SAKIT RAGA DAN HATI
Dua hari Al dirawat di rumah sakit karena tipes atau demam tifoid, penyakit yang terjadi karena infeksi bakteri Salmonella typhi dan umumnya menyebar melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Ponsel tak pernah jauh darinya, hanya ingin menunggu kabar atau telepon dari Lyana. Namun sejak Lyana memutuskan hubungan mereka, dia lenyap begitu saja dari hidup Al. Bahkan Al meneleponnya tak lagi pernah diangkat. Al frustrasi berat dan sangat bingung hingga lupa makan dan menjaga kesehatannya.
"Al, ada keluarga Pak Danur membesuk," kata Sari. Al mengangguk lemas.
Sari pun mempersilakan keluarga Danur masuk. Tatapan mata Al dan gadis yang berjalan bersebelahan dengan Danur bertemu. Seakan mereka sudah kenal lama, namun Al segera memalingkan wajahnya.
"Bagaimana keadaanmu Al? Apa yang kamu rasakan?" tanya Danur berdiri di samping tempat tidur Al.
"Masih lemes Om," jawab Al melirik gadis yang masih setia diam memerhatikannya.
Frank merasakan ada sesuatu yang mengganjal di antara mereka. Dia tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Rasakan kau, Al. Apa yang akan lo lakukan jika sudah berhadapan begini?" batin Frank.
"Bu, Om kita duduk di sana dulu yuk! Biar Shela yang menemani Al," ujar Frank sengaja.
Al menatap kakaknya tajam, namun Frank hanya tersenyum miring. Sari dan Danur pun mengikuti Frank duduk di sofa, sedangkan Shela malah salah tingkah. Al memalingkan wajahnya dan terus mengecek ponsel yang setia tergeletak di dadanya. Dia berharap Lyana meneleponnya.
"Bagimana kabarmu?" tanya Shela menarik kursi untuknya duduk.
"Lo bisa lihat sendiri kan? Gue sakit," jawab Al ketus dan tak ramah.
"Kamu masih dendam sama aku, Al?" tanya Shela.
"Nggak!" Al menahan geram di hatinya.
"Aku minta maaf," ucap Shela ingin menggapai tangan Al, namun Al menghindar.
"Nggak ada yang perlu dimaafkan dan memaafkan. Itu semua sudah terjadi dan gue juga sudah sempat lupa," ucap Al tanpa memandang Shela.
"Tapi sumpah Al, aku waktu itu hanya berniat ingin bercanda. Nggak ada maksud apa-apa," jelas Shela.
"Kalau niat lo bercanda nggak mungkin sampai merusak hubungan gue yang hampir tercapai. Lo sendiri yang bilang kan kalau gue harus bisa serius sama Pingkan? Setelah gue ingin serius, lo malah datang jadi kompor biar Pingkan nggak lagi percaya sama gue. Lo temen tapi lo juga duri buat gue," ujar Al kesal menunjuk wajah Shela.
"Al, aku cuma ngetes Pingkan doang. Aku pengen tahu bagaimana setianya dia menunggu kamu pulang berlayar. Aku nggak tahu jika Pingkan terhasut sama omonganku," jelas Shela tak ingin Al selalu salah paham padanya.
"Tapi cara lo yang salah! Kenapa lo bilang ke Pingkan kalau gue lagi deket sama lo! Lo kan suka sama gue? Gue tahu kok, tapi gue nggak pernah menyinggung itu. Karena gue cuma menganggap lo sebagai teman, nggak lebih," tegas Al menggores luka di hati Shela.
Shela menunduk, cintanya kepada Al dari dulu selalu tak pernah tercapai. Tak pernah Al melirik apalagi menanggapi perasaannya. Cinta Shela bertepuk sebelah tangan sejak mereka duduk di bangku SMA. Karena dia tahu Al tipe pria yang selektif dan sulit untuk jatuh cinta.
"Maaf," ucap Shela lirih.
"Nggak perlu, semua sudah terjadi dan Pingkan juga sudah menikah kan sekarang? Makasih," ucap Al mengangkat ponselnya dan melihat layar datar yang memerlihatkan foto dirinya bersama Lyana.
Shela tak sengaja melihat layar ponsel Al. Hatinya nyeri dan dia pikir selama Al berlayar, dia tidak memiliki kekasih. Maka dari itu Shela masih sabar menunggu dan berharap Al suatu saat membalas cintanya.
"Apa dia pacar kamu sekarang?" tanya Shela menahan sakit di dadanya.
"Apa urusan lo, dia ibu dari anak gue. Kenapa?"
Shela shock menatap Al.
"Kamu sudah menikah?" tanya Shela meninggikan suaranya dan hatinya bergemuruh panas serta kecewa.
"Haruskah menikah dulu jika menanam bibit di rahim wanita? Gue pelaut, Shel. Seperti yang pernah lo bilang ke Pingkan. Pelaut itu mata keranjang, setiap kapal sandar di dermaga dengan mudah mencari cinta yang lain. Tapi sayang, gue hanya bisa mencintai satu wanita disetiap dermaga yang gue singgahi. Yaitu dia! Cuma dia wanita yang bisa menaklukkan hati gue. Wanita jalang yang selalu mencumbu otak gue, jalang yang setiap saat menyita emosi jiwa dan raga gue. Itu kan yang dulu lo bilang ke Pingkan, kalau gue suka mencari jalang? Ini jalang gue!" Al memamerkan ponselnya ke depan wajah Shela dan terlihat jelas foto Lyana.
"Cantik kan jalang gue?" pamer Al membanggakan Lyana. Padahal dia sendiri tidak tahu apakah hubungannya dengan Lyana masih terjalin atau memang benar-benar sudah putus?
"Iya, tapi sepertinya dia masih kecil," jawab Shela belum dapat menerima kenyataan bahwa Al sudah memilih wanita lain, selain dirinya.
"Ya, memang. Usianya masih 22 dan mau 23. Tapi kalau gue dan dia saling cinta, sepertinya usia tidak menjadi masalah. Asal dia tulus dan percaya sama gue," lirih Al mengucap seraya berdoa.
Shela terdiam, beberapa menit mereka membisu. Al masih terus menunggu telepon dari Lyana.
"Shela, pulang yuk! Toko Papa nggak ada yang jaga. Sebentar lagi makan siang, para pegawai juga harus istirahat kan?" ajak Danur mendekati mereka.
"Iya, Pa," jawab Shela berdiri mencangklong tasnya.
"Al, kami pulang dulu ya? Cepat sembuh, jangan banyak pikiran," pesan Danur mengelus bahu Al.
"Iya Om, terima kasih," ucap Al tersenyum tipis.
Shela menunduk tak berucap apa pun kepada Al. Dia hanya menyalami Sari dan berpamitan dengan Frank. Selepas mereka pergi, Frank duduk di bangku yang tadi Shela tempati. Sedangkan Sari mengantar Danur.
"Bagaimana? Masih dendam sama tuh cewek?" tanya Frank tersenyum miring.
"Sialan lo!" umpat Al memukul lengan Frank.
Frank malah tertawa terbahak. "Resiko jadi cowok ganteng, banyak yang naksir," candanya.
"Iya, kalau naksir doang sih nggak masalah. Tapi kalau naksirnya berlebihan seperti dia, minta dibunuh!" ucap Al menunduk dan terus memperhatikan ponselnya.
Frank merebut ponselnya dan ikut menatapnya.
"Kenapa sih dari kemarin nggak bisa lepas lihat ponsel dan lihatin layar mulu! Emang ada apa? Ada cewek telanjang ya? Mana? Gue juga mau lihat," ujar Frank mencari-cari di galeri.
"Cuma gue yang bisa lihat cewek telanjang di ponsel gue sendiri!" Al merebut ponselnya.
"Halah, paling juga foto telanjang cewek lo!" cibir Frank. "Sudah berapa kali?" tanya Frank menaik turunkan kedua alisnya ke arah Al.
Al mengernyitkan dahinya. "Maksudnya?"
Frank menghela napas dalam. "Halah! Gaya lo kayak nggak tahu aja. ML sama cewek lo?"
"BAH!!! Gila!!!" umpat Al terkejut.
"Halah, jangan sok-sokan polos begitu. Hamil duluan baru tahu rasa lo! Sudahlah, akui saja sama abang lo sendiri. Gue juga pria normal, dulu sama Kak Karin sebelum menikah juga sudah begituan dulu. Awas jangan sampai Ibu dan Bapak tahu. Cerita saja," bujuk Frank menyenggol-senggol lengan Al.
Al menggaruk kepalanya dan bingung untuk menjawab.
"Nggak! Gue nggak begitu," elak Al gelagapan.
"Yakin?" tanya Frank mendesak.
Al terdiam, dia mengingat kejadian malam itu ketika mengajak Lyana jalan ke pelabuhan Padang Bai sebelum dia pergi.
Flashback
Al dan Lyana bercumbu di penginapan, niat hanya ingin berteduh karena hujan deras sambil menunggu waktu kapal sandar, malah mereka saling tergoda. Al menindih tubuh Lyana dan terus mengecup lehernya. Lyana tampak pasrah dan menikmati setiap sentuhan bibir Al. Hingga seluruh pakaian mereka lepas hanya menyisakan celana dalam dan boxer. Lyana memeluk Al dan mengecup-ngecup bahunya mesra. Al menurunkan ciumannya di dada Lyana.
"Yang," panggil Lyana meremas rambut Al dan mendongakkan kepalanya. Dadanya mebusung ke atas sehingga Al dengan leluasa mengeksplorasi tubuhnya.
Al menghentikan cumbuannya dan tersenyum sangat manis ke arah Lyana.
"Kamu gila," cibir Lyana dengan napas yang tersengal-sengal.
"Tapi kamu suka kan?" tanya Al menyentuh wajah Lyana dan turun sampai ke putingnya.
Lyana mengelus wajah Al dan matanya pun sayu. Entah mendapat keberanian dari mana, Lyana langsung mencium bibir Al dan mengecup bahkan memanggutnya kasar. Tangan Lyana meraba dada Al sehingga nafsu mereka sama-sama naik.
Al mendekap tubuh Lyana erat, dan membalas pagutannya. Mereka saling berciuman bibir sehingga bersilat lidah. Tangan Lyana menarik tengkuk Al agar ciuman mereka semakin dalam. Nafsu keduanya sudah memuncak, Al meraba bagian intim Lyana yang sudah basah. Dalam ciuman yang panas, Al tersenyum. Perlahan Al melepaskan ciuman mereka.
"Becek," gumam Al menggesekkan jarinya di depan kewanitaan Lyana yang masih terbungkus kain berenda warna merah.
Pipi Lyana memerah dan langsung menelungkupkan di dada Al.
"Jangan begitu, aku malu," rengek Lyana.
"Kenapa malu? Aku sudah lihat semuanya, hanya yang ini belum aku lihat baru aku sentuh," ucap Al terus menggesekkan jarinya di luar kemaluan Lyana yang sudah basah.
"Yang...," lirih Lyana setengah mendesah memeluk Al.
"Apa?" sahut Al membalas pelukannya namun tangan nakalnya tak lepas dari kewanitaan Lyana.
"Pengen," bisik Lyana tepat di telinga Al.
Al menghentikan tangannya dan langsung menarik tubuh Lyana. Wajahnya sudah penuh nafsu dan menahan berahi.
"Jangan dulu," tolak Al menggeleng cepat.
"Tapi punya kamu juga sudah tegang dari tadi," rajuk Lyana menyusupkan tanggannya di balik boxer dan menemukan sesuatu yang panjang yang sudah mengeras.
"Jangan Cimut, belum waktunya kita lebih dari ini." Al masih terus menolak meski dirinya juga tak bisa berbohong kalau tubuhnya juga menginginkan.
"Tapi kita sudah sampai segini, masa mau naik ke daratan? Sudah setengah bahas." Tangan Lyana mengeluarkan milik Al.
"Sssss...aaah... Cimut, jangan!" tahan Al namun tubuh mendustai bibirnya.
"Jangan, tapi milik kamu menginginkannya," cibir Lyana.
"Oke, pakai mulut, jangan masukkan ke vagina kamu." Akhirnya Al mengalah karena tak bisa lagi menahannya.
"Terus aku?" rajuk Lyana.
"Ada cara, nanti gantian," ucap Al tersenyum manis mengecup bibir Lyana.
"Benar ya?"
"Iya!" jawab Al.
Al terus memagut bibirnya hingga Lyana mencapai orgasmenya. Al tersenyum puas ketika merasa cairan mengalir di telapak tangannya. Itu adalah cairan kental tanda tercapainya kepuasan Lyana. Tubuhnya melemas dan napasnya pun memburu.
"Berjanjilah sama aku, jangan lakukan ini selain denganku, paham?" tegas Al.
Lyana mengangguk. "Iya."
"Jangan cuma iya, awas sampai kamu lakukan ini sama cowok lain. Aku bunuh cowok itu," ancam Al mengedikan bulu kuduk Lyana.
"Serem amat ancamannya sampai membunuh segala. Nggak, Yang. Aku akan lakukan ini cuma sama kamu. Janji!" Lyana mencubit lehernya tanpa menimbulkan sakit tanda berjanji.
"Bener ya?"
"Iya, Sayang."
Al memeluk Lyana dan merasakan kehatan yang tercipta antara sentuhan kulit yang bertemu dengan kulit.
"Aku sangat mencintaimu," ucap Al.
"Aku juga sangat mencintaimu," balas Lyana.
Flashback off
############
🙈🙈🙈🙈🙈🙈
Tutup mata. Woiy!!! Apa yang kalian lakukan? Makanya waktu itu aku nggak boleh ikut. Begini to yang kalian lakukan? Hahahaha
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top