14 - Empat Elemen
"Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung."
{Magician}
<ᗕᗒ>
"Seragam, sudah. Bahan makanan juga sudah. Kurang apa lagi, Der?" tanya Ivana.
Ditanya demikian, Dercy mengambil gulungan kertas di saku jasnya, memeriksa daftar barang yang tersisa. Ervin sendiri hanya diam sambil melakukan beberapa peregangan kecil untuk mengurangi lelah.
"Tinggal barang sekolah saja. Ada kertas kejujuran 5 rim, serbuk peredam 3 tong, dan cat perisai 17 kaleng," kata Dercy membaca daftarnya.
Ervin tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya memberikan ide.
"Bagaimana kalau kita berpencar?" tanyanya.
"Jangan bercanda. Ini baru kedua kalinya Dercy ke Magic Town. Kota ini punya banyak portal dan cabang jalur. Dia bisa hilang di sini," bantah Ivana tidak terima.
"Tapi bisa-bisa kita pulang tengah malam kalau pergi bersama ke tiga tempat itu. Dercy takut gelap, kalau-kalau kau lupa," kata Ervin.
"Lalu bagaimana dengan Dercy? Dia tidak tahu apa-apa soal Magic Town."
"Aku akan beri peta, bagaimana?" tawarnya.
"Oke."
Begitulah akhirnya. Ketiga anak yang tengah dalam masa hukuman untuk membeli perlengkapan sihir milik sekolah itu berpencar. Ervin ke arah utara untuk membeli cat, Ivana ke arah tenggara membeli serbuk, sementara Dercy ke selatan membeli kertas.
Bermodalkan peta, gadis itu berjalan—tanpa kendaraan karena dia sendiri belum tahu cara memakai sihir secara sengaja—menuju satu-satunya toko kertas di kota.
Ah, iya. Sekedar informasi. Di Magic Town, kita tidak akan menemukan dua toko yang menjual barang yang sama. Semua toko di sini menjual barang yang berbeda, jadi saat kau butuh sesuatu, kau tahu persis toko mana yang perlu didatangi.
Kembali lagi ke Dercy.
Berhubung peta yang diberikan Ervin sangatlah rumit—denah Magic Town memanglah serumit itu—Dercy berhenti sejenak untuk memastikan dirinya tidak tersesat. Sayangnya, keputusannya kali ini ternyata membawa gadis malang itu pada petaka.
Brak!
"Woy! Apa-apaan kau menabrakku?!" bentak pria yang menabrak Dercy.
Dercy tidak langsung menjawab. Dia masih sibuk mengaduh karena terjatuh.
Bukannya terbalik? Aku diam dan dia yang menabrakku, kan? batinnya heran.
Tidak mau memperumit masalah, Dercy memilih untuk mengalah. "Maaf, Sir. Saya sedang membaca peta tadi, jadi tidak melihat Anda."
"Maaf, maaf. Kau pikir dengan maaf semua selesai?"
Dercy hanya diam. Di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung. Pepatah itulah yang membuatnya sabar. Ini Magic Town, bukan kotanya. Mungkin saja di sini ada cara-cara tertentu untuk menyelesaikan masalah.
"Ayo berduel. Jika kau menang, aku akan memaafkanmu. Jika kau kalah, aku akan membunuhmu."
Sial. Ini sangat tidak menguntungkan bagi Dercy. Dia bahkan tidak tahu caranya memakai sihir. Bagaimana bisa anak yang tidak bisa sihir mengalahkan Magician terlatih?!
"Maaf Sir, sa—,"
"Jika kau mengelak, aku pastikan masalah ini akan sampai ke sekolahmu. Kau dari SMA Himekara, bukan?"
Sial kuadrat. Sekarang bagaimana? Apakah memang tidak ada pilihan?
"Baik—,"
Bugh!
Ternyata memang tidak. Padahal belum tentu Dercy setuju, tapi pria itu seenaknya saja menghantam duluan. Perut Dercy terasa sangat perih, bak terbakar dari dalam.
"Oke, satu pukulan itu sepertinya cukup untuk menghabisi anak lemah sepertimu. Sihir level 4, inner flame."
"Argh!"
Darah segar keluar dari telinga, hidung dan mulut Dercy. Gadis itu merasa perutnya terbakar dari dalam dengan suhu yang sangat tinggi. Darahnya seakan mendidih memenuhi otak, membuat wajahnya sangat merah.
"Ayo, gadis kecil. Aku bilang ini duel, kan? Kau tidak membalas?" ledek pria itu.
Es. Benar, jika aku membayangkan es, mempraktekkannya, lalu menelannya, mungkin rasa panas ini bisa berkurang.
Dercy mulai melakukan pantomim. Di mata pria itu, Dercy tampak seperti orang putus asa yang pasrah pada nasib. Karena itu, pria asing ini tidak mencegahnya.
Sialnya, ide dadakan Dercy ini gagal. Bukannya dingin, perut Dercy semakin terbakar, bahkan rasa panasnya sudah menjalar ke seluruh tubuh.
"Ah, kau bertahan lebih lama dari yang kuduga. Baiklah, mari berikan satu pukulan lagi."
Bugh!
Kini, rasa panas itu ikut muncul dari leher Dercy yang terkena tendangan barusan. Hal itu membuat gadis ini tidak lagi bisa berpikir jernih. Darah semakin deras menetes, bahkan asap juga keluar dari lubang-lubang tadi.
Dercy sudah ambruk di tanah. Dia tidak bergerak sama sekali saking sakitnya.
Ah, ternyata kematianku konyol ya, batinnya miris.
Byur!
Eh?!
Dari mana air itu barusan?!
Ah, itu tidak penting. Yang penting, nyawa Dercy selamat. Dengan tertatih-tatih, gadis itu berusaha bangun. Entah bagaimana, tanah tempatnya berbaring itu naik, seakan ada yang sengaja menopang tubuhnya.
"Apa kalian berpikiran sama?"
"Tentu."
"Dia tuan yang sesuai."
Dercy tidak mengerti, dari mana asalnya empat makhluk aneh itu. Ada landak api, lumba-lumba air, tupai tanah, dan serigala putih. Entah siapa mereka, yang jelas, dia berterima kasih dan berhutang budi.
"T-terima kasih," katanya susah payah.
"Jangan mengabaikanku!"
Pria itu kembali melayangkan pukulan. Dengan sigap, si landak mungil itu menahannya lalu berkata pada yang lain.
"Kalian berdua obati dia dan ikat kontraknya, kami berdua yang akan mengurus orang itu," katanya.
"Oke."
Perkelahian berlanjut. Si landak api bersama si serigala putih melawan pria tidak dikenal. Sementara di tupai menopang tubuhnya selagi si lumba-lumba memulihkan tubuhnya. Meski HP-nya tidak kembali, setidaknya luka fisiknya telah sembuh.
Dalam waktu singkat, pria itu sudah terluka dan kabur, menyisakan Dercy dan keempat hewan aneh di sekelilingnya ini.
"Terima kasih. Aku berhutang pada kalian. Andai ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membalasnya," kata Dercy tulus.
Keempat hewan itu saling tatap. Mereka berdiskusi lewat sorot mata sebelum akhirnya si landak bersuara.
"Jika Nona tidak keberatan, apakah boleh kami mengikat kontrak?"
"Kalian?"
"Iya. Jika Anda keberatan, kami tidak memaksa," ulang si lumba-lumba.
"Sebenarnya, aku tidak keberatan, tapi apa kalian yakin?"
"Memangnya kenapa?"
"Aku masih pemula. Sejak lahir, aku berada di daratan. Aku tidak tahu cara memakai sihir dan lain sebagainya. Aku juga terlalu lemah untuk menopang kalian semua. Bagaimana jika salah satu dari kalian saja?" tawar gadis itu.
"Tenang saja, kami satu paket. Meski kami berempat, beban yang kau tanggung tetap satu. Bagaimana?" rayu si serigala.
Dercy menyerah. Untuk kedua kalinya, gadis itu mengalah. Kontrak akhirnya terbuat dengan meminumkan setetes darahnya pada keempat hewan mungil itu. Tubuh Dercy seketika terasa berat. Seakan ada beban tak kasat mata yang menimpanya.
"Mengapa rasanya sangat berat?"
"Karena kita sudah terikat."
"Ah, begitu rupanya. Oh ya, kalian bisa panggil aku Dercy. Nama kalian?"
"Baik, Nona Dercy. Saya Flame," kata si landak.
"Saya Bao," kata si lumba-lumba.
"Saya Linka," kata si serigala.
"Saya sendiri Sev. Nah, sekarang. Benda apa yang kau inginkan sebagai wujud minimal kami?" tanya si tupai.
"Hm, bagaimana dengan gelang?"
"Oh iya, kami lupa bilang. Berhubung spirit wand Anda adalah tipe kelompok seperti kami, Anda membutuhkan dua buah wadah," kata Bao.
"Hm, baiklah. Bagaimana dengan gelang dan korek api? Apa itu bisa? Aku tidak bisa memikirkan barang lain karena takut dicurigai di panti asuhan nanti."
"Oke."
"Baiklah."
"Tidak masalah."
"Terserah Anda."
1092 kata
11 Okt 2021
==============<⟨•⟩>==============
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top