RASA MUNCUL DI TENGAH BADAI
Untuk bayangan mengenai pekerjaan di kapal feri, tonton video di atas ya? Itu video diambil dari pelabuhan Bali Gilimanuk ke Lembar Banyuwangi. Bagaimana mereka memuat kendaraan hingga saat ombak besar sampai kapal bergoyang kencang.
***
Hal tak terduga tiba-tiba menerjang di tengah laut. Ombak sekonyong-konyong naik hingga 5 meter. Ingin putar balik ke pelabuhan Padang Bai, tapi posisi mereka sudah berada di tengah perjalanan. Dua jam lagi, mereka akan sampai di pelabuhan Lembar. Para penumpang histeris ketakutan, sudah banyak yang menangis dan mabok laut. Bibir mereka tak hentinya berkomat-kamit mengucap doa.
"Lashing kendaraan!!!" pekik Al memerintah. Wajahnya yang biasa tenang, kini berubah serius.
Lashing securing dalah pengamanan pengikatan cargo atau muatan. Selain lashing securing perlu juga diperhatikan pengaturan penempatan muatan atau stowage plan agar muatan betul-betul aman selama proses transportasi ke pelabuhan tujuan.
Semua awak kapal saling membantu, departemen mesin pun ikut turun tangan membantu departemen deck yang kesulitan dan kalang kabut menjaga kendaraan agar tidak oleng dan terjatuh menimpa kendaraan lain.
"Lyana," panggil Al ketika dia membantu para kelasi menenangkan para penumpang.
"Iya Kap."
"Kamu cek keadaan di dapur, masukkan barang-barang ke pantri. Lashing kulkas agar tidak bergeser, sama cabut gasnya," perintah Al menghindari kebakaran dan kerusakan di kapal.
"Baik Kap." Lyana pun pergi ke galley.
Kapal sudah terombang-ambing karena mendapatkan daya dorong dan goyangan disebabkan gelombang dan arus laut yg kuat. Tubuh mereka jika tidak kuat berdiri seimbang bisa saja terjatuh. Kapal seperti berjalan naik turun akibat ombak yang tinggi, kendaraan sepeda motor berjatuhan karena terjangan air laut terlalu besar. Al yang melihat keadaan semakin parah, tak ingin mengambil risiko, apalagi truk roda 8 oleng ke kanan dan kiri.
"Naik kalian semua!!! Jangan ada yang di car deck!!! Tinggalkan tempat itu!!!" pekik Al menginterupsi awak kapal yang tadi sibuk me-lashing kendaraan di car deck. Semua naik mengikuti perintah Al.
Sedangkan di galley Lyana dan Syahrul saling membantu menahan barang-barang yang bergeser.
"Peng, cepat, ini berat banget," titah Lyana menahan kulkas dengan tubuhnya agar tak terjatuh. Sedangkan kaki kirinya menahan freezer.
Al dan yang lain melihat mereka berdua kesulitan, langsung masuk ke galley dan membantunya.
"Ernest, tahan freezer-nya," titah Al menggantikan Lyana menahan kulkas. "Kamu geser, punguti yang jatuh, simpan di pantri," titah Al.
Lyana mengangguk dan mengambil panci dan peralatan yang lain, lantas dia masukkan ke pantri. Sedangkan Syahrul dibantu yang lain mengikat kulkas dan freezer agar tak bergeser. Sebelumnya, Syahrul sudah mengamankan tabung gas dan kompornya. Setelah semua beres, Lyana melihat ruang makan sudah tak beraturan. Meja kursi sudah bergeser, untung saja, gelas dan piring yang mereka punya terbuat dari milamin, plastik serta stainless. Sedangkan barang yang mudah pecah, selalu masuk ke pantri setelah digunakan.
"Lyana, naik ke atas!" titah Al.
"Iya Kap."
Lyana pergi ke galley, sedangkan Al dan yang lain masih sibuk menyelamatkan para penumpang dan mengontrol keadaan kapal.
"Novel," panggil Al pada salah satu kelasi.
"Ya Kap." Novel mendekatinya.
"Kamu himbau ke penumpang, jangan ada yang berdiri di pinggir, kalau bisa biarkan mereka berada di ruang penumpang. Anginnya kencang dan sebentar lagi hujan lebar," titah Al.
"Siap Kap," jawab Novel lantas memberi tahu yang lain agar membantunya.
Al berjalan menaiki tangga menuju ke kabin, sebelum masuk, dia berpapasan dengan KKM (Kepala Kamar Mesin).
"Gimana keadaan mesin, Bass?" tanya Al.
"Sejauh ini masih aman dan normal, aku mau turun dulu, Kap," pamit Risma ingin mengontrol anak buahnya yang bekerja di engine room.
"Oke."
Al masuk ke kabin, melihat sepasang suami istri yang menggendong anaknya menangis histeris mengobrol bersama Lyana dan Husen, seorang electrical.
"Ada apa ini?" tanya Al.
"Begini Kap, ibu dan bapak ini ingin menyewa satu kamar. Anak-anak mereka mabok dan sekarang mereka butuh istirahat," jelas Husen tak berani memutuskan tanpa seizin nahkoda.
Al melihat bocah kecil itu menangis, wajahnya pucat pasih, tak tega membiarkan penumpangnya seperti itu, Al pun mengizinkannya.
"Ya sudah, biar di kamar Lyana saja, kalau di kamar yang lain kasihan nanti mereka malah nggak bisa istirahat," perintah Al.
Lyana ingin memprotes, namun Al lebih dulu menatapnya. Dia hanya memajukan bibirnya tak berani membantah.
"Kunci lemari kamu, tidur di kamarku. Aku malam ini tidak menempatinya," titah Al tak terbantahkan. "Husen urus mereka ya?" imbuh Al meninggalkan mereka.
"Terima kasih, Kapten," ucap sang penumpang tulus dan terlihat sangat merasa bersyukur.
Al hanya menganggukkan kepala, sedangkan Husen mengantar mereka masuk ke kamar Lyana. Meski dengan perasaan berat hati, namun Lyana menuruti perintah kaptennya. Dia masuk ke kamarnya, mengunci lemari dan mengambil ponselnya.
"Bang, masa aku tidur di kamar Kapten sih?" gumam Lyana sebelum keluar, dia duduk di kursi depan mejanya.
"Sudah nggak apa-apa. Daripada mereka yang tidur di kamar Kapten? Mereka kan orang luar, Ly. Di kamar Kapten banyak barang penting dan surat-surat kita juga dia yang bawa. Toh kalau keadaan kapal seperti ini, Kapten nggak akan istirahat dan tidak mungkin meninggalkan anjungan. Tenang saja, percaya sama aku, karena aku sudah lama bersama dia di kapal ini. Dia nggak akan macam-macam kok," ujar Husen sedikit berbisik meyakinkan Lyana.
"Ya sudah deh," sahut Lyana berat hati.
"Kamu istirahat saja, besok kamu masih harus bangun pagi. Urusan kapal sekarang bukan tugasmu," perintah Husen sebelum Lyana keluar.
"Iya Bang," jawab Lyana ke luar kamar.
Sedangkan Husen mengurus penumpang itu sebelum meninggalkan mereka di kamar Lyana.
Lyana berjalan ke kamar Al, dia sedikit ragu, tapi kalau tidak istirahat, pasti besok dia akan bangun kesiangan dan bagaimana bisa, dia menyiapkan sarapan untuk awak kapal? Pasti sebelum memasak, Lyana dan Syahrul juga akan membereskan galley dan ruang makan yang mungkin sekarang sudah berantakan tak beraturan.
"Permisi Kap," seru Lyana berdiri di ambang pintu.
Al sedang mencari sesuatu di kamarnya sebelum pergi ke anjungan.
"Masuk Ly," titahnya pelan dan halus.
Lyana berjalan terhuyung karena kapal terus saja bergoyang kuat. Dia meraba dinding agar tak terjatuh.
"Tidurlah, besok pagi kamu harus bertugas," titah Al.
"Kapten Al, nanti istirahat di mana?" tanya Lyana sungkan saat ingin naik ke ranjang nahkodanya.
Al memutar tubuhnya menghadap ke arahnya. Tanpa berpegangan Al bisa menyeimbangkan tubuhnya, karena dia sudah terbiasa mengalami kejadian cuaca buruk yang mendadak seperti saat ini.
"Aku akan stay di anjungan," jawabnya lantas memutar tubuhnya ingin pergi meninggalkan Lyana.
"Kap," panggil Lyana ketika Al sudah hampir sampai di depan pintu.
"Ya," sahut Al menoleh ke belakang.
Wajah Lyana berubah seperti orang ketakutan.
"Apa kita akan selamat?" tanya Lyana konyol bagi Al.
"Iya, kita akan selamat."
"Kita nggak akan tenggelam kan?"
"Tidak, tenanglah! Tidur saja kamu." Al melempar senyum terbaiknya lantas menutup pintunya.
Lyana menyapu pandangannya di kamar itu. Meski perasaannya takut, namun dia berusaha berbaring menenangkan diri agar dapat beristirahat. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, dia akan mengalami keadaan ekstrim seperti itu. Jauh dari daratan, kapal terombang-ambing di tengah laut, melawan ombak yang tinggi dan angin kencang. Belum lagi, sekarang ditambah guyuran hujan lebat. Suasana menjadi mencekam, Lyana menarik selimut dan menutup tubuhnya. Dia menangis sendiri, meratapi nasibnya.
"Ma, Pa, aku kangen. Aku takut," lirihnya sesenggukan.
Pintu kamar kembali terbuka, Lyana menoleh ternyata Al kembali.
"Kenapa belum tidur?" tegurnya menatap Lyana heran karena wajahnya basah air mata.
"Aku takut," jawabnya lirih mengeratkan selimut.
Al mengurungkan niatnya ketika ingin mengambil HT yang tertinggal. Dia berjalan mendekati Lyana dan mengusap kepalanya. Perasaan yang tadi gundah dan takut, seiring tangan Al menyentuh keningnya, tiba-tiba perasaan itu menguap begitu saja.
"Jangan takut, ada aku di sini. Aku akan selalu berusaha menyelamatkan kalian semua sampai ke tempat tujuan. Sekarang tidur dan jangan pikirkan apa pun. Pikirkan saja aku, biar kamu bisa tidur tenang," gurau Al mengelus rambut Lyana.
Lyana tersenyum di dalam tangisnya, dia memejamkan matanya menikmati tangan Al yang masih mengelus rambutnya. Nyaman dan tenang, itulah yang Lyana rasakan saat ini. Setelah Lyana memejamkan mata beberapa menit, Al segera mengambil HT-nya dan meninggalkan dia di kamar itu.
***
Aroma tubuh Al terhirup dalam di hidung Lyana. Parfumnya menenangkan perasaannya. Perlahan dia membuka mata, pantas saja dia menghirup aroma wangi tubuh Al, ternyata dia masih tidur di atas ranjangnya. Dia menyapu pandangannya, melihat jam dinding yang menunjukan pukul 04.00 WITA. Ketika dia ingin turun dari ranjang, pintu kamar terbuka. Al masuk, wajahnya tampak letih dan lelah.
"Sudah bangun?" tanya Al menyapa sambil meletakkan HT di atas meja kerjanya.
Lyana mengangguk masih malas berdiri, dia duduk di tepi ranjang. Kakinya menjuntai ke bawah, dia mengejap-ngejapkan matanya berulang kali.
"Kita di mana?" tanya Lyana sudah tidak lagi merasakan goyangan kapal sekencang tadi malam.
"Kita sudah berlabuh jangka di Lembar," jawab Al melepas sepatunya.
"Nggak lanjut layar lagi? Kan jadwal kita jalan 3 hari, baru juga satu hari jalan." Lyana berdiri merapikan tempat tidur dan melipat selimutnya.
"Cuaca buruk, tidak ada yang boleh menjalankan kapal saat ini. Pelabuhan ditutup sampai keadaan membaik. Baru nanti kita jalan lagi kalau masih masuk jadwalnya." Al mengambil handuk dari lemarinya.
"Kapten mau mandi?" tanya Lyana.
"Iya, badanku lengket. Baru nanti mau istirahat."
"Oh, ya sudah. Aku keluar dulu ya? Terima kasih," ucap Lyana tersenyum manis.
"Iya," jawab Al entah mengapa hatinya merasa senang dan berbunga-bunga saat bersama Lyana.
Lyana keluar membersihkan badannya dan langsung ke galley. Di sana sudah ada Syahrul sedang membereskan galley sebelum Lyana menggunakan tempat itu untuk memasak. Syahrul sudah memasang kompor dan gasnya, membersihkan lantai dan membuka lashing-an freezer dan kulkasnya. Lyana tersenyum karena ruang makan juga sudah bersih dah tertata rapi. Nasi pun juga sudah dimasak oleh Syahrul.
"Peng, kenapa nggak nunggu aku sih?" tanya Lyana mengejutkan Syahrul yang sedang mengeluarkan bumbu-bumbu dari dalam pantri.
"Halah Ly, ngagetin. Nggak apa-apa, sekalian tadi aku bantu beres-beres anak kelasi. Semalam hujannya deres banget, angin juga kencang, jadi berantakan deh tanaman kamu, Ly," cerita Syahrul.
"Hah?!!! Serius?" pekik Lyana terkejut lantas berlari ke depan galley melihat tanamannya masih utuh hanya saja tanahnya berkurang.
"Sudah aku benerin, Ly," pekik Syahrul.
Lyana kembali masuk ke galley dan tersenyum manis.
"Makasih ya, Peng," ucapnya tulus.
"Iya," jawab Syahrul.
Mereka pun bekerja sama memasak menu makan untuk pagi ini.
Tuhan tidak pernah menjanjikan lautan tetap tenang, cuaca buruk bisa saja menerpa sewaktu-waktu. Namun Dia menjanjikan pelabuhan adalah tujuan terindah. Karena di sana, banyak kerinduan yang menanti.
***
Bibir Al tersenyum lebar, dia berbaring miring di atas ranjangnya. Layar flat yang dia pegang menampilkan foto-foto Lyana. Cantik dan manis, itulah pujian Al sedari tadi setiap menggeser layar datar ponsel Lyana yang tertinggal di tempat tidurnya. Al mengetik nomor ponselnya di HP itu dan menamai dengan 'My Captain'. Lantas dia menghubungi nomornya sendiri, sehingga nomor telepon Lyana kini masuk di ponselnya. Dia menyimpan nomor Lyana dengan nama 'Hidupku'.
"Dasar!!! Sepertinya gue sudah gila karena gadis itu. Apa yang akan gue lakukan setelah ini?" gumam Al mengirim beberapa foto Lyana ke ponselnya melalui WA.
Dia mengecek pesan masuk dan segala nomor yang tersimpan di ponsel itu dan juga sosmed Lyana yang selalu standby. Tak ada hal yang mencurigakan bahkan, tak ada sesuatu yang spesial.
"Sepertinya dia masih jomblo," gumam Al seperti mendapat harapan besar.
Dia tersenyum dan menutup ponselnya. Dia sengaja meletakkan kembali ponsel Lyana di samping bantalnya, seperti posisi semula. Al memejamkan matanya ingin beristirahat melepas lelah. Namun saat dia baru beberapa menit memejamkan mata dan belum terlelap tidur, pintu kamar terketuk namun dia hiraukan.
Jika memang itu Syahrul, dia sudah terbiasa masuk meskipun Al tidak menjawab ketukannya. Syahrul sudah mendapat izin dari Al, jika dia sedang beristirahat, Syahrul boleh masuk dan meletakkan makanannya di atas meja seperti biasa. Pintu pun terbuka, Al sedikit membuka matanya, melihat siapa orang yang masuk, ternyata Lyana membawakannya sarapan. Dia membiarkannya dan kembali memejamkan mata.
"Kap permisi ya? Mau ambil ponsel," bisik Lyana meminta izin seolah-olah Al membuka mata, padahal sebenarnya Al masih setia memejamkan mata dan masih mendengar ucapannya itu.
Al hanya menahan tawanya dalam hati. Lyana sangat hati-hati mengambil ponselnya di samping kepala Al.
"Maaf ya Kap," ucapnya lagi, takut Al akan bangun.
Setelah dia berhasil mengambil ponselnya, segera dia meninggalkan kamar itu tak lupa menutup pintunya. Al membuka matanya tersenyum lebar.
"Aku menginginkannya ya Tuhan," gumam Al lantas dia memejamkan matanya.
#######
Ciyeeeee... kok aku senyum-senyum sendiri sih? Wkwkkwkwkwk lol
Hatiku ikut berbunga-bunga seperti hati Kapten Al😳💞
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top