Scenario; The Media [7]

"BAGAIMANA bisa, Tuan Direktur?! Yang Gentarou lakukan hanyalah menepuk kepalaku sebentar, apa itu dapat dikatakan sebagai chemistry yang luar biasa? Aku tidak mengerti pola pikir media massa!"

Direktur perusahaan menyesap kopinya sebentar, sebelum mendeham. "Tenanglah, [Surname]. Media massa akan mengambil topik semenarik mungkin dalam sorotan kameranya. Mereka akan melakukan apapun agar isi artikel maupun berita yang mereka bawakan menarik perhatian masyarakat."

"Bukankah itu sama saja membohongi masyarakat? Itu 'kan hanya berupa interaksi singkat yang bahkan Daisu lakukan padaku setiap hari!" [Name] bersikeras memprotes. Daisu yang ada di sampingnya hanya mengangkat sebelah alisnya, sebelum lanjut menghabiskan isi kotak bento-nya.

Tuan Direktur memutar bola matanya, kemudian mengangguk-angguk. "Kau benar. Itu mungkin membohongi masyarakat. 'Tapi, mari kita lihat artikel yang satu ini." Pria paruh baya itu menekan beberapa tombol pada laptopnya, kemudian menampilkannya pada proyektor yang berada tak jauh di sampingnya.

Mencuri Perhatian Media Massa, Intip Kompilasi Interaksi Menggemaskan 'Phantom' dengan Sutradara [Fullname]!

Selama beberapa saat, [Name] melongo menatap judul artikel tersebut. Yang benar saja, 'interaksi menggemaskan'? 'Kompilasi'?

Artikel tersebut melampirkan beberapa video berdurasi singkat interaksinya dengan Gentarou, mulai dari aksi sikut menyikut, Gentarou yang menepuk kepalanya, Gentarou yang memainkan kuciran ekor kuda [Name], senyuman Gentarou setiap kali baru saja menatap [Name], hingga video singkat sekadar [Name] yang menyerahkan mikrofon pada Gentarou dan tangan mereka tak sengaja bersentuhan.

Tuan Direktur kembali angkat bicara. "Tidak hanya satu, kalian menunjukkan banyak interaksi yang menarik perhatian publik selama konferensi pers tadi."

Gentarou yang duduk di samping [Name] hanya menunduk seraya mengusap tengkuknya kikuk. [Name] meletakkan tangan kanannya pada wajahnya selagi mendesah panjang. "Kenapa sih, lensa mereka tajam sekali ..."

Tuan Direktur terbahak. "Jangan pedulikan soal itu, [Surname]-san, Yumeno-san. Karena aksi kalian ini, kalian akan meningkatkan promosi terhadap projek film kalian. Jika berita yang muncul adalah chemistry antarpemain, itu pasti sangat membosankan. Akan tetapi, jika yang timbul adalah chemistry antara penulis cerita dengan sutradaranya, itu akan menimbulkan sensasi yang berbeda di kalangan masyarakat. Selain itu, ini juga meningkatkan kepopuleran kalian secara individual, dengan harapan kalian dapat memproduksi novel baru maupun film baru karena daya tarik kalian terhadap publik.

"Selain itu, kita harus berterima kasih pada Arisugawa-san yang secara tak langsung juga menarik perhatian publik pada kalian," sambung Tuan Direktur dengan senyuman simpul yang terarah pada Daisu. Lelaki berambut navy itu menyatukan kedua tangannya seraya sedikit membungkuk, sementara pipinya masih dipenuhi kunyahan makan siangnya.

[Name] menyikut sang asisten. "Daisu, hentikan makan siangmu. Sangat tidak sopan," tegurnya jengkel. "Kau sedang berbicara pada Tuan Direktur saat ini."

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa." Tuan Direktur mengibaskan tangannya. "Kalian berdua sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Begitu pula dengan Yumeno-san, kuharap sebentar lagi kita dapat semakin dekat seiring kau bertahan dalam kontrak perusahaan ini."

Gentaro mengangguk takzim, selagi mengembalikan senyumannya. "Terima kasih banyak, Tuan Direktur. Kuharap juga begitu. Kalau begitu, kami permisi dulu."

Ketiganya bangkit dari sofa tempat mereka duduk, kemudian membungkuk permisi---pengecualian untuk Daisu yang kerepotan hanya untuk membungkuk karena kotak bento yang dipegangnya. [Name] membiarkan Dice jalan mendahuluinya agar sang asisten tak tertinggal. Tepat ketika [Name] mendekati pintu ruangan Tuan Direktur, sang empunya memanggilnya.

"[Surname]-san?"

"Ya, Tuan?" [Name] menolehkan kepalanya.

Tuan Direktur bersedekap. "Meksipun memerlukan keseimbangan dalam penunjukkan interaksi---para pemain pun perlu menunjukkan chemistry yang tak kalah menarik di publik---'tapi aku ingin kalian berdua meneruskannya."

[Name] mengerutkan dahinya. "Meneruskannya?"

"Ya, chemistry itu. Kau dan Yumeno. Kalian berdua sudah menyita perhatian publik, maka jangan mengecewakan mereka pada konferensi pers selanjutnya atau meet and greet atau apapun itu."

[Name] mengerling, tersirat kekecewaan selama sesaat pada wajahnya. Namun, ia kembali menerbitkan sebuah senyuman keraguan pada bibirnya. "Baiklah, Tuan Direktur. Akan kuusahakan."

• • •

"Bibi, Paman, aku pulang." [Name] menggeser pintu utama rumahnya, lantas melepas alas kakinya disusul oleh Gentarou dan Daisu.

Bibi asisten rumahnya tak lama kemudian menyambutnya dengan ramah. "Selamat datang kembali, [Name]-chan."

[Name] mengambil seluruh kantung belanjaannya dari tangan Gentarou dan Daisu, kemudian mengisyaratkan mereka untuk pergi. "Kalian masuk saja duluan, aku akan menyusul nanti."

Daisu mengangguk singkat, lantas bergegas menuju kamarnya diikuti Gentarou. [Name] membawakan kantung belanja tersebut, dibantu oleh Bibi pembantu ke dapur. "Kami baru saja belanja bulanan setelah dari studio. Katakan padaku jika ada yang kurang ya, Bibi," kata [Name] selagi melepaskan happi pinjaman Gentarou, kemudian menggantungkannya di sudut ruangan.

Wanita tersebut mengangguk. "Tentu saja, terima kasih [Name]-chan. Omong-omong, kami sudah melihat kalian di televisi tadi. Acara konferensinya begitu luar biasa, dan sepertinya kau dan Yumeno-san menjadi pusat perhatiannya kali ini."

"Begitukah?" [Name] terkekeh canggung sambil menggaruk tengkuknya. Ia mulai mengeluarkan satu per satu bahan makanan bersama wanita di sampingnya. "Media memang selalu seperti itu, Bibi. Padahal kami tidak melakukan apa-apa."

Bibi asisten rumah tangga mengulum senyuman lembut. "'Tapi menurutku, Yumeno-kun adalah pemuda yang manis. Dia benar-benar punya aura yang hangat, seperti suamiku di masa lalu. Senyumannya, gaya berpakaiannya. Mereka mirip sekali."

Gerakan [Name] terhenti ketika tangannya menggenggam sebutir kentang. Gentarou yang mengambilnya tadi, mengidam ingin makan kentang rebus katanya.

[Name] membatin dengan senyuman tipis, ada-ada saja kelakuannya, seperti wanita hamil muda saja.

"Selamat malam, Bibi. Aku permisi," ucap [Name] selepas membereskan isi kantung belanjaan. Wanita asisten rumah tangganya itu mengangguk, kemudian membiarkan [Name] berlalu meninggalkannya.

[Name] menyusuri lorong kamar tidur, kemudian memasuki ruang tengah. Ia menggeser pintunya, kemudian menemukan Daisu dan Gentarou yang tengah membaca novel bersama. Gadis itu mengerutkan alisnya, mulai membatin aneh-aneh lagi.

Kenapa tidak isu hubungan yang timbul adalah antara Gentarou dan Daisu saja, sih? Padahal 'kan lebih menarik. [Name] membatin sebal menatap keduanya yang saat ini tertawa senang selagi dirinya memasang tampang kusut.

"Kenapa kalian masih di sini? Tidur sana." Usirnya masih dengan ekspresi yang sama selagi tangannya sibuk menyalakan komputer. Daisu dan Gentarou hanya bertukar pandang, sebelum keduanya beranjak pergi menuju kamar Daisu.

[Name] sedikit menyayangkan ketika keduanya pergi begitu saja meninggalkan ruang tengah. Sebetulnya, ia tak bermaksud mengusir. Mood-nya yang hancur lebur membuatnya melampiaskannya ke mana-mana, termasuk usirannya barusan.

Padahal, [Name] benar-benar merasa letih dan kesepian. Ia membutuhkan orang lain sebagai tempat ceritanya.

Gadis itu membuka akun email-nya di komputer, mulai memeriksa email-email lainnya dari para calon pemainnya. Aohitsugi bersaudara, Yamada Ichiro ... di bawah nama-nama itu, hadir nama-nama lainnya yang memenuhi kotak masuknya. Ia juga membuka email dari pihak properti maupun sponsor yang turut berpartisipasi dalam projeknya kali ini. [Name] memijati tengkuknya sendiri, membiarkan rasa sakitnya perlahan memudar.

Hingga selembar benda hangat berbulu menyelimuti punggungnya.

[Name] mendongakkan kepalanya demi melihat siapa yang meletakkan jaket berbulu itu di sana. Ditemukannya seringai kucing milik Daisu, sebelum tangan sang empunya mengusap kepala [Name]. "Maaf ya, selimutku dipakai Gentarou. Jadi, aku pakai ini saja."

"Tidak perlu. Lagipula, malam ini tidak terlalu dingin." [Name] hendak melepas jaket hijau berbulu milik Daisu, tetapi segera ditahan oleh lelaki di belakangnya. Daisu menggeleng, tidak membiarkan [Name] melakukannya.

Daisu beranjak duduk di belakang [Name], kemudian melingkarkan lengannya pada bahu gadis berambut [h/c] tersebut. Ia kemudian menaruh kepalanya pada pundak bebas [Name]. "Dengan begini, kau tidak bisa melepaskannya dan mendapatkan kehangatan ekstra."

[Name] bersungut-sungut dongkol. "Daisu, kau benar-benar membuatku risi."

"Ssst! Jangan berisik!" Daisu meletakkan telunjuknya di depan mulut [Name] selagi berbisik. "Aku harus benar-benar menunggu sampai Gentarou tertidur, tahu. Jangan menyia-nyiakan perjuanganku ya, [Name]-chan."

[Name] akhirnya terdiam dan membiarkan Daisu memeluknya. Memang, sejak kehadiran Gentarou, Daisu semakin jarang memperlakukannya seperti ini. Perhatian Daisu sebagai asisten [Name] saat ini pun terbagi pada Gentarou juga.

Sifat protektif Daisu sebagai 'kakak laki-laki' yang melindunginya kembali. Selama seminggu ini, [Name] benar-benar merindukannya.

[Name] menggenggam tangan Daisu yang melingkar pada bahunya. Ia meringis, "Daisu, maafkan aku karena mempercayai Gentarou tempo hari. Seharusnya aku tahu kau tidak akan pernah pergi berjudi setelah kuancam."

Daisu tersenyum. "Tidak apa-apa. Kalau aku mau berjudi, aku pasti akan mengajakmu terlebih dahulu kok."

"'Tapi aku tidak mau."

Daisu terkekeh, sementara [Name] kembali disibukkan pada email-email-nya.

Daisu mencubit pelan pipi [Name]. "Ayo cerita lagi."

"Daisu, boleh aku bertanya?"

"Hm?"

"Apa Gentarou-san memang selalu seperti itu?"

Daisu menggaruk kepalanya. "Seperti itu bagaimana? Kau selalu menanyakan hal yang sama. Kau mulai tertarik pada Gentarou, ya?" Daisu mengulum senyum usil khas miliknya.

[Name] sedikit menekan jarinya ketika menekan tombol enter. "Caranya memperlakukan perempuan. Apa dia memang seorang womanizer atau semacamnya? Yah, meskipun bagiku karakteristiknya itu kurang cocok. Perempuan mana pun akan membenci seorang pembohong."

Daisu terbahak keras. "Womanizer? Gurauan macam apa itu? Tidak, sungguh. Gentarou itu tipikal orang yang malas mendekati orang lain. Ia akan mendekati orang lain ketika ia tertarik saja. Selain itu, ia punya kebiasaan lucu berupa memerhatikan gerak-gerik orang lain untuk dijadikan inspirasi dalam ceritanya. Ketika Gentarou tertarik pada orang lain, ia akan mencari tahu banyak hal tentang orang itu dan memperlakukannya secara spesial."

"Spesial?" [Name] mengulangi ucapan Daisu. "Maksudmu, seperti dirimu? Gentarou begitu dekat denganmu, makanya ia tertarik?"

"Eh ..." Daisu tersenyum kecut. "Caramu mengatakan 'tertarik' itu seolah Gentarou dan aku punya kelainan seksual. 'Tapi kau juga tidak salah. Dia penasaran dengan orang sepertiku, juga seorang lelaki Shibuya bertubuh kecil, rekan lama kami juga---namanya Amemura Ramuda. Sejauh ini, Gentarou selalu berusaha mengorek latar belakang orang eksentrik bernama Ramuda itu, tetapi ia belum berhasil melakukannya. Bisa-bisa ia mati penasaran," jelas Daisu, yang malah membuat [Name] tertawa mendengar ceritanya.

"Oh, ada hal menarik lainnya tentang Gentarou!" Daisu menjentikkan jarinya, seolah baru saja mengingat satu hal. "Kau sudah melihatnya di hari pertama. Dalam satu waktu, Gentarou bisa memainkan berbagai peran tokohnya dengan gestur dan suara yang berbeda. Bagiku, itu sangat lucu sekaligus konyol."

[Name] terkikik, kemudian menutup laman email-nya sebelum mematikan komputernya. Ia melepas pelukan Daisu, kemudian menghadap langsung sang asisten---membelakangi komputernya.

"Itu artinya Gentarou melakukan itu semua bukan karena ia mesum atau semacamnya?"

Daisu mengernyit selagi membentuk senyuman usil. "Itu apa?"

[Name] mendesis kesal. "Jangan pura-pura tidak tahu. Kau melihat semuanya, 'kan?"

"Kurasa tidak. Gentarou memang tertarik padamu, terutama karena kau memiliki semua yang dimilikinya di masa lalu. Rumah ini, suasana ini, kehangatan ini. Kalian juga memiliki latar belakang yang hampir sama. Gentarou amat merindukannya, juga ingin berbagi."

"Ooh ..." [Name] mengangguk-angguk mengerti. "Lalu, Daisu."

"Ya?"

"Tuan Direktur memintaku memperbanyak interaksi di depan publik dengan Gentarou. Demi kepentingan promosi film, dan juga promosi kami secara individual. Bagaimana menurutmu?"

Selama beberapa saat, Daisu bungkam. Di dalam salah satu sudut sorot matanya, terdapat perasaan yang tidak bisa terungkap olehnya. Tersirat rasa kecewa yang mendalam di sana.

---Juga, sedikit rasa penyesalan atas apa yang telah dilakukannya.

Daisu menyembunyikannya dengan senyuman. "Aku mendukung kalian, kok. Aku juga akan berusaha untuk meningkatkan promosi atas projek film ini maupun promosi kalian secara individual."

[Name] mengerucutkan bibirnya. "Begitu, ya? Sudah kuduga, kau akan mendukung Tuan Direktur."

Daisu menyeringai, kemudian menarik tangan kiri [Name]. "Ini sudah larut. Sebaiknya, kau segera tidur, [Name]-chan."

Daisu segera beranjak, sekaligus membantu [Name] berdiri dari posisinya. [Name] mengembalikan jaket yang membalut bahunya pada sang empunya. Setelah mematikan lampu ruangan tengah, mereka menutup pintu ruangan tengah dan berjalan menuju kamar masing-masing.

"Oh iya, [Name]."

[Name] memutar tubuh, mendapati Daisu yang belum beranjak dari pintu ruangan tengah sementara dirinya hampir menggeser pintu kamarnya.

"Apa?"

"Aku akan menceritakan sisanya lain kali." Daisu mengulum senyuman.

"Baiklah, terima kasih Daisu."

• • •

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top