13 - Keinginan Tulus dari Hati

"Kebahagiaan sejati hanya akan terwujud melalui keikhlasan hati menerima keadaan."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

Kring .... Kring ....

Astaga, alarm Violla berisik sekali, padahal ini masih jam setengah empat pagi. Apa Violla tidak tergang—

Tunggu. Di mana anak itu?!

Ceklek.

Ah, ternyata dia sudah bangun rupanya. Sungguh rajin. Dia bahkan sudah rapi—selesai mandi. Langkah kakinya menuju lemari pakaian, mengambil beberapa potong baju untuk dikenakan sebelum kemudian menyisir rambut di hadapan cermin lemari super besar.

Dengan kaos oversize putih berlengan panjang, rok ungu sepanjang lutut, legging ungu tua, serta bando ungu yang menghiasi kepala, gadis itu turun—keluar kamar.

"Pagi, Bibi!"

"Selamat pagi, Nona Vio. Sepertinya Anda sedang bahagia, ya?"

"Tiap hari Vio bahagia, kok. Oh ya, Bibi sudah memasak?"

"Belum, Nona. Anda ingin sarapan apa hari ini?"

"Terserah Bibi saja. Semua yang Bibi masak enak," jawab gadis itu.

"Baik Nona. Oh ya Nona, ada seseorang yang menunggu Nona di ruang tamu."

"Siapa Bi?"

"Sebaiknya Nona menemui beliau langsung untuk lebih jelasnya. Saya permisi, mau memasak sarapan terlebih dahulu."

Raut wajah Violla terlihat bingung, meski begitu dia tetap menemui si tamu setelah berterima kasih.

"Maaf, Anda mencari sia—"

Violla mematung begitu raga si tamu tertangkap indra penglihatannya. Matanya mengerjap beberapa kali, meyakinkan diri bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. Setelah yakin, barulah ia memanggil sosok itu.

"Oma?"

"Eh, putri kecil Oma sudah bangun ternyata. Apa kabar, Sayang?" balas sosok itu—nenek Violla.

Sapaan hangat itu tidak mendapat balasan dari lawan bicaranya. Melihat cucunya yang cengo, sang nenek berinisiatif membuka obrolan.

"Kok diam? Tidak mau peluk Oma?"

"Oma! Vio kangen ...."

Bugh!

Saking bahagianya, Violla berlari menumbuk sang nenek, membuat mereka terjatuh di sofa tempat duduk neneknya tadi. Keduanya saling tatap sejenak, lalu tertawa lepas bersama.

"Maaf mengganggu Nona, Nyonya Besar, tapi sarapan sudah siap."

Tawa mereka terhenti oleh suara Sri—kepala pelayan—yang baru saja datang.

"Terima kasih Bibi. Bibi ikut sarapan dengan Vio dan Oma ya?"

"T–tapi Nona—"

"Tidak apa Bi," kata nenek Violla lembut.

"Baik, Nyonya Besar."

Ketiga orang itu berjalan bersama menuju ruang makan. Di atas meja makan mewah itu, tersaji berbagai menu lezat yang menggugah selera.

"Wah! Ada nasi goreng. Sepertinya enak. Terima kasih, Bibi."

"Sama-sama Nona. Ini sudah menjadi tugas saya, syukurlah jika Nona menyukainya."

Violla sangat senang. Sejak tadi senyumnya tidak berhenti terkembang. Sungguh, hari ini seakan menjadi hari paling bahagia baginya. Sesudah sarapan, sepasang nenek dan cucu itu duduk di kursi taman belakang dekat kolam renang sambil berbincang ringan.

"Gimana sekolahnya, Sayang? Sejak pindah ke Indonesia, kau belum pernah bercerita apapun pada Oma tentang sekolahmu."

"Seru Oma! Oma tahu? Vio diundang masuk SMA Chase tahun lalu. Vio juga berhasil masuk X-Class, kelas yang Oma ceritakan itu."

Sang nenek tersenyum. Tidak sia-sia dirinya menceritakan kisah SMA-nya di SMA Chase pada sang cucu. Cucunya yang lugu dan polos ini langsung tertarik, bahkan berhasil masuk X-Class seperti dirinya.

"Oh, ya? Putri kecil Oma ini jadi siswa termuda dong?"

Violla terkikik pelan. "Tidak, Oma. Vio termuda ketiga di sekolah. Yang paling kecil itu Freya, umurnya 11 tahun. Setelahnya ada Halza, 13 tahun. Setelah itu barulah Vio."

"Wah, ternyata ada siswi yang lebih muda dari cucu Oma. Oh iya, Sayang. Siapa Golden Chaseiro saat ini?"

"Untuk yang laki-laki, Kak Thariq. Untuk yang perempuan ... Vio!"

"Wah, ternyata cucu Oma Golden Chaseiro rupanya."

"Ya iya, dong. Vio, gitu loh ...."

Pembicaraan itu berlanjut. Tampak keduanya melepas rindu dan saling bercengkrama. Sesekali mereka bercanda dan saling menjahili.

"Oh ya, Oma. Oma menginap bukan? Oma pulangnya masih lama kan?" tanya Violla berturut-turut.

Sang nenek tertawa kecil mendengarnya. Sebuah ide jahil terlintas di benak sang nenek.

"Menginap tidak ya? Tidak deh."

"Yha ... Oma ...! Ayolah ...."

Tawa mengudara di tempat itu. "Iya, iya. Oma bercanda. Oma menginap, tapi hanya 3 hari. Maaf ya, perusahaan Oma tidak bisa ditinggal terlalu lama," jelasnya.

"Yeay! Terima kasih Oma!"

Pelukan hangat diberikan Violla pada neneknya. Dia sangat bahagia. Kebahagiaannya berlipat ganda saat tahu sang nenek akan menginap walau hanya sejenak.

Keluarga Violla merupakan pebisnis ulung. Sang nenek menjalankan pabrik mobil di Jerman yang namanya sudah dikenal dunia. Kedua orang tuanya masing-masing menjalankan usaha di bidang rumah makan dan perhotelan.

Sebagai satu-satunya pewaris, seharusnya Violla senang karena hidupnya terjamin. Sayang, dibalik kemewahan dan kesuksesannya, keluarga ini tidaklah harmonis. Kedua orang tua Violla kerap bertengkar tanpa sebab, membuat gadis malang itu sering ketakutan saat ditinggal seorang diri di rumah.

Sang nenek mengetahuinya, tapi tidak bisa berbuat banyak. Ketiga anaknya—termasuk ayah dari Violla—tidak ada yang mau meneruskan perusahaan yang dia kelola, membuatnya tidak memiliki terlalu banyak waktu untuk cucunya satu-satunya.

"Oh iya, hari ini putri kecil Oma tidak ada kegiatan bukan? Ayo kita pergi jalan-jalan berdua."

"Benarkah?! Asik .... Sebentar ya Oma, Vio ganti baju dulu. Oma jangan tinggal Vio."

=/•🗝️• \=

"Yakin tidak mau beli, Sayang?" tanya nenek Violla sekali lagi.

"Ayolah Oma. Oma ini akan menjadi yang keempat kalinya Vio membeli iPad jika Vio mengiyakan. Semua iPad Vio masih berfungsi, sayang uangnya," jawab Vio jengah.

"Kenapa dari tadi putri kecil Oma menolak semua yang Oma tawarkan? Oma kan, hanya ingin membelikan sesuatu untuk cucu kesayangan Oma ini," balas neneknya kekeh.

Violla berdecak kesal. Meski begitu, dalam lubuk hatinya yang terdalam, dia merasa senang. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Violla bisa bepergian dengan keluarganya. Terakhir kali, Violla diantar neneknya ke sekolah dasar 4 tahun lalu. Setelahnya, dia tidak pernah bepergian dengan satupun anggota keluarganya karena mereka sibuk.

Sebagai anak dari pasangan pebisnis sukses, Violla sangatlah kurang mendapat perhatian. Dirinya masih ingat betul, saat usianya baru menginjak tujuh tahun, gadis itu pernah menangis meraung-raung karena ingin diantar salah satu orang tuanya di hari pertamanya masuk sekolah dasar. Sayang, permintaan pertama dan terakhirnya hari itu memicu pertengkaran tanpa akhir di antara kedua orang tuanya, membuat gadis malang ini menyesal seumur hidup.

"Gini aja deh Oma. Oma tahu alat komunikasi baru yang dikeluarkan perusahaannya Aunty?"

"Oma tahu. Memangnya kenapa? Kau ingin itu?"

"Iya Oma, tapi bukan hanya untuk Vio. Vio ingin membeli 13 biji untuk semua teman Vio, boleh?"

"Kapan Oma pernah melarang cucu Oma? Ayo kita ke tokonya."

"Yeay! Terima kasih Oma. Sayang ... Oma."

"Sayang Vio juga."

1012 kata
15 Juni 2021

____________________________________________________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top