❁ཻུ۪۪⸙͎ Bertaut
"Satu, dua, spin, step, step!"
Seruan Utahime menggema di ruangan yang separuh dindingnya cermin. Anak-anak yang merupakan murid kelas tari bergerak sesuai ketukannya. Mata wanita itu awas untuk memperhatikan gerakan murid-muridnya guna bisa mengoreksi jika ada kesalahan.
"Miwa-chan, tanganmu kurang ke atas sedikit. Nah, iya, iya, seperti itu!"
Kini Utahime menonton gerakan murid-muridnya melalui cermin di depannya dengan seksama. Wanita yang rambutnya dikuncir itu sesekali mengelap peluh di dahinya menggunakan sapu tangan yang ada di sakunya.
Beberapa lama kemudian, tiba-tiba pintu ruang latihan terbuka dan mendapati salah satu guru tari perempuan di ruang lain masuk menghampiri dirinya.
"Anoo, Utahime-san, di luar ada seseorang yang mencarimu."
Utahime mengernyit, seingatnya ia tidak ada janji untuk bertemu seseorang hari ini. "Siapa yang mencariku?"
Wajah perempuan di hadapannya sedikit memerah saat Utahime bertanya seperti itu membuat ia semakin mengernyit heran.
"Dia ... tidak mau menyebutkan nama, tapi yang jelas ... dia laki-laki tampan," bisik rekan kerjanya dengan tampang serius ke arah Utahime.
Kebingungan melanda akan sosok yang mencarinya. Lelaki tampan? Siapa? Teman-teman dekatnya terutama laki-laki tidak pernah disebut laki-laki tampan oleh orang-orang yang baru pertama kali melihatnya.
"Sudah, sana ke lobi. Dia dari tadi memaksa untuk bertemu denganmu langsung, tidak mau menunggu jam latihan selesai," tambah rekannya.
Setelah berpikir sebentar, akhirnya Utahime pun menuruti perkataan rekannya. Di samping itu ia juga penasaran dengan sosok yang mencarinya. "Kalian istirahat dulu sebentar, ya! Nanti dilanjutkan lagi," titah Utahime sebelum keluar dan dibalas sahutan tanda setuju dari murid-muridnya yang rata-rata anak sekolah dasar.
Kini Utahime berjalan menuju lobi. Rekannya tadi sudah kembali ke ruang latihan lain. Rasa penasaran semakin meningkat seiring langkahnya mendekat ke arah lobi.
Setibanya di sana ia melihat seorang pria dengan surai putih yang disisir rapi, berkacamata hitam, mengenakan blazer biru dongker dengan dalaman kaus putih polos, celana katun berwarna sama semata kaki, dan sneakers putih sedang duduk menunggu di sofa lobi sambil menatap ke arah pintu luar. Utahime mendekat seiring jantungnya berdebar. Wanita itu mulai menduga-duga dan mengharap.
"Yo Utahime! Semoga kau masih mengingat temanmu yang tampan ini, Gojou Satoru!"
Pria itu berdiri saat menyadari kedatangan Utahime, memperlihatkan tinggi badannya yang mampu membuat Utahime iri sekaligus kesal. Pria itu menguarkan senyuman usil yang sama sekali tak berubah.
"Lama tak bertemu, kau pasti sangat merindu–ADUDUH!"
Pertemuan pertama setelah 10 tahun, Utahime langsung melayangkan tendangan ke kedua tulang kering milik sang pria.
"Sepuluh tahun tak bertemu lalu tiba-tiba datang dengan tinggi macam tiang. BANGSAT!"
*******
"Maaf telah lama menunggu."
Gojou menoleh ke arah suara dan terpana saat mendapati penampilan sang wanita yang berbeda dari sebelumnya. Tadi wanita itu mengenakan kaus polo lengan pendek warna merah, celana training, dan sepatu. Kini wanita itu mengenakan overall bercelana pendek berwarna abu-abu dengan dalaman kaus putih lengan panjang off shoulder. Rambutnya kini digerai, menampilkan panjang rambut yang hampir mencapai punggung serta ankle boots warna coklat menghiasi kakinya. Tas berukuran sedang berwarna hitam diselempangkan di punggungnya.
"Kenapa menatapku seperti itu?"
Gojou tersentak saat ketahuan kelamaan menatap lalu netra biru dibalik kacamata hitam itu mengalihkan pandangan ke arah lain sambil berusaha mencari kalimat balasan.
"Tidak, tidak apa-apa. Hanya saja ... kamu terlihat lebih feminim dari sebelumnya."
Utahime hanya tersenyum kecil saat mendengar ucapan Gojou. "Aku anggap itu sebagai pujian. Terima kasih."
Kini mereka pun memutuskan untuk jalan-jalan ke pusat kota sambil mengobrol apa saja yang telah terjadi selama 10 tahun ini.
Gojou saat dipindahkan ke Osaka, dia dimasukkan ke SMA yang sangat ketat aturannya sehingga ia tidak sempat mengkontak teman-teman lama di sekolah sebelumnya. Lalu setelah lulus, ia mendapatkan beasiswa kuliah di Inggris selama empat tahun jurusan manajemen dan bisnis. Selepas lulus, kini Gojou telah mewarisi perusahaan milik keluarganya.
"Aku mengambil kuliah jurusan seni tari di Universitas Tokyo lalu selepas lulus aku langsung ditawari untuk menjadi guru tari kontemporer di lembaga seni swasta karena mereka pernah melihat penampilanku di festival musim panas di Osaka lima tahun yang lalu. Ya, semacam free pass."
Gojou mengangguk-angguk saat mendengar penuturan Utahime. Mereka melanjutkan obrolan ke hal-hal lain. Di tengah perjalanan, mereka menemukan outlet boba lalu membelinya. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka tiba di taman kota. Mereka meneruskan langkah untuk mencari bangku duduk.
"Ne, Gojou, kau ... tidak ingin mengatakan sesuatu? Kau mencariku dan ingin menemuiku lagi karena ingin menyampaikan sesuatu, kan?" tanya Utahime sambil melemparkan gelas boba yang sudah habis ke tempat sampah terdekat.
Gojou menghentikan langkahnya seketika. Utahime yang suda melangkah duluan terpaksa harus berbalik karena menyadari Gojou yang berhenti. Kini mereka berdiri berhadapan saling menatap dalam keheningan.
"Aku ..."
Perkataannya terputus untuk berpikir ulang kalimat yang akan dikatakannya. Tentang perasaan yang mengendap selama 10 tahun dan semakin membesar, tentang kerinduan yang membelenggu, tentang tekad untuk mengikat wanita di depannya, tentang dada yang membuncah ketika bisa melihat lagi wanita di depannya yang sudah tumbuh cantik dan dewasa. Bagaimana caranya untuk mengungkapkan itu semua?
"Sepertinya kau kebingungan ingin berkata apa. Kalau begitu hingga kau menemukan kalimat yang tepat, boleh aku bertanya sesuatu?"
Gojou menaikkan alisnya saat mendengar ucapan Utahime. Ia mengangguk perlahan sebagai tanda mengiyakan.
"Saat kau ... menciumku di taman belakang sekolah. Apa yang kau pikirkan saat itu?"
Gojou terperangah saat mendengar pertanyaan Utahime. Kepala pun memutar kembali memori yang masih diingat dengan sangat baik. Ketika ia mengecup bibir Utahime. Selepas kejadian itu, mereka bersikap biasa saja seolah ciuman itu tidak pernah terjadi. Akan tetapi, Utahime pasti mempertanyakannya dengan perasaan yang terombang-ambing dan dengan tanpa bersalahnya pemuda itu malah menggantungkannya selama 10 tahun. Rasanya Gojou ingin menghajar dirinya sendiri.
"Saat itu yang kupikirkan ... aku ingin terus berada di sisimu," jawab Gojou sambil menatap lekat-lekat iris coklat Utahime.
"Lalu, apakah jawabanmu itu masih sama ... hingga sekarang?" tanyanya lagi.
"Kalau sudah berubah mana mungkin aku menemuimu sekarang ini," jawab Gojou singkat, padat, dan jelas.
Mereka terdiam beberapa saat sambil saling menatap. Taman kota yang sepi serasa dunia milik mereka. Tak lama kemudian, Utahime tiba-tiba menundukkan kepalanya sambil mengembuskan napas pelan. Respon yang mampu membuat Gojou khawatir dan berbagai praduga muncul dalam kepalanya.
'Apakah aku terlambat untuk mengakui semuanya?'
"Sepertinya ... aku terlambat–hmph?!"
Sebuah tarikan di kerah kausnya mengagetkannya. Ditambah kini bibir Utahime yang menempel di bibirnya membuat Gojou merasakan cecapan manis vanilla sisa boba yang diminum wanita itu. Ciuman sepersekian detik yang mampu membuat Gojou melambungkan harapan.
"Sepuluh tahun itu ... tidak sebentar, bodoh!"
Satu tinjuan yang cukup keras di perut Gojou membuat pria itu sedikit terbatuk. "UHUK! S-Seperti biasa, kau selalu barbar, ya."
Utahime tak menjawab. Ia hanya mencengkram erat kaus Gojou di bagian dada sambil menundukkan kepalanya. Menyembunyikan rona di wajahnya dan getaran perasaan yang ia tahan selama ini.
"Ternyata ... aku datang di waktu yang tepat ..."
Gojou menarik pinggang Utahime untuk mengikis jarak di antara mereka. Tangan satunya melepas kacamata yang ia kenakan kemudian dimasukkan ke saku celananya. Setelah itu, jemarinya mulai menyelipkan helaian rambut Utahime ke belakang telinga kirinya lalu bergerak ke pipi untuk membuat wanita itu mendongak. Senyuman menawan diuarkan, ditujukan kepada sang wanita.
Iris biru cerah yang menatap penuh cinta bertemu dengan iris cokelat yang menatap penuh kerinduan. Benang merah mereka perlahan tertaut kembali seiring jarak semakin terkikis dan ciuman didaratkan. Ciuman kedua insan yang begitu dalam untuk melepaskan segala perasaan yang tertahan selama ini. Selaksa rindu dan cinta mengarungi tatapan mereka.
"Angsa cantik, sekarang kau milikku dan aku tak akan pernah melepaskanmu ..."
"Pangeran salju, sekarang aku milikmu dan aku tak akan pernah berpaling darimu ..."
"Hingga selamanya ..."
END
A/N:
Terima kasih untuk kalian yang telah membaca book yang penuh kekurangan ini. Kritik & saran selalu dibuka lebar. Jika ada kesempatan, mungkin saya akan menambah part bonus after marriage book ini. MUNGKIN YA, saya tidak janji.
Sekian dan terima gaji.
LAYARKAN GOJOHIME DI DUNIA OREN!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top