17 - Partner

"Ada yang pernah berkata, bahwa partner terbaik adalah musuh bebuyutan yang sama-sama terdesak. Itu tidak salah, karena sudah banyak buktinya."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

Kelas Dercy pagi ini berjalan tenang. Akan tetapi, hal serupa tidak berlaku bagi si pemilik nama. Pagi tadi sebelum kelas dimulai, Alex menemuinya dan menunjuk gadis itu secara sepihak sebagai pemandu Yolanda hingga gadis itu bisa beradaptasi.

Awalnya Dercy berniat untuk menolak, sayangnya guru satu itu tidak menerima penolakan. Jadi, disinilah dia sekarang. Di kantin sekolah, menunggu Yolanda sarapan karena gadis itu tertinggal jam sarapan tadi.

"Lo gak makan?" tanya Yolanda heran.

Dercy hanya tersenyum sambil menggeleng. Tidak mungkin bukan, dia bilang kalau dia tidak punya uang? Itu hanya akan merepotkan anak di hadapannya ini.

Brak!

"Minggir, kita mau duduk."

Beberapa siswa jurusan Atletico datang dan langsung menggebrak meja, menimbulkan keributan. Yolanda sebenarnya kesal dengan keberadaan siswa itu, tapi kondisi perutnya lebih penting. Cueknya Yolanda mengundang amarah kelompok itu yang tanpa pikir panjang menarik jasnya.

"Aku bilang minggir!"

Gawat.

Dercy melihat itu dengan jelas. Aliran listrik yang mulai muncul di sela-sela jari Yolanda. Ternyata benar kata Alex padanya tadi, saat marah sihir Yolanda akan aktif tanpa sadar.

Aku harus melerai mereka sebelum sihirnya benar-benar keluar. Tapi ... bagaimana?

"Nona, ini Sev. Coba Anda sentuh pundaknya. Saya akan menyerap sihirnya dan mengalirkannya ke tanah agar tidak menyelakakan orang lain. Di saat yang sama, Anda coba redam emosinya."

Meski ragu, Dercy tetap melakukan yang Sev minta. Langsung saja, dia merasakan sesuatu mengalir di tubuhnya dari arah tangan ke ujung kaki.

"Apa?!" bentak Yolanda.

"K-kita bisa terlambat kelas gabungan kalau tidak kembali sekarang," kata Dercy ragu.

"Apa peduliku?"

Maafkan aku, Yolanda. Flame, tolong, batin Dercy.

"Yolanda, kita harus kembali sekarang," ulang Dercy tegas.

Yolanda tidak berkutik. Tubuhnya terbakar dari dalam hanya karena Dercy memegang bahunya. Sihirnya perlahan padam, membuat Dercy bersyukur dalam hati.

"Maaf, bisa lepaskan temanku? Kami terlambat kelas," tanya Dercy pada pemuda yang menarik jas Yolanda itu.

"Setelah memancing keributan, kau berniat kabur begitu? Memang ya, siswa kelas Magician pengecut se—Argh!"

"Tolong lepaskan dia, Kak. Kami sedang terburu-buru."

Aura Dercy berubah seram. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas tangan kirinya yang menahan pergelangan tangan lawannya itu membuat pemuda di hadapannya ini berteriak kesakitan.

Refleks tangannya terlepas, diikuti Dercy yang juga melepaskan pegangannya. Lihat itu. Ada bekas merah di pergelangan tangannya. Mengerikan.

"Maaf, sepertinya pegangan tanganku kelewatan. Kami permisi dulu. Ayo, Yolanda."

Kedua gadis itu kembali ke wilayah Magician dalam diam. Dari pandangan matanya saja, kita bisa tahu jika otak mereka memikirkan banyak hal. Di gerbang, Dercy dan Yolanda menyetorkan kembali kartu pelajar mereka yang sebelumnya dikumpulkan karena keluar di jam pelajaran.

"Mm, Der."

"Ya?"

"Lo tadi, ngapain? Sihir gue kok bisa langsung ilang?"

"Ah, aku menyalurkan aliran listriknya ke tanah. Semacam grounding," jelas Dercy.

"Terus, urusan panas yang tiba-tiba gue rasain? Bekas merah di tangan anak itu? Gimana cara lo bisa gitu?"

"Kau berisik juga, ya, ternyata. Untuk itu aku tidak bisa memberitahumu," kata Dercy jenaka.

"Ayolah, kas—,"

"Ayo cepat. Lima menit lagi Sir Alex pasti sudah di lapangan."

"Bocah aneh."

<ᗕ۝ᗒ>

"Baik. Berhubung ada wajah baru di sini, kelas akan saya isi dengan duel berpasangan. Silahkan berpasangan dan melakukan pemanasan."

"Yolanda, kau mau berkelompok denganku atau mau dengan yang lain?" tanya Dercy.

"Gue sama lo aja. Gue gak kenal lainnya."

"Oke. Aku bilang dulu ke Ivana dan Ervin."

Gadis itu mengamati interaksi ketiga sekawan itu. Terlihat dua anak yang kalau dia tidak salah adalah teman Dercy itu menggodanya. Selesai berbicara, ketiganya mendekati Yolanda.

"Yolanda, titip Dercy, ya. Semoga dia tidak merepotkanmu," kata Ervin.

"Yha, Ervin benar. Dercy itu tidak tahu sihir sama sekali. Dia saja baru tahu jika dirinya Magician saat penerimaan siswa baru. Dia juga baru tahu jenis sihirnya be-,"

"Ervin, Ivana! Sudahlah. Aku tidak separah itu sekarang," pekik Dercy malu.

"Tenang aja. Gue gak payah, kok. Nih anak jadi popok bawang aja gak masalah," balas Yolanda ikutan menggoda.

"Yo—,"

Prok ... prok ... prok ....

"Baik. Kita mulai. Aturannya masih sama dengan duel individu. Kalian akan kalah jika keluar arena atau hanya memiliki 35 HP. Sekarang, silakan duduk dengan pasangan sendiri-sendiri," kata Alex.

Mata pria itu menatap satu persatu siswanya, membuat para remaja di sana tegang saking gugupnya. Puas mengamati, atensi pria itu beralih pada Sarah yang sedari awal mencuri perhatiannya.

"Sarah Pankhurst, di mana pasanganmu?"

"Jumlah siswa total ada 51, Sir. Jelas akan ada seorang yang bermain solo."

"Ah, oke. Kalau begitu, kau maju pertama. Lawanmu,"

Berhubung dipanggil, Sarah segera maju ke sisi arena. Sementara itu, Alex mengamati sekitar, mencari lawan yang sekiranya sesuai dengan Sarah.

"Ah, kalian saja. Aldercy Zavaa, Yolanda Gutenberg."

Dercy sudah menduga ini. Diantara semua tim, dirinya dan Yolandalah yang paling lemah. Sudah pasti Sarah yang bertarung sendiri akan diadu dengannya.

"Ayo."

Ketiga siswa telah berdiri di dua sisi arena yang berbeda. Alex berdiri di tengah-tengah, bersiap memberi aba-aba.

"Oke. Dalam hitungan kegita. Siap? Satu, dua,"

Pria itu menghentakkan kakinya, sehingga tubuhnya melayang beberapa meter dari tanah.

"Tiga!"

Suasana seketika tegang. Baik Yolanda, Dercy, maupun Sarah sama-sama tidak bergerak. Hanya mata mereka yang menari, menatap ke segala arah dengan raut waspada. Dari atas, Alex tersenyum melihatnya.

Mereka bertiga benar-benar berbakat, batinnya.

"Psst, Kak. Apa yang dilakukan Ketua?" bisik Reinnais pada Skyle yang menjadi pasangannya.

"Aku pernah baca soal ini. Dalam pertarungan yang sesungguhnya, bisa dibilang mereka sedang perang batin. Masing-masing dari mereka memikirkan cara terbaik untuk menumbangkan lawan dengan resiko terkecil."

Aku harus bagaimana ini. Melawan Ivana saja aku kalah telak, apalagi melawan ketua?!

Apa yang mereka rencanakan? Mereka tidak menyerang? Jangan-jangan mereka menyiapkan serangan kejutan dari titik butaku.

Si gobl*k ngapainsih?! Ini sampe kapan kita gini? Gak seru elah.

Lah, begitu rupanya. Dercy terlalu pesimis bisa menang, Sarah terlalu berhati-hati dalam bertindak, dan Yolanda yang tidak sabaran tapi masih menunggu aba-aba. Bisa-bisanya mereka seperti itu.

Lima belas menit berlalu. Ketiga remaja itu masihlah saling tatap tanpa bergerak. Siswa lainnya juga ikutan tegang, menyemangati ketiganya diam-diam. Dari angkasa, Alex mengamati semuanya tanpa banyak berkomentar. Atensinya terfokus penuh pada Yolanda.

Kita lihat, sebatas apakah kesabarannya.

Masa bodoh lah. Hantam aja, kesal Yolanda kemudian.

Gadis itu berlari maju dengan gerakan melengkung, menyerang sisi kiri lawannya. Dia memakai listrik untuk mempercepat gerakannya, membuat tubuhnya melesat bak kilat yang ada di langit. Di tangannya sudah terkumpul aliran listrik bertegangan tinggi, siap menghantam Sarah dengan kepalan berarus listrik.

"Makan nih bogem!" teriaknya mengejutkan semua orang.

Bugh!

Sarah terlempar cukup jauh. Tubuhnya juga sedikit gemetar akibat arus listrik yang ada. Tentu saja. Memangnya siapa yang bisa menghindar dari serangan berarus listrik yang kecepatannya bahkan melebihi kecepatan suara?

Lapangan mendadak riuh. Semua terkejut dan tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Sarah segera berdiri. Mulutnya bergumam pelan, memunculkan sebuah tombak di genggaman tangan.

"Lumayan," katanya.

Apa yang dilakukan Yolanda?! Mengapa menyerang dadakan begitu?

Di sisi lain, Dercy tampak panik. Kepalanya terus menerus mengomeli tindakan Yolanda yang dianggap gegabah. Meski begitu, dia tidak punya pilihan selain ikut bergerak karena pertarungan sudah terlanjur dijalankan.

Ya sudahlah. Sekalian saja aku bertarung serampangan, batinnya.

Fokus Sarah kini sepenuhnya ada pada Yolanda. Dia mengamati setiap gerakan anak itu, berjaga-jaga terhadap serangan dadakan lainnya. Tanpa dia sadari, Dercy berpindah tempat, menuju lokasi yang ada di luar pandangannya.

Dercy mulai beraksi. Dia membidik Sarah dengan anak panah bayangan. Beberapa detik setelah dilepaskan, gadis itu mengusap udara lalu berlari berpindah tempat, membuat sebuah anah panah tiba-tiba muncul dan menusuk bahu kanan lawan.

"Argh. Anak panah?"

Mata Sarah mencari-cari sumber serangan barusan, naas, Yolanda justru memanfaatkan hal ini untuk menyerang. Bukan serangan yang mematikan, hanya pukulan biasa yang dilancarkan dari titik buta lawannya.

"Kalau berantem tuh fokus, be*o!"

Bugh!

"Der, sekarang!"

Dercy mengganti senjatanya. Kali ini sebuah tembakan yang melesat menyerang. Sarah yang hanya mewaspadai anak panah tentu terkejut dengan peluru yang baru saja melukai paha kirinya.

"Menyerang bergantian rupanya. Menarik."

Zsst.

"Kena lo. Ha ... ha ... ha ...."

Lagi.

Ketua jurusan yang merupakan siswa terkuat itu kembali tersungkur. Pipinya lebam dan bibirnya sedikit robek. Meski begitu, bukannya kesal atau malu, gadis itu justru tersenyum. Senyuman itu tidak luput dari mata Alex, menularkan senyum serupa di bibirnya.

Akhirnya dimulai, batin pria itu.

"Malah senyum si be*o. Der, buruan beresin, yok. Kasihan juga kalau digebukin terus," Kata Yolanda.

Dercy mengangguk saja. Kembali dia melakukan pose aneh. Kali ini, gadis itu bersiap menembakkan sebuah bola karet untuk mendorongnya paksa keluar arena. Yolanda melirik postur partnernya. Tanpa diberitahu sekalipun, gadis itu sudah tahu apa yang akan dilakukan kawannya.

Lempar keluar arena, ya? Oke juga, batinnya.

Dia segera bersiap. Arus listrik dikumpulkan di kedua kaki. Dirinya berniat menendang bola itu, menambah kecepatannya agar mustahil bisa ditahan Magician manapun.

Blam!
Bugh!

Tunggu.
Apa yang baru saja terjadi?
Sarah ... menangkapnya?

Tidak. gadis itu tidak menangkapnya. Justru gadis itu menusuk bola tadi dengan tombaknya.

Mengerikan!

Seluruh lapangan tercengang. Bukan hanya siswanya, Alex pun juga demikian. Mereka semua tahu Sarah itu hebat, tapi mereka tidak menyangka gadis itu mampu melakukan hal tersebut. Menangkap sesuatu yang bahkan tidak terlihat oleh mata manusia. Ini benar-benar mustahil!

"Menarik. Kalian benar-benar menarik."

Sarah melepaskan bolanya, lalu membuang benda itu ke luar lapangan. Dengan langkah ringan dia menuju ke tengah, mendekati lawannya, dan berhenti beberapa meter di depan mereka. Suasana mendadak seram. Dari bangku penonton, kita bisa melihat jelas aura pekat yang Sarah pancarkan.

"Sudah lama tidak ada yang bisa melukaiku. Bersyukur, karena kali ini aku sungguh-sungguh."

1560 kata
14 Okt 2021

==============<⟨•⟩>==============

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top