32 - Pulau Kalas Amine

"Kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita bisa menerima keadaan diri, bukannya menyalahkan takdir atas apa yang terjadi."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

"Bapak yang akan mengemudi sampai pulau. Kalian, sebisa mungkin harus beristirahat. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti," kata Bagus dari ruang kemudi.

Empat belas sosok yang tadi berserakan di haluan, geladak, dan buritan kapal langsung bubar, terbagi dua kelompok untuk masuk masing-masing ruang tersedia.

Meski perintah Bagus adalah pergi beristirahat, mereka tidak cukup menurut untuk benar-benar melakukannya.

Mereka hanya masuk untuk mengambil ponsel, lalu kembali keluar-berkumpul di haluan kapal. Bagus menggeleng tidak percaya melihat tingkah laku siswa-siswi didikannya.

"Suka-suka kalian sajalah," gumam pria itu dengan senyum maklum.

Selagi Bagus mengemudi, mari kita bergabung dengan empat belas remaja yang sedang bergurau di haluan kapal.

"Heh?! Serius, Bu?!" pekik Freya.

Wajahnya menampilkan raut tidak percaya yang berlebihan. Dari kalimatnya barusan, kita bisa tahu jika anak ini sangatlah kaget bukan kepalang.

"Untuk apa Ibu berbohong?" jawab Indri santai.

Semua mata menatap Alvand dan Indri bergantian. Raut tidak percaya tercetak jelas di wajah mereka. Risih, Alvand yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara juga.

"Iya. Bu Indri kakel gue pas SD, tepat setahun di atas gue," katanya malas sambil melirik gurunya sinis.

"Setahun? Bukannya selisih usia kalian dua tahun?" tanya Halza.

"Gue tahun ini otw 20 kalau kalian lupa. Kurang sebulan doang."

Kernyitan di dahi yang lain belum hilang, menandakan jika jawaban Alvand kurang memuaskan. Melihat pemuda itu terpojok, Indri angkat bicara.

"Ibu baru menginjak umur 21 tiga bulan lalu."

Semua mengangguk paham. Pantas saja mereka pernah berada di satu sekolah yang sama. Usia mereka hanya terpaut 16 bulan rupanya.

"Mm, Bu. Apa saya boleh bertanya sesuatu?" tanya Nadira ragu.

Alis Indri terangkat sebelah. Wajah wanita itu menunjukkan raut bertanya yang ditujukan untuk Nadira.

"Mohon maaf sebelumnya. Jika memang Ibu hanya berbeda setahun dari Bang Alvand, bagaimana caranya Ibu bisa bertahan sebagai Golden Chaseiro selama itu?"

Nadira menunduk dengan mata terpejam. Dia tahu persis jika pertanyaannya ini terbilang lancang. Akan tetapi, rasa penasarannya membuat bibir tipis ini berucap tanpa pikir panjang.

"Gimana gak selama itu bertahannya, orang Bu Indri habis kelas 4 langsung kelas 10," ketus Alvand.

Mulut dua belas kawannya terbuka lebar. Saking lebarnya, mungkin bola kasti saja bisa masuk. Alvand dan Indri tertawa lepas, membuat mereka menutup mulut dengan canggung.

Candaan mereka terus berlanjut, menemani perjalanan panjang ke Pulau Kalas Amine. Kecanggungan antara siswa dan guru itu juga perlahan hilang. Semua mulai memanggil Indri dengan sebutan 'Kak' atas permintaannya sendiri.

Perjalanan panjang selama 3 jam tidak terasa bagi mereka. Gurauan yang terus terlontar seakan mempercepat waktu yang mereka punya.

"Anak-anak, bersihkan barang kalian, pulaunya sudah terlihat di depan."

Pulau Kalas Amine.

Pulau buatan terbesar yang pernah ada di Indonesia. Dengan luas sekitar 5 kilometer persegi, pulau ini nyaris setara dengan pulau buatan asal Uni Emirat Arab, Palm Island.

Di sini, terdapat sebuah hotel mewah yang berlokasi di jantung pulau. Di setiap penjurunya, berdiri berbagai wahana yang selalu di bongkar pasang untuk keperluan ujian pemeringkatan.

Total, ada 15 wahana yang disediakan setiap tahunnya bagi para siswa-siswi SMA Chase. Dari 15 wahana tersebut, setiap siswa hanya wajib menyelesaikan 10 wahana untuk bisa bertahan di sekolah.

Di sudut utara pulau, ada bangunan dengan nama 'Main Build'. Main Build ini merupakan bangunan resepsionis sekaligus rumah sakit yang menyediakan segala keperluan siswa.

Di antara masing-masing bangunan dan wahana, terbentang hutan tropis yang luar biasa luas. Hutan-hutan buatan itu tumbuh sangat lebat, memungkinkan siapapun tersesat di sana.

Sebenarnya tidak akan begitu masalah jika kalian tersesat di dalam, toh ada tim khusus yang dikerahkan untuk mencari siswa-siswi yang tersesat itu. Sayangnya, siapapun yang tersesat lebih dari 12 jam akan dianggap menyerah dan akan berakhir dibuang dari sekolah.

Belum lagi, keberadaan hewan-hewan liar khas hutan tropis yang hidup bebas di sana. Keberadaan mereka tentu saja bisa membahayakan nyawa kita dalam waktu singkat.

Antarbangunan dihubungkan dengan sebuah jalan aspal tunggal tanpa bahu jalan. Akan tetapi, jalanan aspal itu seperti sengaja ditaburi pasir sehingga sangat sulit untuk ditemukan.

Itulah sebabnya, setiap tim mendapatkan peta digital. Peta itu berupa sebuah tablet yang isinya hanya data terkait pulau. Terdapat kompas dan navigator digital yang juga tersedia. Setiap peta dilengkapi GPS guna melacak jika memang ada siswa yang tersesat.

Oke, cukup pembahasan mengenai neraka dunia ini. Mari kita kembali pada tim A yang sudah berhasil menepi dengan selamat. Kapal mereka berlabuh di pelabuhan yang terletak di pantai dekat Main Build, memudahkan mereka melakukan check in hotel.

Begitu turun dari kapal, Indri, selaku mantan siswa SMA Chase, membimbing mereka ke Main Build. Setelah melakukan registrasi data dan check in, masing-masing mereka diberi kartu akses untuk masuk dalam hotel. Menggunakan mobil yang tersedia, rombongan tim A melaju ke hotel tanpa kesulitan, lagi-lagi karena Indri tentunya.

Wanita itu seakan telah menghafal pulau ini luar kepala, bahkan dia tahu di mana saja terdapat perangkap binatang yang bisa membahayakan timnya. Wajar, Indri sudah lima kali mengikuti tes ini sebagai siswa dan sekali sebagai guru. Ini adalah kali kedua dirinya berpartisipasi sebagai guru, sehingga ini bisa dibilang merupakan kali ketujuh Indri menjelajah Pulau Kalas Amine.

"Kamar untuk putra ada di sisi kanan, kamar untuk putri di sisi kiri. Pak Bagus, kamar putra ada di lantai satu. Oleh karena itu, sebisa mungkin tolong menjauh dari jendela. Meski tempat ini dipagari beton tinggi dengan puncak berkawat duri, masih sering ada gajah atau kijang yang berhasil lolos masuk. Nyawa anak-anak akan dalam bahaya nanti."

Decakan kagum terdengar lagi. Meski sedari tadi memang Indri yang mengarahkan mereka, tetap saja kekaguman itu tidak berkurang.

"Kakak hafal sekali dengan tempat ini," ledek Alvand.

Sampai detik ini, pemuda jangkung penggila musik klasik itu masih saja dendam dengan Indri. Kejadian pengakuan Indri di kapal tadi membuatnya kesal bukan kepalang. Terlebih teman-temannya jadi meledek pemuda itu dengan ledekan, 'Om-om telat sekolah'.

Alvand tidak bisa memaafkan ini!

"Ini ketujuh kalinya aku kemari. Justru aneh jika aku tidak menghafal tempat ini," jelas Indri santai.

Alvand mendengus kesal. Tangan pemuda itu terkepal kuat. Mulutnya terbuka, hendak membalas, "Da—,"

"Alvand, Indri! Berhenti berdebat seperti anak kecil!"

Bentakan Bagus memutus kalian yang nyaris meluncur keluar, semakin menambah kekesalan Alvand. Pemuda itu hendak mendebat sang guru, tapi lebih dulu disela oleh Freya, Halza, dan Violla yang merengek ingin beristirahat.

"Tapi Pak, Kak—,"

"Aku lelah."

"Bang, ributnya pending dulu, bisa gak? Gue ngantuk soalnya."

"Berisik, ayo masuk. Gue ngantuk."

"Ck. Iya, iya!"

1062 kata
19 Juli 2021

____________________________________________________________________________

Aye aye aye, Hika kembali lagi!

Maaf, update malam-malam begini. Bukan niat hati membuat kalian begadang di malam takbiran, tapi apalah daya wattpad mengajak gelut saat dioperasikan.

Semoga kalian suka ya!

Selamat malam dan selamat hari raya Ied Adha!

Adios!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top