Masa Depan
Hari ini ialah hari di mana salju turun. Menurut kepercayaan, juru penyelamat akan turun ke dunia dan melindungi seluruh umat manusia dari bencana musim dingin. Sayangnya harus ada satu yang dikorbankan untuk dijadikan perantara juru penyelamat itu.
Menurut ramalan, manusia yang harus menjadi perantara tahun ini yaitu perempuan berusia 20 tahun yang lahir di bulan pertama saat bulan tidak terlihat. Beruntung sekali satu-satunya manusia yang terlahir di bulan pertama 20 tahun lalu adalah aku.
Sialan.
Mataku ditutup. Pakaian yang kukenakan tidak lebih dari selembar kain putih yang tidak menutupi kepala dan lenganku. Dengan bertelanjang kaki, aku dilempar begitu saja ke puncak gunung dalam keadaan terikat.
Aku tidak memprotes, toh hidupku selama ini juga tidak seru. Tidak ada juga orang yang menyayangiku ataupun kusayangi yang tinggal di desa.
Aku pun menutup mata. Kelopak mataku rasanya berat sekali.
Baru saja aku terlelap, tiba-tiba kesadaranku kembali. Walau terpejam, aku dapat merasakan sinar dari depan. Juga suara-suara orang yang ribut entah karena apa.
Aku menarik napas, lantas mataku terbuka. Apa ini? Kenapa rasanya melegakan sekali hanya karena perbuatan itu?
“Hei, kamu baik-baik saja?”
Aku menatap sekeliling. Di mana aku? Ini bukanlah gunung yang diselimuti oleh salju ataupun desa tempatku tinggal.
Apa aku bermimpi sebelum mati?
“Kamu ... hei, kalian sudah pasang alatnya belum? Kayaknya dia tidak mengerti kita deh.”
Mulutku terbuka. “Aku ... paham.”
Orang yang barusan teriak menatapku. Ia tersenyum. “Oh, hai. Maaf jika ini membingungkan, tapi aku ucapkan selamat datang di masa depan!”
***
Jadi, begini, akan kuceritakan secara singkat. Aku ini sudah mati—tapi orang-orang berbaju putih itu berkata bahwa aku hanyalah berhibernasi. Ini tahun 3000. Masa depan. Aku ditemukan di daerah bernama kutub dalam keadaan sudah beku.
Mereka entah bagaimana caranya tahu aku masih bisa diselamatkan. Jadi, di sinilah aku berada, laboratorium, yang kini ditemani oleh manusia yang seluruh tubuhnya berwarna perak. Dia juga tidak punya rambut. Kasihan sekali.
Aku memegang sesuatu yang tertancap di telingaku. Kata mereka benda ini dapat membantuku memahami perkataan mereka. Aku pernah melepasnya sekali untuk memastikan. Dan, yah, aku tidak paham sama sekali apa yang mereka ucapkan.
Oh, tahu tidak, di masa depan yang tidak pernah ada dalam imajinasiku ini, ada benda terbang di atas langit! Orang-orang juga bisa melayang tanpa menggunakan sayap. Lalu pintu itu, pintu berwarna biru yang tersebar di banyak tempat, bisa membuat orang-orang yang masuk ke dalamnya menghilang!
Seperti sihir yang kudengar dalam cerita.
Punggungku disentuh oleh sesuatu yang dingin. Aku menoleh, mendapati manusia perak berdiri di belakangku dengan senyuman aneh di wajahnya. Kaku sekali wajahnya itu. “Profesor Iz ingin bertemu denganmu.”
Aku membalas senyumannya. Lalu pergi menemui Iz. Tambahan, Iz itu orang yang kulihat pertama kali saat membuka mata.
“Lo, bagaimana kabarmu?”
Aku menatap Iz yang duduk di ... entahlah. Tidak ada wujudnya. “Baik,” kataku. “Tapi namaku Elona.”
Iz tersenyum. “Nama Elona itu tidak umum sekarang ini. Kebanyakan manusia hanya menggunakan dua huruf—paling banyak tiga huruf—sebagai nama mereka.”
“Kalau begitu panggil aku El saja.”
“Baiklah, jadi, bagaimana masa depan, El?”
Aku membalas senyumannya. “Seru sekali! Terima kasih sudah membuatku hidup lagi.”
_______
Cermin by Nec285_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top