16 - Debat Berakhir Gulat

"Air tenang jangan disangka tiada berbuaya, peribahasa itu memanglah benar adanya. Janganlah sampai para pendiam itu bertindak, karena akan sangat fatal akibatnya."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

Hai lagi!

Sekolah sudah mulai masuk lagi, bukan? Jadi, kisah ini kembali berjalan di SMA Chase.

So, check it out!

Seorang gadis terlihat bersiap di dalam kamarnya yang ada di lantai dua sebuah masion mewah. Jemarinya dengan lihai merapikan pakaian, disusul dengan menyisir rambut sebahunya.

Dirasa siap, gadis itu melangkah keluar dengan tas di bahu, bersiap sarapan agar tidak terlambat di hari pertamanya setelah liburan. Sayang, langkah gadis manis itu harus terhenti di tengah jalan karena mendengar suara yang tidak mengenakkan.

"Apa lagi sekarang?!"

"Harusnya aku yang bertanya!! Apa ini kelakuanmu saat kutinggal?!"

"Seharusnya aku yang bilang begitu! Ke mana saja kau selama ini?! Tidak ingat rumah?!"

Tangan mungil gadis itu refleks menutup telinganya. Tubuh yang bergetar hebat membuatnya merosot di tempat. Untunglah, sang kepala pelayan yang kebetulan lewat, menyadari keberadaannya.

"Nona Vio baik-baik saja? Maaf Nona, saya lupa menyampaikan jika Tuan dan Nyonya pulang kemarin tengah malam," katanya sambil menarik gadis malang itu dalam pelukannya.

"Vio tidak apa. Vio harus pergi sekarang, nanti terlambat sekolah." Tangan Violla mencuim sang kepala pelayan dengan gerakan cepat lalu pergi ke sekolah diantar sopir pribadinya.

=/•🗝️• \=

(Maaf sebagian part dihapus untuk keperluan penerbitan)

"Kak Nadira tolong diam."

Jawaban ketus itu menyiutkan nyali Nadira. Dia tidak jadi menenangkan Violla, justru beringsut mundur—bersembunyi di balik punggung Hasna.

"Itu bukan al—"

"Terserah kalian. Gue gak berubah pikiran."

Waw! Bahkan Alvand, sosok yang sangat dihormati Violla, dibuat diam tidak berkutik oleh bakat penuh Violla. Sungguh mengerikan!

Perdebatan panas di pagi hari pagi itu berakhir dengan kemenangan Violla. Ya ... kita semua sudah menebaknya, bukan?

Seorang ahli debat dan seorang pembaca keadaan. Dua gelar itu sudah lebih dari cukup untuk membuat para Chaseiro-X bungkam serta tunduk. Mau tidak mau, mereka harus mengiyakan ucapan Violla.

Jadi ... di sinilah mereka. Di kantin utama yang berisi siswa-siswi semua kelompok. Kantin yang sama yang mereka datangi saat pertama kalinya Freya bergabung.

"Wow, lihat guys! Ada jenius ke kantin rakyat jelata."

Astaga ... baru saja datang, 'sambutan' meriah sudah mereka dapatkan dari siswa-siswi Z-Class ketiga jenjang. Chaseiro-X mengabaikan itu, kecuali Violla.

Langkah gadis itu terhenti. Auranya sangat menyeramkan, membuat suasana mendadak suram. Dengan wajah datar serta sorot tajam, gadis itu seakan menguliti lawan bicaranya.

"Maaf?"

"Wih ... diladeni dong, guys," pekik salah satunya, merendahkan.

"Bisa hentikan itu? Itu menyebalkan," katanya lempeng.

"Aduh aduh, ditegur X-Class. Takutnya .... Hahaha ...."

Tawa mereka mengudara, sarat akan ledekan. Tangan Violla terkepal kuat. Sungguh, mood-nya saat ini sedang jelek dan siswa-siswi itu mencari gara-gara. Dasar gi*a!

"Aku tidak menyangka, SMA se-elite SMA Chase memiliki sampah tanpa akhlak di dalamnya."

Ini dia. Bendera perang dari seorang Cantika Putri Violla. Seorang siswi ber-name tag Harissa Amanda maju, menatap Violla dengan tatapan menantang.

"Rumah lo gak ada cermin? Kok bisa-bisanya, sampah bilang sampah."

"Aku sedang membicarakan seseorang, bukan kau. Jika kau merasa, itu artinya kau memanglah sampah."

"Baguslah, gue emang bukan sampah. Oh iya, sampahnya kan, lo."

Sialan memang si Amanda itu. Oh ayolah, untung saja penulis melarang kita ikut campur dalam cerita, kalau tidak, sudah dipastikan Amanda akan dikeroyok masa.

"Benarkah? Bukankah tidak mungkin seorang sampah sepertiku bisa menjadi Golden Chaseiro di sini?"

"Alah ... gak usah bangga sama ranking hasil relasi. Lo jadi siswi terbaik karena orang tua lo penyumbang dana terbesar di sini."

Sudut bibir Violla terangkat. Ah, ini gawat. Ekspresi itu ... ekspresi yang dikeluarkan Violla saat sedang serius. Ekspresi mirip pembunuh licik yang penuh tipu daya.

"Relasi? Apakah mendapatkan undangan resmi dari kepala sekolah bisa disebut relasi?"

Violla merogoh saku almamaternya, melemparkan sebuah kertas A5 yang terbungkus amplop keemasan tepat ke arah wajah Amanda.

"Kau bisa baca itu. Pihak sekolah bahkan tidak mengetahui namaku dan keluargaku," kata Violla.

Amanda membuka surat itu terburu. Terlihat, surat tanpa nama penerima itu merekrut seseorang, Violla, untuk masuk X-Class.

"Cih. Surat gak ada nama penerima aja bangga. Ini surat buat lo, apa surat orang yang lo curi?"

"Tidak mengikuti tes masuk, tidak mendapatkan undangan sekolah, menyalahgunakan bakat, dan sok berkuasa. Apakah orang yang telah melakukan semua itu berhak mengatai diriku yang masuk secara sah?"

Wajah Amanda merah padam, antara malu dan kesal. Apa yang dikatakan Violla tidak bisa dia kembalikan, terlebih informasi pribadi Chaseiro-X itu sangat rahasia dan sulit didapat. Tidak terima, pacar Amanda, Jordan, melayangkan sebuah pukulan.

Bugh!

"Gini kelakuan lo ke cewek?"

Kita semua pasti tahu ucapan siapa itu. Yup, itu ucapan Revan yang berhasil menahan pukulan yang melayang barusan tepat waktu.

"Lo o—"

"Kakak mengganggu."

Tubuh Revan menegang sempurna mendengar suara Violla barusan. Oke, amarah gadis ini sudah mencapai puncaknya. Dia bahkan sampai marah saat ditolong oleh Revan.

Revan berdecih pelan lalu membuang kepalan di tangannya. Setelahnya, dia menepuk bahu Violla sekilas dan mundur di belakang gadis itu, berjaga-jaga apabila Violla dalam bahaya.

"Kau ingin bermain fisik, ya? Oke, aku terima. Silakan."

Kalimat barusan membuat Jordan makin murka. Dia kembali melayangkan tinjuan—dengan tenaga yang jauh lebih besar—yang menargetkan gadis itu.

Bugh!

"Cih, pukulan lemah ini ingin menghabisiku? Mimpi."

Ini mengerikan!

Bagaimana bisa gadis pendiam itu menangkap tinjuan dari seorang pembunuh hebat dengan begitu mudahnya?!

"Oh ya, sekedar informasi untuk kalian semua. Aku diundang ke SMA Chase bukan karena bakat debat. Aku baru belajar debat sebulan setelah menerima undangan itu. Aku diundang masuk kemari berkat bakat bela diri. Jadi, jangan salahkan aku jika ada yang terluka."

Tanpa aba-aba, tangan Violla yang satunya mencengkeram kuat pergelangan tangan Jordan. Setelahnya, entah apa yang terjadi—gerakannya terlalu cepat untuk dipahami. Yang jelas, Jordan sudah terbanting sempurna di lantai.

"Jadi ... siapa berikutnya?"

1407 kata
22 Juni 2021

____________________________________________________________________________

Halo semua ....

Hika balik lagi, yaey!

//Pembaca: Lah, nongol lagi. Katanya sibuk?//

Jadi gini. Sebenarnya Hika repot, tapi tangan Hika gatel mau nulis dan berakhir publish.

Asal-usulnya anak-anak X-Class mulai terkuak satu persatu nih. Kemarin Thariq yang ternyata masuk berkat hafalan Al-Qur'an nya, sekarang Violla yang ternyata ahli bela diri.

Besok-besok siapa lagi ya?

Kita lihat saja di chapter berikutnya.

Bye ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top