03 - Penjelasan

"Ini bukanlah perkara bakat dan minat, tapi perkara takdir yang mengikat."

{Magician}

<ᗕ۝ᗒ>

Setelah upacara panjang nan melelahkan tadi, kini seluruh siswa diarahkan ke gedung jurusan masing-masing. Begitulah sistem sekolah ini. Keempat jurusan akan bertemu hanya saat upacara, kegiatan klub wajib, dan jam kunjungan keluarga. Selebihnya, setiap jurusan akan beraktivitas di kompleknya masing-masing.

Berhubung pemeran dalam cerita ini kebanyakan berada di kelas Magician, mari kita menyelundup, ikut serta dalam acara penyambutan siswa baru jurusan ini.

Layaknya gula warna-warni, kumpulan siswa baru berseragam SMP itu ditelantarkan begitu saja di lapangan jurusan Magician. Tidak dibariskan, tidak ditemani, bahkan tidak diberi arahan. Kira-kira begitulah kondisi mereka.

"Kak! Ini kita terus ngapain? Masa iya, murid baru yang gak tahu apa-apa kayak kita ditinggal gitu aja?" teriak Ervin saat senior terakhir mereka melangkah meninggalkan lapangan.

"Kalian ini Magician, kan? Dari 21 orang di sini, pasti ada Magician social. Cari tahu sendiri."

Baru saja pemuda itu hendak berbalik, pergerakannya terhenti akibat suara lantang Ivana. Gadis itu berteriak dengan mengangkat punggung tangannya depan mulut, seakan-akan cincin yang melingkar di jari manisnya itu adalah mikrofon.

"Waqfa! Spjegalna lkoll, x'ġara!"

"Aku tidak tahu. Sir Alex meminta kami mengumpulkan siswa baru di sini lalu pergi ke kamar masing-masing. Kegiatan setelah ini dipegang penuh oleh Sir Alex," jelas pemuda itu linglung, bak orang yang tengah mengigau dalam tidur.

Tatapan kagum langsung didapat Ivana. Semua berdecak kagum melihat Ivana selaku siswa baru sanggup membuat kakak tingkat mereka bersuara.

Yap! Benar sekali!

Ivana baru saja memakai password yang mirip seperti yang dipakai oleh kakak kelasnya di lapangan utama tadi. Meski itu hanya teknik dasar, tapi keberanian gadis itu perlu diacungi jempol.

"Sialan! Perasaan wand kalian disita," gerutu si korban yang buru-buru pergi.

"Gila! Lo keren!" puji Ervin.

"Gak juga," kata Ivana malu-malu, membuatnya tampak sangat imut.

"Oh ya, kok lo bi—,"

Tap ... tap ... tap ....

Seorang pria dengan kemeja polos berwarna merah hati serta celana bahan coklat susu berjalan ke atas podium kecil yang tersedia. Melihat kehadirannya, Ervin urung berbicara. Suasana seketika hening.

Pria itu, Alex, menatap sekeliling hangat, berbanding terbalik dengan sikapnya di lapangan utama tadi. Setelah berdeham singkat, pria berumur nyaris 40 tahunan itu mulai berbicara.

"Pagi anak-anak!"

"Pagi, Sir!"

"Selamat datang di jurusan Magician. Kalian semua yang ada di sini, bukanlah manusia sembarangan karena kalian memiliki sesuatu yang berbeda dari yang lain. Sebelum saya lanjutkan, saya akan bertanya sesuatu. Adakah di sini yang kebingungan perihal apa yang terjadi di lapangan utama tadi?"

Hening.

Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua terdiam, bingung dengan maksud wakil kepala sekolah jurusan Magician ini.

"Sungguh? Perihal hal-hal abnormal yang terjadi tadi? Apakah tidak ada yang bingung?" ulang Alex.

Seseorang mengangkat tangannya. Yha, kita semua pasti sudah tahu siapa itu.

Yap, Dercy.

Alex tersenyum ramah. "Bisa sebutkan namamu, Nak?"

Dercu mendengus samar, kesal. Wajar saja, ini kali ketiga dia diminta menyebutkan nama lengkap tanpa alasan yang jelas.

"Zah—,"

"Jangan sebut marga lo. Klan Zahrawi itu terkenal banget di kalangan Magician," bisik Ervin saat Dercy hendak bersuara.

Gadis itu menutup mulutnya dan mengangguk sekilas, tanda paham. Mulutnya kembali terbuka guna menjawab pertanyaan dari Alex tadi.

"Aldercy Zavaa."

Alex mengernyit samar. "Saja?" tanyanya.

Dercy takut sekarang. Dia tidak pernah berbohong, jadi perasaan bersalah itu membelenggu dirinya. Berusaha untuk tidak gugup, anggukan yang Dercy berikan justru terlihat meragukan.

Alex mengambil sebuah kuas dari saku celananya. Seperti Peeters di lapangan tadi, Alex mulai menulis di udara. Tulisan berwarna kuning menyala berbunyi 'kejujuran' muncul seiring pergerakan tangannya di udara kosong.

Tulisan itu dilingkari, lalu diketuk seakan tengah mengetuk pintu. Anehnya, gambar lingkaran tadi menyusut, memampatkan tulisan tadi hingga bersisa bola cahaya berwarna kuning saja. Bola itu melesat laju, mengenai dada Dercy, lalu lenyap terserap tubuhnya.

Gawat. Alex menggunakan password untuk memb—,

Tunggu.

Tidak terjadi apapun.

Suasana mendadak canggung. Tatapan bingung Dercy serta wajah heran seluruh siswa baru sukses meningkatkan rasa malu Alex ke batas maksimalnya.

"Ternyata kau jujur. Kupikir kau sedang menutupi sesuatu," kata Alex kaku guna menutupi malu.

Untung ini bocah kebal sama password dari Sir Alex, batin Ivana dan Ervin.

Alex berdeham sekilas, membasahi tenggorokannya yang kering.

"Jadi begini. Berbeda dengan jurusan lain yang berisikan anak-anak berbakat dari bidangnya, jurusan Magician berisi orang-orang yang sedari awal memang ditakdirkan menjadi Magician."

"Menjadi seorang Magician bukanlah sebuah kemampuan yang dapat dibentuk dari latihan. Magician ada karena dia merupakan anak seorang Magician. Dengan kata lain, kalian semua yang ada di sini pasti memiliki orang tua yang seorang Magician."

"Perihal cahaya dan hal-hal aneh lain yang kau lihat, itu semua merupakan bentuk dari password yang digunakan seorang Magician. Magician sendiri, terbagi ke dalam empat kelompok besar. Magician art, social, techno, dan action."

"Magician art adalah kelompok Magician yang menggunakan seni sebagai perantaranya. Contohnya adalah saya sendiri. Saya menggunakan kaligrafi untuk mengaktifkan password yang saya butuhkan."

"Magician social adalah kelompok yang menggunakan interaksi sosial sebagai perantaranya. Contohnya seperti Ivana Monhilic Luther tadi yang mengaplikasikan password lewat percakapan."

Pak tua sialan. Niat banget bikin gue malu. Pakai acara sebut-sebut marga lagi, batin Ivana kesal di sela kegiatan mendengarkannya.

"Selanjutnya ada Magician techno. Mereka menggunakan teknologi, apapun itu, untuk mengaplikasikan password yang digunakan. Kau tentu menyadari kejadian di lapangan utama tadi, bukan? Saat Skyle Colombus menelepon untuk melambatkan waktu. Kurang lebih begitulah contohnya."

"Terakhir, Magician action. Sering kali, Magician kelompok ini beraksi langsung alih-alih menyebutkan password yang digunakan. Contohnya seperti Octavinus Pheidippides di lapangan tadi. Apa kau paham?"

Sir Alex! Apa dia gila?! Mana bisa Dercy menangkap informasi sebanyak itu! kesal Ervin.

"Sejauh ini saya paham."

"Bagus. Oh ya, masing-masing kelompok itu memiliki puluhan tipe. Untuk detailnya,"

Alex kembali menulis di udara. Kali ini kata 'pedoman' yang dia tuliskan. Tulisan itu dibingkai persegi panjang, lalu didorong lembut pada Dercy. Cara tadi bersinar semakin terang, puncaknya ketika berada di hadapan Dercy. Begitu cahayanya meredup, tulisan 'pedoman' tadi digantikan oleh sebuah buku berjudul 'Magician' yang diraih Dercy ragu.

"Kau bisa baca di sana."

Dercy membuka bukunya terburu. Raut penasaran dan tidak sabaran itu berubah datar begitu matanya berjumpa dengan deretan simbol aneh di dalam buku.

"Mohon maaf Sir, saya tidak bisa membaca buku ini," kata gadis itu setengah menyindir.

"Be—,"

"Mohon maaf telah menyela, Sir. Saya hendak mengembalikan seluruh wand yang sebelumnya dikumpulkan," suara seorang gadis menyela.

Empat remaja datang dengan berbagai benda yang melayang di sekitar mereka. Ada buku, jam tangan, gelang, kacamata, dan masih banyak lagi.

"Ah, iya. Saya hampir lupa. Anak-anak, silakan ambil wand kalian masing-masing."

1069 kata
04 Sep 2021

==============<⟨•⟩>==============

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top