40 - Kekuatan Ikatan Darah
"Keluarga jelas lebih berharga dari apapun, bahkan nyawa sekalipun."
{Magician}
<ᗕᗒ>
Bugh!
Brak!
"He, Vand! Lo kenapa, sih?!"
Dua orang dalam usia remaja akhir itu sedang berlatih bersama di taman sebuah masion mewah. Ah, ketimbang latihan, ini lebih mirip dengan pembantaian pada salah satu pemudanya.
"Sorry, Ryl. Ayo coba sekali lagi."
Mereka adalah Alvand dan Deryl, lulusan terbaik dua sekolah sihir di tahunnya. Keduanya adalah sahabat sejak kecil karena persamaan nasib yang membuat mereka berakhir di panti asuhan yang sama.
"Gak, gak, gak. Lo gak lihat, gimana kondisi Shu? Dia dah luka semua gara-gara lo gak fokus, be*o!"
"Serius?"
Alvand menoleh pada gadis di dekatnya, Shu. Dia tampak terluka parah gara-gara dirinya yang tidak serius saat berlatih.
"Tak apa, Tuan. Saya masih sanggup beberapa putaran lagi," jawab Shu.
Alvand menggeleng tidak terima. "Shu, kembali ke wujud mikrofon. Kita sudahi dulu latihan kali ini. Sorry ya, Ryl. Padahal lo udah ngorbanin hari libur lo."
Deryl mengangguk. Dia menatap seorang pemuda di dekatnya, wand miliknya yang bernama John.
"John, balik jadi termometer, gih. Latihannya udahan," katanya memerintah.
"Baik, Tuan."
Kedua pemuda itu duduk bersila di atas rumput. Tak lama, dua orang remaja yang lebih muda dari mereka datang sambil membawa cemilan, bergabung begitu saja.
"Bang Alvand, Kak Deryl, udahan, nih, latihannya?"
"Iya, Frey. Si Alvand gak fokus mulu, kasihan Shu babak belur."
Gadis itu, Freya, tertawa anggun. Di sampingnya, Nabila, sang kakak, hanya tersenyum.
"Minum dulu, gih," kata Nabila melirik nampan sekilas.
Deryl mengangguk, mengambil gelas berisi jus jeruk di nampan. Dia meminumnya rakus, tidak membiarkan setetes air pun tertinggal.
"Ah .... Lega. Thanks, ya, Freya, Nabila. Sorry, kita ngerepotin kalian," katanya.
Freya menggeleng tidak setuju. "Un, kalian tidak merepotkan kami, kok. Yang tahu kalau Bang Alvand sama Bang Deryl Magician, kan, cuma kita. Kan, Kak?"
Mereka lanjut mengobrol. Freya banyak bertanya soal Magician, berusaha memenuhi hasrat ingin tahunya. Deryl sendiri tampak tidak keberatan dengan itu. Satu persatu pertanyaan yang terlontar, dia jawab dengan rinci.
Nabila sendiri hanya diam menyimak. Dirinya masih terlalu malu untuk ikut bergabung, lebih-lebih setelah sikapnya dua tahun lalu pada sang adik.
Di sisi lain, Alvand hanya terdiam, kembali melamun. Entah apa yang dipikirkan musisi ini, yang jelas sepertinya itu bukanlah hal baik.
"Bang Alvand!"
Alvand mengerjap cepat, terkejut karena teriakan Freya barusan. "Hah? Kenapa, Frey?"
"Lo yang kenapa, Vand! Freya udah manggil bolak-balik, tapi lo masih aja gak nyaut. Ngelamunin apa, sih?"
Alvand menggeleng, menolak untuk berbicara. Itu membangkitkan jiwa penasaran Freya, membuat gadis mungil yang duduk di bangku kuliah itu merengek bertanya.
"Bang Alvand, ih! Mikir apa, Bang? Aku penasaran, lho."
"Gak ada apa-apa, Frey. Kangen aja sama si kembar."
Mata Freya berbinar. Dia memang dekat dengan Dercy dan Aldi, jadi jangan heran kalau dia ikutan antusias.
"Bang Alvand mau ketemu Kak Dercy sama Kak Aldi?"
"Mungkin," jawab Alvand gamang.
"Kapan, Bang?!"
"Mm .... Kayaknya sore ini. Nunggu jam sekolah mereka selesai dulu."
"Aku ikut!"
Mata bulat itu menatap pemuda di hadapannya dengan penuh harap. Tangannya menggenggam erat tangan Alvand, memohon dengan sangat.
Alvand terkekeh kecil. Sudah dua tahun, tapi sikap Freya masih saja kekanakan. Dia melepaskan genggaman mereka, beralih mengusak pucuk kepalanya, mengacaukan hijab instan yang dia pakai.
"Boleh, kok."
"Yeay! Kak Nabila ikut?"
"Gak, lah. Bunda bisa ngamuk kalau pas balik anak gadisnya ilang semua."
Gantian, kini Deryl yang tertawa. Tidak ada alasan khusus, dia hanya merasa lucu dengan kalimat Nabila yang terkesan mencari-cari alasan.
"Apa?!"
"Gak ada apa-apa. Udah jam segini, balik, yok, Vand."
"Bentar, beres-beres dulu, lah."
"Eh, tidak usah, Kak. Biar aku dan Kakak saja yang bersihkan."
Alvand berhenti memungut sampah, menatap Freya ragu.
"Yakin? Ini halaman belakang full sampah, lho."
"Udahlah, buruan sono, balik. Lo gak mungkin nemuin Dercy sama Aldi kondisi babak belur gitu, kan?" pungkas Nabila final.
"Oke, oke. Sekali lagi, makasih. Kita balik dulu."
"Iya, Bang. Hati-hati di jalan."
<ᗕᗒ>
"Dercy keluar?"
"Iya. Dia dan beberapa anak jurusan Magician yang lain keluar sejak pagi."
"Bangs*t!"
Entah kenapa pemuda usia 21 ini mengumpat. Apa kabar kepergian sang adik sebegitu menyebalkannya?
"Bang, tenang. Kak Dercy, kan, cuma keluar sebentar. Kita tunggu dulu."
"Bener, Vand. Mending sekarang kita temui Aldi."
Alvand mengangguk. Dercy dan Deryl benar. Adiknya ada dua, bukan? Bertemu salah satu pasti bisa mengurangi rasa cemasnya.
Ketiga sosok itu beralih dari komplek jurusan Magician ke komplek jurusan Thinker. Namun, bukannya tenang, perasaan Alvand justru semakin tidak karuan. Penjelasan dari Angga soal hilangnya Aldi dan kedua temannya benar-benar terasa janggal.
Kini, ketiganya sedang duduk di ruang kepala sekolah, berdiskusi dengan Margaretta untuk mencari solusinya.
Mereka tidak hanya berempat. Total, ada tujuh orang yang berdiskusi, terdiri dari enam Magician dan seorang non-Magician.
"Ini aneh. Anak-anak yang hilang saling berhubungan, dan ujung dari kaitan itu adalah Magician," kata Freya serius.
Ah, ya. Soal Freya. Dia diijinkan untuk ikut diskusi setelah bilang kalau Albert adalah ayah kandungnya. Cukup mengejutkan mengetahui bahwa Ariendra merupakan salah satu sub-klan dari Klan Capone yang berisi para non-Magician hasil persilangan yang memiliki otak cemerlang.
"Bener. Kayak, ini semua itu masalahnya ada di Magician itu sendiri," sambung Alvand.
Seakan teringat sesuatu, Freya memekik senang, membuat yang lain keheranan.
"Itu, dia! Bang, aku dah tahu!"
Mendengar hal itu, semua serempak memutar duduk, menghadap gadis mungil yang bahkan belum genap 15 tahun.
"Gimana, Frey? Coba jelasin pelan-pelan," pinta Alvand tenang.
"Kata Bu Margaretta, kan, Kak Frida itu mantan Magician. Kak Aldi sama Kak Dercy itu kembar, terus anak Ibu, Kak Sarah, juga kembar. Berarti Klan Capone ma—,"
"Berarti mereka mau bikin percobaan. Mereka sengaja nangkep dua pasang Magician kembar, satu anak mantan Magician, sama satu anak yang fisiknya digerogoti sihir. Jangan bilang, lo mau bilang gitu, Frey?" potong Alvand dengan nada bergetar.
Freya mengangguk. Gadis itu tidak punya hipotesa yang lain. Jika dirinya sendiri yang ada di posisi para pelaku, pasti itu yang akan dia lakukan.
Dengan kecerdasan yang dimiliki Klan Capone, serta jaringannya yang tidak bisa dibilang remeh, bukan hal yang tidak mungkin jika mereka melakukan percobaan manusia. Meski begitu, Freya tetap berharap dugaannya salah, karena anak itu tidak bisa membayangkan, percobaan apa yang sampai melibatkan nyawa manusia.
Margaretta melihat wajah syok semua remaja di sana. Merasa bahwa dirinya adalah yang tertua, wanita yang sudah tidak bugar lagi itu berdiri, bersiap melakukan sesuatu.
"Kalian berenam, bersiaplah. Kita ke Underground sekarang."
10046 kata
06 Des 2021
==============<⟨•⟩>==============
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top