KEHIDUPAN YANG BARU

Seorang gadis tangguh namun sedikit manja, dan cengeng. Memberanikan diri menantang hidupnya, untuk menghadapi pekerjaan yang keras. Jauh dari keluarga dan sahabat, inilah pilihannya.

Dia berdiri di dermaga menunggu kedatangan kapal feri sebagai tempat tinggalnya nanti. Bahunya mencangklong tas ransel besar, berisi pakaian dan peralatannya. Penampilannya sedikit tomboy, jeans panjang sobek-sobek, kaus sebatas lengan atas yang tertutup dengan jaket jeans lengan panjang, dan menyelipkan rambut panjangnya di topi.

Sebuah kapal feri, merapat ke dermaga, mulutnya menganga, takjub melihat besarnya benda untuk menyeberang laut yang mengangkut penumpang beserta kendaraannya. Dia berdecak kagum sampai menggelengkan kepala ketika kapal itu merapat di sampingnya.

"Waaaah, bagus banget!" kagumnya memerhatikan kapal itu.

Terlihat ramainya orang-orang bersiap menyeberangi jembatan dari kapal ke dermaga. Lyana menunggu orang-orang yang dari kapal, lebih dulu menyeberang.

Setelah lulus dari universitas tataboga, dan mengambil sertifikat perhotelan, Ilyana sempat bekerja di restoran hotel berbintang lima. Karena impiannya ingin bekerja di kapal pesiar, akhirnya dia bertekad mengambil sertifikat dasar perkapalan agar dapat bekerja di kapal. Namun sayang, pengalamannya bekerja di restoran itu belum memenuhi standart internasional persyaratan masuk ke kapal pesiar. Karena sudah terlanjur memiliki semua sertifikat perkapalan, akhirnya dia memutuskan untuk mendaftarkan diri ke perusahaan kapal niaga di dalam negeri.

"Lyana!" seru seorang pegawai kantor cabang di pelabuhan Padang Bai, Bali.

Gadis itu menyudahi lamunannya yang sedari tadi melongo mengagumi kapal KMP. Jembatan Samudra IV milik PT JS (Jembatan Samudra). Dia lantas mengikuti pegawai kantor yang sedari tadi menemaninya menunggu kapal itu datang. Mereka masuk ke kapal melewati pintu samping, karena kardek sedang dijalankan untuk mengeluarkan kendaraan.

"Ketemu dulu sama Kacap ya? Biar nanti sertifikat-sertifikat kamu diantarkan ke nahkoda," ajak pegawai kantor tadi.

Mereka berjalan masuk ke ruang penumpang. Di sana ada seorang pria paruh paya sedang mengobrol dengan seseorang pedagang asongan. Sudah menjadi pemandangan biasa, apabila pedangan asongan naik ke kapal, di sela kapal menurunkan penumpang dan akan menaikkan penumpang.

"Pak Joko," panggil pegawai kantor mendekati pria tadi.

Dia menoleh, tersenyum ramah. Lyana membungkukkan tubuhnya menyapa pria yang di panggil 'Pak Joko' tadi. Pegawai kantor memberikan map berisi semua persyaratan kerja Lyana.

"Sudah siap kamu untuk bekerja di sini?" tanya Joko, kepala kantor cabang, yang kebetulan tadi ikut pelayaran dari pelabuhan Lembar, Lombok.

Lyana membungkukkan badannya sedikit. "Sudah Pak!" sahutnya.

Joko tersenyum, dan menganggukkan kepala. Lyana mengedarkan pandangannya di ruangan itu. Sebuah bangku penumpang berjejer rapi, beberapa fasilitas melengkapi ruangan itu. Ada AC, televisi dan di pojok ruangan ada kantin.

"Didi!" panggil Joko pada salah satu kelasi yang kebetulan lewat di ruang penumpang.

Pria berkulit sawo matang, tinggi tak seberapa, wajah pas-pasan mendekat.

"Iya, Pak," sahutnya sopan menghadap pada Joko.

"Di mana Kapten? Di anjungan atau di kardek?" tanya Joko.

"Di anjungan, Pak," jawab Didik menunjuk ke atas.

"Oh, oke. Makasih," ucap Joko, lantas Didi melenggang pergi melanjutkan pekerjaannya.

"Lyana, ikuti aku. Akan aku kenalkan kamu dengan Kapten dan perwira yang lainnya," ujar Joko berjalan mendahului Lyana.

Lyana masih melihat-lihat tempat yang dia lewati. Mereka keluar dari ruang penumpang, menaiki tangga kecil, masuk ke sebuah lorong.

"Sini kabin kru, nanti kamu akan mendapatkan kamar sendiri. Soalnya kan, kamu cewek sendiri di kapal ini," jelas Joko menunjukkan kamar-kamar yang mereka lalui.

Berbeda dengan di pesawat, jika kabin di penerbangan adalah tempat untuk penumpang, kalau di kapal, kabin adalah kamar untuk para kru. Lyana melihat-lihat kanan dan kirinya. Ada beberapa kamar berjejer di sana, sayang semua pintu tertutup, jadi dia tidak bisa melihat dalamnya bagaimana. Mereka menaiki tangga kecil, penyambung ruang kabin dan anjungan.

Anjungan atau bridge adalah ruang komando kapal di mana ditempatkan roda kemudi kapal, peralatan navigasi untuk menentukan posisi keberadaan kapal. Disana juga terdapat peralatan modern pendukung pelayaran, seperti Roda kemudi, Radar (Radio Detection and Ranging), GPS (Global Positioning Satelite), Radio komuniasi, Perangkat komando ruang mesin, kompas, teropong, dan lain-lain.

"Selamat siang, Kap," sapa Joko lantang terdengar sudah akrab.

Seorang pria yang masih muda, tinggi, tubuhnya tegap, tampan, hidung mancung, hazel-nya memperindah tatapan tajamnya, namun wajahnya meneduhkan. Dia berjalan mendekati Joko dan menyalaminya.

"Bagaimana Pak Joko? Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu stay cool.

"Ini Kap, cuma mau mengantar koki baru. Koki yang kemarin katanya sudah naik jabatan, jadi kelasi. Gadis ini nanti yang akan menjadi koki di sini," jelas Joko menunjukkan Lyana kepada sang nahkoda.

Joko juga tak lupa memberikan map berisi syarat kerja Lyana kepada nahkoda. Lyana menyapa, membungkukkan tubuhnya, namun nahkoda itu tetap cuek. Perwira yang berada di anjungan tersenyum penuh arti.

"Wah, lumayan ada penyejuk di kapal ini," sela KKM (Kepala Kamar Mesin) bernama Risman.

Nahkoda tadi hanya melirik, wajahnya tetap datar. Dia memerhatikan penampilan Lyana dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Boleh juga," ujarnya menganggukkan kepala. "Tapi nanti kamu harus tidur di kamar terpisah. Jangan campur sama kru cowok. Di samping kamar mandi itu, ada kamar kosong, memang sempit, tapi kalau cuma buat kamu sendiri, bisalah!" imbuhnya tak acuh.

Nahkoda itu kembali ke tempatnya, memerhatikan dermaga, melihat kendaraan yang akan masuk ke kapalnya. Semua orang sudah tak heran jika kaptennya bersikap dingin, pendiam dan sedikit bicara.

"Pak Joko, tolong antarkan dia ke kamarnya. Biar istirahat dulu, sambil membersihkan kamar barunya," titah Risman, duduk di depan alat pengendali mesin yang ada di anjungan.

"Baik Bass," jawab Joko. "Ayo Lyana!" ajak Joko keluar dari ruang anjungan.

Lyana masih merasa asing di kapal itu, perasaannya belum nyaman. Sepertinya orang-orangnya sombong dan kurang bersahaja.

"Kamu jangan ambil hati sikapnya Kapten Al ya? Memang dia seperti itu," nasihat Joko sambil menunjukkan kamar Lyana.

"Iya Pak, ini lingkungan baru buat saya. Jadi masih terasa aneh dan belum terbiasa," jawab Lyana masuk ke ruangan yang berukuran 1.5 meter kali 2 meter.

Di sana ada tempat tidur susun, meja serta lemari satu set. Ruangannya cukup nyaman dan di depan tempat tidur ada jendela bulat ciri khas kapal. Pengap dan panas karena lama tak dipakai membuatnya susah bernapas.

"Belum ada AC-nya ya?" Joko mengedarkan pandangannya.

Lyana ikut menyapu pandangannya ke ruangan yang akan menjadi kamar pribadinya selama di kapal ini. Dia meletakkan tas ranselnya di lantai.

"Iya, Pak," jawabnya melihat ke atas kamar itu.

"Nanti deh, aku ajukan ke kantor dulu, biar di pasang AC seperti di kamar yang lain. Sementara kamu nggak pakai pendingin ruangan dulu nggak apa-apa kan?" tanya Joko, sambil membuka lemari, mengeceknya, barangkali ada sesuatu yang tertinggal dari penghuni lama.

"Iya deh Pak, nggak apa-apa. Biarpun panas," jawabnya, sebenarnya dia keberatan. "Tapi nggak lama kan Pak, AC-nya akan datang?" tanya Lyana menggelar kasur busa yang menggulung.

Debu yang berhamburan membuatnya dan Joko batuk. Mereka lantas keluar kamar. Sepertinya kamar itu belum siap di tempati, harus dibersihkan dulu.

"Kamu bersihkan dulu saja kamarnya. Kasurnya kamu keluarkan, jemur dulu sekalian bantal gulingnya," perintah Joko.

Lyana masih bingung, di mana ia harus menjemur? Kalau di luar, bukannya angin kencang, bisa-bisa kasur dan bantal gulingnya terbang dan hanyut ke laut.

"Tapi Pak, saya harus menjemur di mana?" tanya Lyana.

"Ikut denganku. Aku akan tunjukan tempat untuk menjemur pakaian." Mereka pergi menaiki tangga yang ada di samping ruang kabin.

Ternyata di atas kabin ada tempat khusus menjemur, ruangannya super panas karena tertutup asbes mika. Kalau di dalamnya, berasa seperti di oven, bayangkan saja keadaan laut yang beratapkan langsung depan langit tak ada penghalang dan sinar matahari langsung membias ke atas absennya, panasnya luar biasa. Baru sebentar saja di dalamnya, sudah mandi keringat.

"Kamu bisa menjemur di sini," kata Joko.

Lyana sedikit tak nyaman, karena melihat beberapa pakaian dalam pria. Dia berpikir, bagaimana nanti kalau dia yang menjemur pakaian dalamnya? Secara, semua kru di kapal ini pria, hanya dia wanita satu-satunya.

"Baik, Pak."

Mereka kembali turun. Karena merasa sudah cukup memperkenalkan Lyana dengan lingkungan barunya, Joko pun meninggalkannya sendiri. Dia sibuk membereskan kamar dan mengangkat kasur itu sendiri. Saat dia ingin mengeluarkannya dari kamar, karena tak melihat siapa yang sedang lewat di depan kamarnya, tak sengaja kasurnya menabrak seseorang.

"Aduh!!!" pekik orang itu kaget.

Lyana langsung menurunkan kasurnya ke lantai dan melihat siapa seseorang yang kesakitan itu. Jantungnya berdebar kencang, ternyata yang tertabrak kasurnya adalah Almahesa.

"Maaf Kap," ucap Lyana menunduk takut.

"Kamu mau ngapain sih? Badan kecil angkat-angkat kasur gede sendiri?" tanyanya tegas menatap Lyana tajam.

Lyana tak berani menatapnya, dia masih menunduk. Walau bagaimanapun, dia adalah kru baru, jadi belum mengenal siapapun yang ada di kapal ini.

"Saya cuma mau mengangkat kasur ini ke atas. Mau dijemur, soalnya berdebu," jelas Lyana.

"Firman!!!" panggil Al keras dari lorong kabin.

Seseorang berlari kecil keluar dari anjungan mendekatinya.

"Ya, Kap," sahutnya setelah sampai di depan Al.

Lyana masih berdiri di depan pintu kamarnya, menunduk tak berani menatap wajah Al.

"Tolong angkatkan kasur ini ke atas. Dua-duanya ya, Man," titah Al menunjuk kasur yang tadi di bawa Lyana dan yang masih di dalam.

"Baik, Kap." Firman pun langsung mengangkat kasur busa itu untuk dijemur di atas kabin.

Sedangkan Al menjenguk kamar yang baru Lyana bersihkan. Masih banyak kotoran yang terkumpul, belum sempat disapu.

"Sudah bilang Pak Joko, kalau belum ada AC-nya?" tanya Al melangkahkan kakinya masuk ke kamar.

Lyana masih berdiri di depan kamarnya, lantas menjawab, "Sudah, Kap."

"Sementara kamu pakai dulu kipas angin. Nanti aku mintakan sama anak mesin, biar sementara dipasang di sini," ujar Al keluar kamar.

Wajahnya yang selalu tenang dan datar, membuat siapapun akan mengiranya sombong dan angkuh. Memang pembawaannya selalu kalem, tapi jika sedang marah, dia bisa tegas dan galak.

"Lect," panggil Al menghentikan seorang pria yang usianya lebih tua darinya.

Dia adalah Husen, seorang electrical yang bertugas sebagai pengawas listrik di kapal. Segala sesuatu yang berhubungan dengan listrik, dia yang mengatasinya.

"Ya, Kap." Husen mendekat.

"Kamar dia belum ada AC-nya. Nanti tolong pasangkan kipas di sini. Sementara menunggu AC dari kantor," perintahnya tegas tak terbantahkan.

"Siap Kap!"

Semua orang yang ada di kapal ini, entah lebih tua dari Al atau lebih muda, mereka menyeganinya. Karena Al adalah penguasa dan yang bertanggung jawab penuh di kapal itu.

"Lanjutkan!" titahnya pada Lyana, lantas dia pergi begitu saja.

Lyana masih tak habis pikir, pria itu sulit ditebak. Bersikap acuh tak acuh, tapi peduli juga. Dia masih memerhatikan punggung Al sampai keluar dari kabin.

"Hei!" Tubuh Lyana terguncang, dia mengalihkan pandangannya ke samping. "Kru baru ya?" tanya Husen, ternyata sedari tadi memerhatikan Lyana.

"Eh iya Mas," jawabnya sambil mengulurkan tangan.

"Kalau di kapal, panggil sesuai jabatannya. Aku electrical di sini. Kamu bisa panggil aku Elect atau lebih singkatnya Lect," terang Husen menerima jabatan tangan Lyana.

"Oh, iya deh Lect." Lyana melepaskan tangannya dari genggaman Husen. "Eh iya, tapi kan sepertinya usia kamu lebih tua. Nggak apa-apa panggilnya begitu?" tanya Lyana sungkan.

Husen tertawa, Lyana menatapnya heran. Ada yang salahkan dengan pertanyaannya?

"Eh, denger ya? Kalau di kapal itu nggak memandang tua dan muda. Panggilan sesuai dengan jabatannya. Kecuali juru mudi dan kelasi, mereka boleh kamu sebut nama saja. Tapi kalau perwira, atau bosun, markonis dan mandor mesin, kamu harus sebutkan jabatannya. Itulah aturan di atas kapal," terang Husen yang baru Lyana pahami.

"Tapi, aku belum tahu jabatan apa di atas kapal, dan mereka siapa saja. Yang aku tahu cuma kapten," ujar Lyana polos semakin membuat Husen tergelak hingga terpingkal-pingkal.

"Kamu lulusan apa sih?" tanya Husen heran.

"Aku lulusan tataboga," jawab Lyana seraya masuk ke kamarnya.

Suara klakson keras menandakan kapal akan meninggalkan dermaga. Sudah waktunya kembali berlayar.

"Itu suara apa?" tanya Lyana memunguti kertas koran, bekas dia mengelap meja dan tempat tidur.

Husen ikut masuk ke kamarnya, namun pintu dibiarkan terbuka lebar. Dia mencari aliran listrik agar bisa memasang kipas anginnya.

"Itu namanya suling, kalau orang awam biasanya bilang klakson. Itu ada tandanya, sesuai kebutuhan kapal. Ada tandanya panjang, pendek dan ada hitungannya juga," jelas Husen sambil mengutak-atik sakelar yang ternyata juga mati.

"Nggak tahu deh kalau itu. Soalnya waktu aku ambil sertifikat nggak ada ajaran itu," ujar Lyana menyapu lantai, dan mengumpulkan kotorannya di pinggir pintu sebelum nanti diserok.

"Sudahlah, itu biar para perwira yang mengurus. Tugas kamu di sini memasak untuk kami semua. Sudah bertemu markonis?" tanya Husen menoleh Lyana yang sedang menggelar koran di lemari sebagai alas sebelum memasukkan pakaiannya.

Lyana menghentikan pekerjaannya dan menatap Husen.

"Siapa lagi markonis itu? Aku nggak tahu. Pak Joko tadi tidak mengenalkannya padaku."

"Owalaaaah! Nanti deh aku kenalkan sama dia," ujar Husen.

"Oke," sahut Lyana lantas menata pakaiannya ke dalam lemari.

Ini adalah kehidupan baru baginya. Lingkungan yang asing dan tak ada seorang pun yang dia kenal di sini. Apalagi, dia adalah kru wanita satu-satunya di atas kapal, pastilah berat baginya menjalani hari-harinya, bersaing bersama puluhan pria. Masih mending jika kapal berjalan, banyak orang yang menjadi penumpang. Bagaimana jika kapal off, entahlah, itu belum terbayangkan oleh Lyana.

##########

Coming soon dibukukan. Tunggu lirisnya ya???

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top