17. Eksperimen Sal

Jadi di sinilah Scarlet dan Sawyer, berdiri di dalam sebuah bangunan semi permanen di halaman belakang klinik-merangkap-rumah Sal. Bau khas bangunan baru langsung menyeruak begitu mereka masuk. Bangunan itu seluruhnya dari kayu. Dinding dan tiang-tiangnya dibiarkan polos tanpa pelitur. Bagian dalamnya bisa dibilang kosong, bila semacam katrol aneh yang menempel di salah satu sudutnya diabaikan. Sebuah lorong menghubungkannya dengan bangunan utama. Tiada jendela atau ventilasi terlihat. Satu-satunya sumber penerangan adalah lampu-lampu minyak yang digantung berjajar di dinding. Cahaya remang api menyinari kait-kait logam di dinding. 

“Ta-dah! Bagaimana hasil desainku? Hebat, kan?” Sal berjalan masuk. Malam itu, penampilannya benar-benar seperti orang asing. Setelan overall berbahan tebal, yang belum pernah Scarlet lihat di Desa Chartain, melapisi tubuhnya. Kakinya terbungkus sepatu bot kulit setinggi lutut. Tak lupa kacamata pelindung bulat yang membuat wajahnya mirip wajah burung hantu, serta sarung tangan tebal setinggi lengan dari kulit sapi.

Pandangan Scarlet beralih pada barang-barang bawaan Sal. Pria itu membawa sebuah buku catatan, pensil, dan ... rantai? Seketika itu Scarlet mengernyitkan dahi. Gadis itu baru menyadari bahwa bangunan itu mungkin lebih kokoh daripada perkiraannya semula. Baru ia sadari pula bahwa kait-kait logam yang menempel di tiang dinding mungkin bukanlah sekedar pelengkap struktur bangunan.

“Perasaanku buruk soal ini,” bisik Sawyer di telinga Scarlet. Gadis itu mengangguk. Ia menyiagakan tangan kiri di pinggang, persis di tempat tas pinggangnya berada. Sawyer mencengkeram crossbow-nya lebih kuat, matanya tak lepas mengawasi Sal. Pria yang diawasi agaknya tak sadar kalau tamu-tamunya menatap curiga. Ia sibuk membalik-balik halaman buku catatan, sambil menggumamkan istilah-istilah ilmiah yang tidak dipahami Scarlet dan Sawyer.

“Sekarang, uh, biar kujelaskan rancangan penelitianku,” ujar Sal sembari membuka-buka buku catatannya. “Perlu kalian ketahui kalau atap ruangan ini istimewa. Dengan katrol ini, aku dapat membuka tutup panel-panelnya. Nah, Scarlet, begitu atap terbuka dan sinar bulan menyorot masuk, aku ingin kau berdiri di bawahnya.”

“Di bawah sinar bulan? Namun, bagaimana kalau‒” Spontan Scarlet berseru, tetapi ia tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Gadis itu sudah cukup banyak menyaksikan kekejaman werewolf. Bila ia sampai lepas kendali, lalu Sal dan Sawyer sampai tewas gara-gara ulahnya, Scarlet yakin ia takkan sanggup memaafkan diri sendiri.

“Maaf, Scarlet. Percayalah, sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini, tetapi hanya ada satu cara untuk memastikan sampai sejauh mana sifat werewolf-mu bekerja. Oleh karena itu, tolong pakai ini untuk berjaga-jaga.” Dengan rantai di tangan kanannya, Sal mendekati gadis itu. Kemudian, ia memasangkan rantai itu di leher Scarlet. Ia kunci rantai itu dengan sebuah gembok baja yang kokoh, lalu ia simpan kuncinya dalam saku pakaian.

“Hei, hei, apa yang kaulakukan? Hentikan itu sekarang!” bentak Sawyer. Anehnya, Scarlet tetap tenang dan percaya diri. Mata birunya menatap wajah Sal lekat-lekat. Dengan ayunan tangan, gadis itu mengisyaratkan agar Sawyer tetap diam.

“Dokter Fischer, kau sama saja seperti yang lain, bukan? Kau tidak percaya bahwa aku tidak akan menyerangmu seandainya aku berubah menjadi werewolf.” Scarlet tertawa getir. “Aku mengerti. Seandainya ada di posisimu, aku pasti melakukan hal yang sama. Oleh karena itu, silakan, ikat aku ke dinding. Namun, apabila kau mengingkari janjimu dan melakukan hal-hal yang tidak kusetujui saat kau mengajukan penawaran, meski untuk kepentingan sains, ketahuilah bahwa Sawyer takkan segan untuk membunuhmu.”

“Baik, aku mengerti,” balas Sal. Diikuti Scarlet, pria itu berjalan ke tengah ruangan. Ia pasang ujung lain rantai itu pada kait di dinding, lalu ia suruh gadis itu diam menunggu. Setelah itu, Sal berpindah ke samping katrol.

“Sekarang, inilah momen kebenaran.” Pria itu mulai memutar katrol. Seketika, seisi ruangan bergetar dan berderak-derak. Perlahan, papan-papan kayu penutup satu sisi atap bergeser, menjatuhkan sinar purnama tepat di ujung kaki Scarlet. Sal terus memutar katrol hingga separuh atap terbuka seluruhnya. Langit malam itu indah dan cerah. Scarlet bisa menyaksikan bintang berkelap-kelip. Seketika, ia sadar betapa ia sudah lama tidak menyaksikan pemandangan itu.

Bila sinar bulan tidak membuatku berubah, segalanya akan kembali normal, batin Scarlet. Aku akan bisa kembali berkumpul bersama Sawyer, Sean, Seneca, dan kawan-kawan yang lain. Aku bisa melanjutkan hidup dengan tenang

Gadis itu menahan napas. Ia tanggalkan jaket, sepatu, dan sarung tangannya, menyisakan blus putih berlengan pendek dan celana panjang menempel di tubuh. Ia biarkan sinar bulan melingkupi seluruh tubuhnya. Lalu, Scarlet mengangkat kedua tangan ke depan muka. Ia terperangah menyaksikan betapa tangan-tangan itu seolah bukan lagi miliknya. Bulu tebal cokelat kehitaman telah menjadikan mereka serupa milik makhluk-makhluk buas itu, yang telah Scarlet buru seumur hidupnya.

“Tidak mungkin,” bisik Scarlet. Gadis itu mundur selangkah, lalu kembali memperhatikan tangannya. Tak ada perubahan. Betapa pun ia berusaha menghindar, pergerakannya yang terbatas membuatnya tidak dapat keluar dari area yang disinari. Sementara itu, Sal Fischer menyaksikan dengan mulut ternganga.

“Jadi semua teoriku benar,” ujar Sal takjub. Pensilnya menari-nari menuliskan setiap detil hasil pengamatannya.

“Bagaimana menghentikannya, Dokter Fischer? Aku tidak ingin harus bersembunyi terus setiap malam!” jerit Scarlet panik. Ia mencoba berlari ke arah pria itu, tetapi rantai yang mengikat lehernya langsung menarik gadis itu hingga hampir terjatuh. Sadar usahanya gagal, gadis itu mulai meronta-ronta.

“Tutup atapnya, Dokter Fischer!” Dari ujung ruangan Sawyer berseru. Tanpa ragu, pemuda berambut merah itu membidik kepala Sal. Jemarinya siap menarik pelatuk crossbow bilamana pria itu menolak. Sal menurut. Katrol berputar kembali, dan atap pun kembali tertutup. Seiring sirnanya sinar bulan, sirna pula ciri-ciri werewolf dari tubuh Scarlet. Gadis itu jatuh terduduk di lantai. Seluruh tubuhnya gemetar. Mendadak, ia merasa sangat lelah. Lama gadis itu duduk bersandar di sana, terdiam sementara Sal melepaskan rantai dari lehernya. Matanya mengerjap-ngerjap, berusaha menahan air mata yang menggenang tanpa permisi.

“Dulu tidak begini.” Gadis itu menggumam. “Dulu aku tidak pernah seperti ini. Jadi, mengapa sekarang? Mengapa kutukan ini baru muncul sekarang?”

“Maaf, aku tidak bisa memberi solusi.” Lelaki itu menggeleng. Dituntunnya gadis itu ke samping Sawyer. “Besok, akan kucoba kembali ke perpustakaanku. Mungkin ada penelitian yang kulewatkan. Aku takkan menyerah, Scarlet. Di suatu tempat, pasti ada jawaban.”

“Semoga saja, Dokter Fischer,” sahut Scarlet lirih. “Sekarang, tolong biarkan aku beristirahat. Aku hanya ingin tidur saat ini ....”

“Tentu, tentu. Kau bisa tidur di kamar atas, Scarlet. Sawyer, kau bisa pulang. Tentu jika kau ingin tinggal juga, yah, aku tidak punya tempat lagi selain sofa di ruang duduk.” Sal memimpin keduanya ke rumah. Sawyer memberi lirikan cepat pada sofa panjang tua berlapis kain motif bunga-bunga itu, lalu mengangguk pada si tuan rumah.

“Terima kasih, Dokter Fischer, itu cukup,” sahut Sawyer sopan. “Malam ini aku akan menemani Scarlet. Sofa itu cukup baik untukku.”

“Nah, selamat malam. Semoga besok ada kabar baik.” Sal menyahut. Dengan itu, ketiganya berpisah. Scarlet melangkah gontai menaiki tangga. Tanpa memberihkan diri, ia jatuhkan badan di atas kasur. Siapa tahu, semua ini hanyalah serangkaian mimpi buruk yang panjang, dan besok ia akan benar-benar terbangun di kamarnya sendiri sementara ibunya mengomelinya karena terlelap begitu lama. 

Bonus

Ekspresi Scarlet: ( ≧Д≦)
(Ceritanya lagi panik)

Ekspresi Sawyer: (ಠ_ಠ)>⌐■-■
(Ceritanya lagi nodong Sal)

Ekspresi Sal: (• ▽ •;)
(Ceritanya lagi hepi hipotesisnya terbukti, sekaligus gugup takut diamuk Sawyer kalau sampai Scarlet kenapa-kenapa)

(Maafkan bonus gaje ini ( ꈍᴗꈍ) )

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top