26 - Tim A, Chaseiro pilihan

"Kata hebat tidak terikat pada orang-orang yang berbakat, melainkan pada orang-orang dengan usaha dan tekat kuat."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

"Choose your team, guys."

Mendengar perintah tersebut, tanpa basa-basi Thariq langsung bersuara, mengajukan pilihan gilanya. "X-Class, semua."

Aula seketika ribut. Bagaimana mungkin siswa lain mampu mengalahkan tim A yang nyaris semua anggotanya adalah siswa-siswi terbaik di sekolah?

Banyak gerutuan terdengar seperti dengungan lebah. Meski begitu, tidak ada yang berani membantah maupun memprotes hal ini secara langsung. Setelah semua temannya naik dan keributan mereda, barulah Thariq kembali bersuara.

"Vi, lo yang pilih lima sisanya. Kita ikut apapun keputusan lo."

Mata Violla mulai memindai aula, melihat seluruh siswa. Ditatap oleh siswi terbaik sekolah tentulah membuat mereka waspada. Semua berdoa, berharap menjadi anggota tim super kuat ini. Lama mengitari aula, pandangan Violla terkunci pada dua orang gadis di barisan terbelakang A-Class III yang menunduk pasrah.

"Kalian berdua, A-Class III, barisan paling belakang," katanya lantang.

Yang dimaksud sempat terkaget-kaget, begitu pula dengan siswa lainnya. Meski begitu, sekali lagi, tidak ada yang membantah permintaan Violla. Kedua gadis itu maju dengan kepala menunduk, bergabung dengan para monster—X-Class.

"Siswa terakhir,"

Ada jeda di ucapan gadis ini, membuat suasana kembali tegang.

"S-Class II, Fahmi Zubair Amin."

Faza maju dengan wajah bingungnya. Sungguh, pilihan Violla sangat aneh. Di saat banyak anak jenius lain dari kelas yang lebih baik, mengapa dia lebih memilih Faza—kapten basket dengan kemampuan akademik rendah? Ini lagi, mengapa pula dia memilih dua siswi dengan peringkat terendah di sekolah?!

Benar-benar tidak tertebak!

"Seorang atlet dengan otak nol, penembak jitu dengan akal pendek, dan ahli kimia yang selalu membuat kesalahan. Apa kau yakin, Luna?"

Pertanyaan bernada menghina dilontarkan oleh Infinity, memicu kembali kericuhan aula. Bersama dengan keributan tersebut, muncullah perasaan bersalah di hati ketiga siswa pilihan ini.

"Infinity bener, Vi. Lo gak salah milih ki—"

"Kami tidak butuh jenius tanpa akal seperti mereka, yang kami butuhkan adalah petarung yang tidak pernah meninggalkan medan pertarungan persis seperti semua yang ada di tim ini," bungkam Violla.

"Ka—"

"Aku yakin, waktu kami tidak banyak. Jadi, bisakah kalian simpan dulu semua protes itu?" imbuh Freya.

Gadis mungil itu refleks saja berujar karena sudah kelewat kesal. Dari tadi dia mati-matian menahan emosi akibat sikap semena-mena keduanya. Sayangnya, kali ini, kesabaran Freya habis. Tanpa disadari, bocah itu mengucapkan sebuah kalimat yang mengunci mulut lawan bicaranya.

"Baiklah."

"Bu Indriani Syafitri, Pak Bagus Handoyo, apa Bapak dan Ibu bersedia?"

Senyum miring terukir di wajah dua guru terbaik SMA Chase. Dengan langkah mantap, keduanya naik, bergabung dengan anak didik mereka.

"Kalian benar-benar tidak pernah membiarkan Bapak tenang barang semenit. Pastikan kalian tidak membuat masalah lagi kali ini."

"Siap, Pak!"

"Beres!"

"Bapak kan wali kelas, ya harus mau dirusuh anak didiknya lah."

Bagus menggeleng tidak habis pikir. Sungguh, anak didiknya ini benar-benar menguji kesabarannya.

"Meski Ibu menolak sekalipun, kau tentu tidak akan mengubah pilihanmu. Bukan begitu, Cantika?"

"Tentu saja, Bu. Pilihan Anda hanyalah kata ya," kata Violla riang.

"Baiklah, baiklah. Ibu terima permintaan kalian."

Suara tepukan terdengar. Pelakunya adalah Master Fantasy yang sedang mencari perhatian.

"Baik. Alpha dan Luna sudah menentukan pilihannya. Untuk siswa yang lain, komputer sekolah yang akan mengacak anggota kalian. Sekian, sampai jumpa 72 jam lagi!"

=/•🗝️• \=

X-tra lucknut people club

Thariq
Oy! Info baru. Semua siswa gak boleh bawa baju ganti.

"Kita semua ada di tempat yang sama, Riq! Ngapain lewat GC kelas?!" sentak Jun kesal karena kata 'game over' muncul di layar ponselnya.

"Tahu, tuh! Pinter, tapi kok be*o," imbuh Alvand.

"Ibrahim males ngomong pasti. Kebiasaan!"

"Anu, gue ... boleh tanya?"

Suara Misaki menghentikan perdebatan yang nyaris meledak itu. Misaki merupakan siswi A-Class III peringkat terakhir saat ini. Dia memang kurang pintar di bidang akademik, tapi jika sudah di lapangan, tidak ada satu mangsa pun yang bisa lepas dari bidikannya.

"Apaan, Kak?"

"Gini Luna, kita mau leha-leha di sini sampai kapan? Waktu kita siap-siap gak banyak, kan?"

"Ck. Bisa gak sih panggilnya langsung nama aja?! Gue bukan serigala!"

Kekehan terdengar dari bibir seluruh anggota X-Class, membuat Violla makin jengkel dan tiga siswa sisanya tersenyum canggung.

"Tenang aja, Kak. Urusan packing dan kawan-kawan udah diberesin cecunguknya Aze sama Jun, kok. Tasnya ada di ruang barangnya Halza di lantai bawah. Tugas kita sekarang mah, ngakrabin diri doang," jelas Thariq diakhiri sebuah rubik acak yang melayang.

"Sok-sokan lo, Bra! Oh ya, Kak. Kalau boleh tahu, bakat kalian bertiga apa ya?"

"Kayak kata Infinity tadi pagi, gue sniper abal-abal, Seira ahli kimia, tuh bocah kapten semua klub olahraga. Kalian sendiri? Jujur, bakat kalian yang kesebar di seluruh sekolah ini simpan siur, banyak banget," jelas Misaki.

"Gimana bilangnya, ya? Yang bakatnya jelas cuma Bang Alvand, Hasna, Halza, Ibrahim, sama Aze doang. Sisanya kabur," jawab Nadira canggung.

"Emang yang jelas-jelas ini apa aja bakatnya?"

"Musisi."

"Hasna itu seniman geometri, OCD."

"Robotika, Kak."

"Gue multilingual."

"IT sama balap."

Decakan kagum keluar begitu saja Dari mulut Faza. Meski dirinya terbilang dekat dengan X-Class, dia tidak tahu bakat mereka. Terlebih, mendengar langsung pengakuan dari mereka, semakin menambah kekagumannya pada kelas terbaik ini.

"Yha, Kak! Kak Halza ... jangan curang, ih!"

"Gue gak curang, woy!"

"Kakak curang!"

"Gak!"

"Nad! Bantuin masak, tolong! Pemasak otomatisnya Halza eror lagi."

Perdebatan Freya dan Halza dari ruang sebelah memecah keheningan sementara yang tercipta. Disusul suara Hasna dari dapur lantai bawah yang entah bagaimana terdengar dari kamar si pemilik rumah. Mendengar keributan, Revan yang sedang tidur di meja belajar Halza terbangun.

"Ada apaan, sih?! Ribut elah! Gue ngantuk."

"Kak, udah bangun? Temani main basket," pinta Violla tanpa dosa.

"Ck! Gu—"

"Thariq, Jun, kalian bantu Hasna masak gih. Aze, lo lerai si Freya sama Halza. Bisa panjang itu urusannya kalau dibiarkan. Van, lo temeni Violla. Sisanya bantu gue bersih-bersih, kasihan Halza beresin ini rumah sendiri," kata Alvand mutlak, tidak memberikan celah bagi siapapun untuk membantah.

"Sorry, Seira alergi debu, bisa tukar gak? Dia bisa masak, kok," kata Misaki menyela.

"Okelah. Berarti Jun yang bersih-bersih. Gak apa kan, Jun?"

"Oke. Riq, kalau bisa paksa si Hasna makan buah, ya! Tuh anak dah habis 5 kaleng kopi hari ini."

"Gi*a. Beres dah, gue atur."

"Udah? Gak ada lagi yang tuker?"

Alvand sengaja menjeda ucapannya, menunggu respon yang lain. Kata 'tidak' serempak diucapkan oleh kawan-kawannya, sehingga Alvand melanjutkan kembali kalimatnya.

"Kalau gak, dikelarin sekarang."

1050 kata
13 Juli 2021

____________________________________________________________________________

¡Hola amigos!

Kejutan, Hika update lagi hari ini, hehehe ....

Anggap saja ini sebagai permintaan maaf Hika karena sudah hilang cukup lama.

Sekian,

Wir sehen uns!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top