36 - Tim A vs Tim E (part 2)
"Rasa percaya antar teman merupakan hal paling penting untuk meraih kemenangan."
<Re-Search>
=/•🗝️• \=
"Pihak pengarah siap? Mulai dalam 3,"
"2,"
"SEKARANG!"
Pemuda bernama Rendra itu menepuk bahu kawannya, memberi instruksi singkat. Begitu bola milik timnya bergerak di bawah kendali temannya, dia melangkah mendekati Violla dan Seira yang serius mengendalikan bola perlahan.
Sebenarnya, baik Violla maupun Seira, keduanya menyadari jika Rendra mendekati mereka. Tetapi, mereka memilih untuk mengabaikan dan lebih fokus pada nyawa Freya dan Halza yang dalam bahaya di dalam sana.
Seringai Rendra tercetak jelas. Tangan kanan yang sedari tadi bersembunyi di balik tubuh mulai bergerak. Ada sebuah pisau di genggaman yang teracung sempurna, siap menikam keduanya.
Yap, inilah hal 'gila' yang dimaksud Violla hari itu. Kesemua permainan mengijinkan pemainnya untuk saling melukai.
Melihat adanya senjata tajam, Violla langsung berdiri. Matanya menatap Rendra dengan sorot datar yang sangat mengintimidasi.
"Kak, titip adik gue. Gue serahin mereka ke lo," katanya sambil mencabut pisau.
Sambil menunggu mereka menyelesaikan aksi saling tatap, mari kita lihat persaingan keras yang terjadi di arena.
Persaingan di sini tidak kalah ngeri. Bola milik tim E berulang kali menabrak bola tim A dengan sengaja, menyebabkan Seira yang tidak pernah bermain game menjadi kewalahan.
"Aku kesulitan. Kalian tidak terluka bukan?" tanyanya khawatir.
"Kami aman, Kak. Kak Halza kan, kuat. Aku hanya perlu memeluknya sebagai peredam," balas Freya ngaco.
"Enak saja! Lo pikir gue apaan, heh?!" balas Halza galak.
Seira tertawa geli mendengar perkelahian kecil mereka. Kekhawatirannya perlahan hilang, tergantikan oleh semangat yang secara tidak langsung ia dapat dari dua bocah itu.
"Bersiap, kita akan balas dendam," katanya bersemangat.
Tepat setelah melewati palu raksasa, tim E dan tim A berjalan berdempetan sambil saling dorong. Seira sama sekali tidak mengalah. Melihat ada tikungan, otak gadis itu menemukan sebuah ide brilian.
Secara mendadak, bola tim A bergerak mundur, membuat bola tim E nyaris berjalan mulus keluar area, tercebur air es. Tanpa memberikan waktu jeda, Seira menggerakkan bola maju mendadak, bergerak menikung sambil sengaja menyenggol bola tim E, membuat bola itu nyaris jatuh untuk kedua kalinya.
Aksi singkat nan nekat Seira barusan, berhasil menciptakan jarak yang cukup besar. Melihat keadaan kedua temannya yang aman, Violla segera bertarung dengan sungguh-sungguh.
Gaya bertarungnya berubah, yang awalnya hanya menangkis serta menghindar, kini mulai balas menyerang.
"Lumayan juga, lo," kata Rendra remeh.
Pemuda itu memberikan serangan di area pinggang Violla yang terbuka, berhasil melukai gadis itu. Akan tetapi, tepat setelahnya, dia jatuh ambruk, tertidur pulas.
"Kak, biusnya oke juga," puji Violla pada Seira sambil tersenyum miring.
Dia berjalan mendekati kursinya sambil menutup lukanya, memperhatikan Seira yang serius bermain. Sayangnya, tim E tidak menyerah semudah itu.
Tepat di tantangan terakhir, tantangan lantai berputar dan kincir raksasa, bola kedua sama-sama tertahan di pusat putaran.
"Violla, bagaimana ini? Aku tidak bisa bergerak leluasa," adu Seira panik.
Violla hanya diam mengamati. Tak lama, tangannya bergerak membenturkan bola timnya ke bola tim lawan. Karena terkejut, tim E balas menabrak, membuat bola tim A terpental melewati kedua rintangan tersisa, berakhir di garis finish dengan selamat.
Area permainan langsung kembali seperti semula. Keempat sosok yang menjadi hamster keluar dengan kepala pusing, terlalu banyak berputar di dalam bola tadi.
Seira sendiri memapah Violla yang sudah berada di ambang kesadaran. Gadis itu benar-benar tidak menyadari jika lukanya cukup dalam saking khawatirnya pada Freya dan Halza.
Tim A kembali ke hotel membawa kemenangan telak. Di kamar para gadis, Freya dengan telaten mengobati luka Freya, sementara Nadira menjahit sekaligus mencuci pakaiannya yang sobek.
"Thanks, Frey. Lo sama Halza, gak kenapa-napa, kan?" tanya Violla yang masih berbaring terbungkus selimut itu.
"Gak ada luka serius, Kak. Cuma puyeng aja sedikit. Bolanya muter kenceng banget soalnya," jawab Halza yang sedang mengompres dahinya yang benjol akibat aksi dadakan Seira di tikungan tadi.
"Syukurlah. Gue gak bisa fokus duel tadi," aku Violla.
Nadira bergabung bersama dengan sebuah sweater di tangan untuk dipakai Violla sementara waktu.
"Itu tadi gimana ceritanya kok si Rendra ambruk dadakan?" tanya Misaki penasaran.
Mata Violla menerawang langit-langit. Hal serupa juga dilakukan oleh Freya, Halza, dan Seira. "Semalam itu—,"
=/•🗝️• \=
"Kita main Human Hamsterball," putus Thariq.
Tatapan protes dia dapat dari semua anggota.
"Lo yakin, Bra? Peluangnya nyaris nol lho," peringat Nadira.
"Bener. Lo mau kita kalah gitu aja?" imbuh Hasna.
Sayang, keputusan Thariq sudah final. Dia tidak menggubris semua protesan. Yang terjadi justru sebaliknya. Dia menunjuk siapa saja yang bermain seenaknya sendiri.
"Kak Seira, Violla, Halza, Freya. Kalian yang main. Yang jadi hamster, Halza sama Freya," jelasnya.
"Woy! Yang bener aja, lo! Me—,"
"Gue gak mau dibantah. Diskusi selesai, ayo balik kamar," katanya mengabaikan amarah Revan.
Pada akhirnya, semua kembali dengan emosi yang masih belum reda. Meski kesal dan marah pada Thariq, tidak ada yang benar-benar membantah ketua mereka dengan serius. Mereka semua menaruh kepercayaan secara penuh padanya.
"Vi, bentar," cegah Thariq saat Violla hendak masuk lift.
Sama seperti yang lain, Violla juga marah padanya. Amarah Violla disebabkan oleh sikap Thariq yang seenaknya menempatkan dua anggota termuda mereka di posisi yang sangat berbahaya.
Meski begitu, dia tetap berhenti, walau tidak menatapnya. Thariq tersenyum simpul.
"Gue ada permohonan ke lo."
Langsung saja tubuh Violla berbalik, memastikan jika memang benar Thariq yang memohon padanya barusan.
"Lo?"
"Ya. Gue tahu, keputusan gue tadi agak egois, ja—,"
"Sangat, bukan agak," pungkas Violla ketus.
"Ya, ya, ya. Lo bener. Tapi Vi, gue butuh bantuan lo buat keselamatan Freya sama Halza."
Gadis itu diam. Raut wajahnya menunjukkan ekspresi bertanya.
"Gue sengaja taruh Freya sama Halza di posisi hamster biar kontrol bolanya gampang, secara kan mereka berdua yang paling enteng."
Violla hanya mengangguk. Dia masih belum berbicara sama sekali.
"Tugas lo, buat salah satu pengendali dari tim E pingsan. Kalau lihat temennya pingsan, bisa dipastiin kalau pengendali bola yang satunya bakal panik, dan itu bakal mudahin Seira buat ngendalikan bolanya. Lo ... mau, kan?"
Violla mendengus kesal. Matanya menatap Thariq tajam.
"Gue tahu lo itu gila," katanya.
"Tapi gue gak nyangka lo senekat ini. Lo itu ibarat raja di permainan catur yang ngorbanin semua biduknya buat menang."
Ada jeda lagi. Sorot mata Violla semakin tajam.
"Tapi, gue sendiri biduk lo. Gak ada hak buat bantah. Meski kesel, gue bakal nurut," putusnya.
"Thanks, Vi."
"Kalau ada apa-apa sama Freya atau Halza, gue gak akan segan-segan buat lo lebih sekarat dari Kak Jordan hari itu," ancam Violla tegas.
"Oke."
1039 kata
23 Juli 2021
____________________________________________________________________________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top