04 - Class of Chase

"Tolong diingat. Kami adalah manusia yang banyak kekurangan, bukan Tuhan pemilik kesempurnaan. Jangan menjadikan kami patokan, tapi buatlah dirimu pantas bersanding dengan kami pada posisi panutan."

<Re-Search>

=/•🗝️• \=

Seperti biasa, pagi ini seluruh Chaseiro di SMA Chase sedang melangsungkan pembelajaran, tidak terkecuali Chaseiro-X penghuni X-Class.

"Gas Nebula in—"

Tok .... Tok .... Tok ....

"Mohon maaf Bu Winda, bisa saya minta waktunya sebentar?" Terdengar suara wali kelas mereka yang menjeda pelajaran.

"Ada apa, Pak?"

"Guru bahasa asing A-Class I-1 tidak bisa hadir hari ini. Thariq diminta untuk mengisi di sana."

Winda mengangguk. Matanya mengarah pada Thariq, memberi isyarat berupa anggukan singkat sebagai ijinnya untuk meninggalkan kelas.

Seperginya Thariq, pembelajaran mereka berlanjut. Berhubung suasana kelas X-Class membosankan—tidak ada adu otak karena Winda tidak menyukai keributan—mari kita lihat kondisi A-Class I-1 yang dibimbing Thariq.

Sambil berjalan ke sana, mari kita berkenalan dengan kelas lain di SMA Chase. Selain X-Class sebagai kelas eksklusif yang hanya ada satu, kelas lain berlangsung normal—memiliki tiga tingkatan seperti umumnya SMA.

Normal di sini hanya terletak pada pembagian tahun ajarannya, bukan pada pembagian kelas dan fasilitasnya. Setiap angkatan terbagi dalam 4 macam kelas. Pembeda tiap kelasnya tentu saja adalah kapasitas otak.

Pertama, ada Z-Class. Ini merupakan kelas siswa-siswi penuh ambisi. Mereka yang berada di sini rata-rata merupakan peraih peringkat tertinggi dalam tes tulis di ujian masuk.

Fasilitas Z-Class bisa dibilang sangat mirip dengan X-Class, hanya saja mereka tidak memiliki perpustakaan pribadi. Ruang kelasnya juga lebih kecil, dan dalam satu kelas berisi 15 siswa.

Kelas kedua adalah U-Class. Kelas yang berisi siswa-siswi paling jenius SMA Chase. Meski begitu, tetap saja level mereka di bawah Z-Class.

Sama seperti Z-Class, U-Class memiliki 15 siswa untuk tiap kelas. Ukuran kelas mereka kurang lebih sama dengan Z-Class. Pembedanya, U-Class tidak memiliki layar presentasi digital di kelas. Selebihnya, fasilitas mereka sama, meski kualitasnya di bawah Z-Class.

Setelah U-Class, ada S-Class. S-Class memiliki ukuran kelas di bawah U-Class, tetapi jumlah siswanya lebih banyak. Di setiap kelas, S-Class memiliki 20 siswa.

S-Class ini kelasnya biasa saja, tidak memiliki meja elektronik seperti ketiga kelas di atasnya, tetapi mereka masih memakai papan tulis digital seperti halnya kelas-kelas elite itu.

Soal tenaga pendidik, tentu saja guru-guru yang mengajar di S-Class memiliki kualitas yang lebih rendah. Berbeda dengan X-Class yang diajar oleh deretan profesor, Z-Class yang diajar oleh dosen-dosen berpengalaman, serta U-Class yang diajar dosen-dosen standar, guru-guru di S-Class merupakan guru-guru SMA terbaik di Indonesia.

Terakhir, ada kelas terburuk di SMA Chase, yang kualitasnya termasuk buangan di sekolah ini, tapi masih jauh lebih baik dari kelas unggulan di sekolah manapun. A-Class namanya.

A-Class bisa dibilang memiliki fasilitas standar kelas di SMA. Papan tulis spidol dan kapur, bangku kayu kualitas terbaik, dan ruang kelas standar berisi paling banyak 25 siswa. Guru-gurunya pun merupakan guru-guru standar SMA yang kualitasnya di bawah S-Class, tetapi di atas sekolah lain.

Jika Z-Class dan U-Class hanya ada satu untuk tiap jenjang, S-Class ada 2 tiap jenjang, maka A-Class ada 4 tiap jenjang. Para penghuninya berada dalam ketakutan, ketakutan akan dikeluarkan dari sekolah.

Ya, sepuluh siswa dengan nilai terendah—selalunya berasal dari A-Class—akan dikeluarkan secara tidak hormat dari sekolah. Meski mereka akan menjadi rebutan sekolah lainnya, tetap saja, dikeluarkan dari SMA Chase merupakan suatu penghinaan besar.

Ah, kita terlalu asik membahas kelas-kelas yang ada, sampai lupa mengintip cara seorang Ahmad Thariq Ibrahim mengajar di kelas.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Salam dari ketua kelas X-Class itu dijawab oleh para siswa A-Class I-1 dengan nada sedikit kaget.

"Oke, langsung saja. Kata Pak Bagus, gue disuruh ngajar bahasa asing di sini. Terakhir, sampai mana?" Tanpa basa-basi, Thariq mengambil spidol dan menuliskan tanggal di sudut kanan atas papan tulis.

"Kemarin ulangan Bahasa Arab Kak. Sekarang seharusnya masuk pelajaran Bahasa Jepang," jawab salah seorang siswa.

"Sudah belajar bahasa apa saja?"

"Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Prancis. Tinggal Bahasa Jepang dan Bahasa Jerman yang belum," jawab siswa yang sama.

Thariq mengangguk singkat, kembali bertanya. "Siapa yang sudah bisa Bahasa Jepang?"

Terlihat, ada 5 dari 25 siswa mengangkat tangan. Thariq kembali mengangguk, menyuruh mereka menurunkan tangan.

"Oke. Gue kasih tugas aja. Kalian bawa HP, kan? Buat biografi singkat dalam Bahasa Jepang, minimal 5 kalimat. Gak harus langsung pakai huruf Jepang, pakai romaji dulu aja gak apa. Kalau ada pertanyaan, kalian bisa angkat tangan, gue yang ke bangku kalian nanti."

Begitulah Thariq. Dia merupakan sosok yang sulit berbicara di depan umum. Thariq lebih suka mengajari individu satu persatu dengan alasan yang diajari akan lebih mudah paham.

"Kak, tanya."

Secepat gelombang suara itu tertangkap indra pendengarannya, secepat itu pula Thariq bergerak ke bangku siswa yang bertanya.

"Kenapa?"

"Ini Kak. Aku gak bisa terjemahkan kalimat ini."

"Sebentar."

Mata Thariq bergerak cepat membaca kalimat yang dimaksud. Dia juga membaca kalimat yang telah diterjemahkan siswa tersebut, menyesuaikan pemilihan kata yang akan digunakan.

Saya berumur 15 tahun.

Pemuda itu mengangguk. Jemarinya bergerak mengambil ponsel dan sytuls pen, menuliskan kalimat '私は15歳です' pada aplikasi menggambar digital.

"Watashi wa 15-saidesu," eja Thariq membaca kalimat yang dia tuliskan sendiri.

Dirasa cukup, Thariq kembali berkeliling, memeriksa siswa-siswi kelas A-Class I-1 secara bergantian.

Tidak ada lagi yang bertanya hingga bel berbunyi, karena itulah Thariq memilih untuk mengakhiri kelas.

"Selamat istirahat, assalamu'alaikum."

Langkah jenjangnya menuju kantin, mengikuti pesan singkat yang dikirimkan Alvand padanya tepat saat bel tadi. Selama berjalan, Thariq menjadi pusat perhatian.

Bagaimana, tidak? Seorang Chaseiro-X berjalan di lorong kelas 1 Chaseiro-A, lokasi yang sering disebut sebagai pusatnya manusia bodoh SMA Chase. Banyak bisik-bisik terdengar, terlebih lokasi khusus Chaseiro-X itu cukup jauh dari lokasi Chaseiro-A.

Dari komplek Chaseiro-A, untuk menuju komplek Chaseiro-X, harus melewati komplek Chaseiro-S, Chaseiro-U, dan Chaseiro-Z terlebih dahulu.

Setelah berjalan yang cukup jauh, Thariq tiba di kantin. Sebelumnya dia telah mampir ke ruang guru A-Class dan X-Class untuk melapor, sehingga kini dia bisa beristirahat tanpa terganggu.

"Sorry lama."

"Gak apa. Gimana keadaan A-Class I-1?" tanya Alvand. Dia memang sosok kakak terbaik, selalu menanyakan semua kegiatan yang dialami oleh siswa-siswi X-Class.

"Biasa aja, Bang. Mereka gak bodoh kayak yang sering digosipkan. Mereka belum pernah belajar Bahasa Jepang, tapi sudah bisa buat paragraf perkenalan."

"Mereka gak curang gitu? Pakai translator misalnya," tanya Hasna penasaran.

"Gak kok. Gue lihat, mereka nulis Bahasa Jepang pakai romaji yang bisa dibilang masih berantakan. Ada 3 anak nulis pakai huruf hiragana, itupun masih banyak yang salah hurufnya."

"Oh."

"Eh iya, tadi gue ketemu Pak Bagus. Beliau minta tolong lagi ke kelas kita."

"Apaan lagi?" heran Revan, sedikit kesal.

"Ngajar Z-Class III, mapel matematika."

Semua mata langsung terfokus pada satu orang. Kita sendiri sepertinya juga memikirkan nama yang sama untuk tugas ini.

Sosok itu, Nadira, menghela nafas panjang. Matanya menatap Thariq memelas, tanda dirinya tidak ingin menerima tugas itu.

"Kalau bukan lo, siapa lagi coba? Yang ahli hitungan di sini cuma lo, Nad."

"Tapi Bang, Z-Class III itu isinya anak nakal semua. Cowoknya mesum, ceweknya centil plus songong. Lo gak lupa, kan, gimana sewaktu gue ngajar mereka terakhir kali?" Mata bulat itu semakin sayu, dirinya benar-benar tidak mau kembali ke kelas itu.

"Gak ada pilihan, lo harus ngajar Nad. Gue bakal ikut lo buat pastiin mereka gak macem-macem," kata Revan.

1241 kata
27 Mei 2021

____________________________________________________________________________

Assalamu'alaikum ....

Apa kabar minna?
Semoga sehat selalu ya.(◠‿◠)

Terima kasih untuk kalian, kawan gabut Hika yang masih bertahan menunggu kelanjutan cerita ini.

Semoga kalian mau bersabar menunggu Hika berhasil menyusun chapter-chapter setelahnya ya.

Apalagi ya?
Sepertinya itu saja.(θ‿θ)

Oke, sampai jumpa di chapter berikutnya.

Ja ....
Wassalamu'alaikum ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top