki mengatai mereka sakit?
"Hei, Haruto ada yang aneh," Natsui tertawa miris, ia menyibakkan poninya ke belakang, "katanya, Maki sudah meninggal lima hari yang lalu."
Haruto yang mendengar ucapab Natsui bangkit dari sofa. Ia menatap sahabatnya tidak percaya, bagaimana mungkin? Padahal mereka tadi jelas melihat Maki berjalan-jalan dan gadis itu menyapa mereka berdua. Sebelum Haruto menyangkal ucapan Natsui, suara bel pintu terdengar.
"Siapa?" gumam Natsui, ia kemudian berjalan menuju pintu.
Cklek!
"Natsui-nii, apa Onee-chan menemui kalian?"
"Maiko?! Ya ampun, kau basah sekali!"
Gadis bernama Maiko tanpa sopan santun langsung masuk ke dalam rumah Natsui. Ia berjalan menuju ruang tamu, gadis itu melihat Haruto, ia langsung berjalan menuju Haruto dan menarik kerah baju pemuda tersebut.
"Apa Onee-chan bertemu kalian?! Jawab aku!"
"Ya, kami bertemu di jalan."
"Apa kau sudah tahu jika Onee-chan sudah... sudah...," Maiko tidak sanggup melanjutkan kata-katanya, ia seakan tidak sanggup begitu melihat siapa yang ada di belakang Haruto. "Onee-chan...?"
"Maiko! Tenang-- Haruto, Maki..."
Melihat respon kedua orang itu, Haruto menoleh ke belakang. Benar, Maki berdiri di belakang Haruto. Masih dengan senyumnya, gadis itu membawa seikat bunga hortensia. Maiko melepaskan tangannya dari kerah baju Haruto, ia ingin sekali memeluk kakaknya itu.
"Onee-chan...,"
"Begitu mendengar kalau Natsui dan Haruto melihatku, kau langsung lari ke sini, ya? Padahal di luar hujan, lihat kau basah sekali."
Maiko rasanya ingin menangis, "Onee-chan, kau masih hidup bukan?"
"Tentu saja tidak, aku ini sudah mati," nada bicara Maki yang ceria seakan ia tidak keberatan dengan kenyataan.
"Meski begitu, aku punya urusan yang belum selesai."
Dalam hitungan detik, Maki menghilang menyisakan bunga hortensia yang ia pegang tadi. Maiko mengambil bunga itu, di dalamnya terselip kertas yang digulung dan diikat dengan pita merah. Natsui dan Haruto yang juga melihat kertas itu mendekat ke arah Maiko.
'Di belakang rumahku, temui aku besok pukul 9 pagi.'
Itulah pesan yang tertulis di kertas. Apa ini berkaitan dengan urusan yang Maki maksud? Pertanyaan seperti itu melintas dipikiran mereka. Maiko melihat jam tangannya, pukul 5 sore. Ia pasti akan dimarahi jika pulang terlalu lama.
"Aku pulang dulu, bunga itu... tolong besok bawa saat bertemu Onee-chan. Itu bunga kesukaannya."
Blam!
[Esoknya, pukul 9 di rumah Maiko dan Maki...]
Maiko duduk di sebuah ayunan di belakang rumah. Orang tuanya sedang pergi keluar untuk beberapa jam, mungkin itu lebih baik daripada mereka melihat arwah putrtinya, ya seandainya mereka bisa melihatnya. Maiko mendengar suara gerbang terbuka, itu pasti Natsui dan Haruto pikirnya. Gadis itu sudah membukakan akses agar kedua orang itu mudah masuk ke dalam rumahnya. Dan benar, kedua sahabat kakaknya datang dengan membawa buket bunga hortensia.
"Sudah pukul 9 tepat, kita tunggu saja." ucap Maiko yang kemudian turub dari ayunan.
"Sudah lama menunggu? Ah, sepertinya kalian baru sampai," sosok Maki tiba-tiba muncul di ayunan yang awalnya diduduki Maiko.
"Apa ini urusan yang kau maksud?" tanya Haruto to the point.
Tes! Tes!
'Hujan?' batin Natsui begitu merasakan kepalanya basah.
"Bukan urusan, sih. Tepatnya harapan, kalian ingat saat kita kecil dulu? Kita pernah menulis surat dan meyimpannya di belakang rumahku, tepatnya di rumah pohon. Kita akan membacanya lagi saat kita sudah cukup dewasa, tapi sepertinya kalian melupakannya dan hanya aku yang ingat,"
Maiko merasa bingung. Seingatnya, ia bukanlah orang yang akan melupakan kenangan masa kecil seperti itu. Dan apa pula pentingnya surat itu? Alasannya sedikit tidak masuk akal. Hujan semakin deras, tubuh Maki perlahan menghilang, sebelum Maki benar-benar pergi, ia menunjuk ke arah teras rumahnya. Buku harian yang awalnya tidak ada, muncul di teras.
"Waktu itu, aku berhasil mengambilnya dan membawanya ke sekolah. Tapi, aku ingat bahwa aku sudah pindah. Aku... ya kalian tahulah, lari membawa surat itu dan... kecelakaan menimpaku."
"Jadi, itu karena Onee-chan membawa surat itu? Jadi itu alasannya Onee-chan? Hanya demi surat bodoh itu, Onee-chan sampai..."
Tubuh Maki perlahan menghilang. "Surat itu berharga saat kita kecil. Aku hanya ingin kita mengingatnya lagi, kau tahu kalau kita sekarang jarang berkumpul bukan? Aku pindah sekolah juga cuma iseng, bagaimana reaksi teman sekelas? Bagaimana reaksi Natsui dan Haruto? Bodoh bukan? Tapi setidaknya mereka merindukanku. Aku senang. Terimakasih!"
Sebelum tubuh Maki benar-benar menghilang, gadis itu menunjuk teras rumah. Sebuah kotak kardus yang entah darimana muncul. Ketiga orang itu sudah basah kuyup, Maiko segera berlari ke teras untuk membuka kardus itu. Maiko membukanya dengan cepat. Di sana terdapat 4 buah surat dan tertulis untuk siapa saja surat itu ditulis. Mereka segera membuka surat itu.
Kosong.
Baik untuk Maiko, Natsui, dan Haruto semuanya kosong. Hanya surat terakhir yang bertulis nama 'Maki' yang belum dibuka. Karena penasaran, mereka membuka surat itu. Sebelum mereka membacanya, orang tua Maiko menyapa mereka.
"Kalian rupanya, apa yang kalian lakukan sampai basah begitu?"
"Okaa-san mengunjungi makam Onee-chan lagi?"
"Onee-chan? Siapa yang kau maksud? Kau itu anak tunggal. Kau sampai bicara sendiri dan memanggil nama 'Maki-nee' terkadang. Kau bahkan menangis histeris beberapa hari lalu dengan alasan 'Maki-nee sudah mati'."
Maiko semakin terkejut, begitu juga dua orang yang di belakangnya. Haruto segera membaca surat terkahir itu.
'Tugasku selesai. Harapan kalian terkabul, selamat menikmati kehidupan masa depan kalian. Maki.'
Tambahan :
"Ne, aku ingin punya kakak." keluh Maiko, gadis berumur 6 tahun itu mengguncang tubuh Haruto dan Natsui.
"Kakak perempuan seumuran kami! Nanti namanya Maki! Bagus bukan?" usul Natsui.
"Ya, kita bisa bermain bersama. Oh, ayo buat permohonan saja!"
Mereka kemudian mengucapkan harapan mereka keras-keras.
Setelah itu, hujan lebat mengguyur daerah rumah Maiko. Entah apa yang terjadi, ketiga bocah itu sama sekali tidak ingat apa yang terjadi saat hujan. Tapi, sebelum mereka tidak sadar, Yang jelas, mulai hari itu, Maki muncul dengan membawa kotak kardus dan selembar surat kosong.
"Aku Maki. Sampai kita dewasa, kita akan bermain. Saat waktunya kita berpisah, kardus ini akan muncul dan aku akan merekayasa ingatan serta kehidupan kalian. Bagaimana? Kalian terima syarat ini?"
"Tentu saja Onee-chan!"
---
Cerita apa ini?! Dikejar deadline//slap 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top