🍁 31 [Pre-start Game]
"Percaya denganku kalau aku tidak ikut andil dalam pekerjaan seperti itu."
Aaron mengusap dagunya yang sedikit ditumbuhi berbulu itu sembari melihat dokumen yang terbuka lebar di depannya. Dokumen dari Hendery yang tergeletak di meja kerja kantornya sesuai dengan yang diperintahkan.
Bibit keraguan semakin tumbuh setelah beberapa kali memergoki sang mantan kekasih menelepon tengah malam dengan kalimat yang terdengar penuh makna.
Perkataan Ellena tempo lalu selalu terngiang di kepalanya semenjak itu. Apalagi setelah dia menyadari kalau tidak semudah itu mendapatkan informasi dari beberapa organisasi bawah tanah yang memiliki penjagaan ketat. Aaron yakin kalau beberapa organisasi yang dikatakan oleh Ellena adalah organisasi yang bukan main-main dalam menjalankan perusahaan, bisa dipastikan kalau keamanan data para anggota yang terdaftar tidak mungkin semudah itu ditembus.
Kecuali ... kalau menjadi bagian dari golongan tersebut.
Dokumen yang dia dapatkan dari tuan polisi kesayangannya. Kalau kalian paham arti dari kesayangan tersebut. Tidak semudah itu mendapatkan informasi dari pihak kepolisian. Polisi yang kemarin selalu menjadi orang yang mengintrogasinya di ruang besi pengap itu mendapatkan posisi bagus untuk mengetahui seluk beluk dunia bawah tanah.
"Aku sedang mencari pelakunya, Pak. Aku sedang membuktikan kalau bukan aku pelakunya. Jadi, mohon bantuannya."
"Aku tidak akan membocorkan rahasia yang kamu berikan. Aku akan menjaganya rapat-rapat. Bapak boleh memenggal kepalaku kalau aku melanggar."
Tentunya dengan cara mulus lainnya yang bisa menjamin keberhasilan untuk mendapatkan dokumen tersebut.
Aaron memilih merebahkan punggungnya ke sandaran kursi kebanggaannya, sepasang mata beriris gelap itu terpejam ditutupi oleh lengan bawahnya yang dilipat ke atas. Kepalanya terasa berat hingga sulit untuk digerakkan. Banyak perasaan yang mendatanginya hingga da bingung untuk berekspresi seperti apa.
Tangannya dengan sigap membuka laci meja bagian tengah dan menarik sebotol berukuran kecil berwarna putih dengan banyak tulisan penuh zat kimia. Matanya melihat botol putih tersebut dan membuka tutupnya, menelan dua butir pil lalu kembali bersandar.
Obat yang selama ini dia konsumsi untuk tetap merasa tenang ketika berada di kantor. Dia tidak akan mungkin bisa melukai dirinya seekstrim yang dia lakukan saat berada di rumah, tidak jarang kalau dia akan mencubit dirinya sendiri dima-diam dari kolong meja sampai memerah.
Matanya melihat selembar kertas pertama yang diselipkan di sana, lalu kembali memejamkan matanya.
Name : Keyra
Ability : swords, guns
Part of : Dark Aurora Organization
Aaron menghela dan menghembuskan napasnya lagi, informasi ke bawah tidak sanggup dia ingat lebih jauh karena fokusnya adalah nama tersebut.
Keyra.
Nama samaran Ellena. Mantannya.
Sekilas dia melihat nama Ellena Artemis dan Johnson di beberapa kalimat yang diketik di bawahnya. Dokumen yang ada satu salinan dan khusus untuknya saja.
Tidak mungkin ..., batin Aaron ketakutan ketika membayangkan sesuatu yang terlihat mustahil untuk terjadi namun memiliki persentase untuk terjadi selama ini.
Kalau begitu ... dia tahu semuanya.
Aaron menepis pikiran negatif dalam pikirannya. Lalu, menutup map tersebut dan menyimpannya begitu saja di atas meja. Tangannya tergerak untuk menekan intercom yang terpasang di meja, memanggil Hendery untuk ke ruangannya.
Suara ketukan tiga kali sebelum knop pintu terbuka dan menampilkan sekretarisnya dalam balutan jas formal rapi. Aaron menggeser map tersebut ke sudut meja tepat di seberangnya dan meminta Hendery untuk mengambil map tersebut.
"Buka dan baca. Kurasa kamu perlu tahu tentang ini." kata Aaron yang melihat reaksi sang sekretaris terlihat kebingungan awalnya namun, dia tetap mengambil map tersebut dan membacanya dengan teliti. Ekspresi Hendery penuh dengan keterkejutan tak terkira.
Sesuatu yang telah dia duga sebelumnya.
"Tuan, ini-"
"Map yang kusuruh ambil dari kantor polisi adalah ini," ucap Aaron dengan nada dingin. Tetapi, kelegaan sedikit menyeruak di relung hatinya saat mendapatkan informasi penting. "Aku sudah putus dengannya. Jadi, tidak ada yang perlu dikatakan lagi untuk hubungan kami. Tapi, Hendery, kamu berpikir sama dengan apa yang kupikirkan?"
Hendery, sang sekretaris yang cukup tahu dengan kisah romansa sang tuan karena pekerjaannya yang memaksanya untuk tetap berada di sekitar Aaron saat jam terbang maupun saat jam istirahat, segera membulatkan matanya. Genggamannya pada map berlapis biru tebal itu erat.
Aaron mengangguk sebagai jawaban, "Aku juga belum yakin, Hendery. Tapi, bisa jadi ini ada kaitannya. Apalagi dia juga merupakan salah satu seperti mereka." Aaron berdecak tipis, mengundang tatapan kebingungan dari pria yang lebih muda darinya beberapa tahun.
"Mereka bukan salah satu sepertinya. Itu yang aku dapatkan dari pak polisi terhormat itu," kata Aaron lagi, kali ini dengan senyum tipis, layaknya orang merasa tenang.
"Itu artinya, informasi yang diberikan Ellena tidak asli. Beruntung aku tidak begitu percaya dan sedikit berakting supaya Ellena percaya. Dari awal, mereka semua tidak menunjukkan gelagat aneh apapun."
"Tuan, apa yang harus kita lakukan sekarang? Proyek pembangunan hotelnya sedang berlangsung," kata Hendery dengan nada cemas. Tidak mungkin dia bisa begitu tenang seperti tuannya sekarang ini.
Bagaimana kalau aku terbunuh? Batin Hendery yang memikirkan kondisi terburuk mungkin dia alami. Dia bisa melihat Aaron mengetuk alas meja dengan jari telunjuk kanan.
"Bukankah justru itu bagus? Kita memiliki peluang sempurna untuk menjebaknya," kata Aaron sembari tersenyum miring menyeramkan.
Hendery mengulas senyum kikuk, merasa terpojok dengan senyuman tersebut, sedikit banyaknya dia berasumsi kalau sang tuan telah terkontaminasi dengan virus berbahaya seperti psikopat, ada kemungkinan karena sang mantan kekasih mungkin saja merupakan manusia seperti itu.
Aaron tersenyum kali ini penuh akan sirat makna di dalamnya.
"Lakukan perintahku, Hendery."
"Baik, Tuan."
"Senang bekerja sama denganmu, Ms. Dorine." Aaron berdiri dan mengulur tangannya sembari mengulas senyum sebaik yang dia bisa. Sejak awal dia bisa melihat kalau putri bungsu dari perusahaan penyiaran terkenal itu menaruh perhatian padanya.
Thank you, you make my way easier, batin Aaron saat tangan sang wanita tersebut membalas uluran tangannya.
"Dorine saja, Tuan Aaron."
Aaron masih mempertahankan senyumannya dan mengangguk sebagai jawaban, dia merasa dirinya adalah orang asing. Tidak semudah itu baginya untuk tersenyum sebaik yang dia bisa untuk para calon ataupun resmi koleganya itu.
"Kamu mudah tersenyum, Tuan. Sepertinya berita kalau kamu sulit tersenyum hanyalah rumor." Dorine berucap selugas mungkin walaupun dalam hatinya dia tengah menahan degup jantung yang berdebar kencang.
Aaron hanya mengangguk sebagai jawaban, "Baiklah, Dorine. Panggil Aaron saja. Tim saya akan membuat desain sesuai dengan permintaan Anda dan Tuan Besar Willy, tim saya akan mengirimkan surel elektronik kepada anak buah Anda. Jika Anda merasa tidak puas, Anda boleh memberi masukan sampai Anda dan Tuan Besar merasa puas dengan desain kami."
"Begini Tuan-"
"Aaron saja, Dorine." sela Aaron dengan nada penekanan.
"Begini, Aaron. Aku tidak paham melihat desain, karena aku lebih suka bermain dengan panci dan spatula. Bau bawang putih itu sudah biasa bagiku. Daddy juga tidak bisa melihat desain tersebut, hanya saja dia lebih tahu untuk menempatkan ruangan sesuai keinginannya daripadaku. Tapi sekarang, Daddy lagi dalam masa pengobatan jantungnya di New York City," kata Dorine panjang lebar, pria muda itu masih sabar menunggu kelanjutan kalimat wanita yang memakai baju semi formal ini.
"Untuk sementara ini, hanya aku yang diandalkan untuk perencanaan pembangunan cabang di sini, Aaron. Carol, kakakku lebih memilih fokus untuk bersekolah kedokteran setinggi mungkin dan sedang ditempatkan di Hawaii. Jadi, bisakah kamu membantuku menjelaskannya?"
Aaron terpaku sejenak, menimang permintaan Dorine. Hendery yang paham dengan tingkah laku tuannya segera mendekat dan berbisik, "Nona Muda Ellena menolak pertemuan untuk selamanya, Tuan. Aiden sudah memberitahuku. Jadwal Anda tidak begitu padat untuk minggu depan."
Aaron mengangguk dan mengulas senyuman pada Dorine yang sedikit kebingungan dengan tingkah kedua pria di depannya itu, "Saya akan mengatur pertemuan langsung dengan Anda, Dorine. Saya akan menjelaskan desainnya langsung kepada Anda. Saya harap Anda tidak begitu sibuk untuk dua minggu ke depan."
"Terima kasih. Aku akan mengatur jadwal saya untuk dua minggu ke depan. Hubungi sekretaris Daddy atau nomor aku secara langsung saja." balas Dorine sambil memberikan card name-nya pada Aaron.
"Kalau begitu, aku duluan pergi, masih ada pertemuan dengan yang lainnya." Dorine segera keluar diikuti dengan seorang pria yang menemaninya sedaritadi.
"Berikan nomornya langsung padaku," kata Aaron dengan cepat sambil melihat pintu yang masih tertutup rapat.
"Baik, Tuan."
Sementara itu, di sisi lain dengan kota yang sama, seorang wanita dalam balutan merah nyala tersenyum miring di kantornya, matanya melihat ruangan kosong lewat monitornya.
"Kamu tidak akan lepas dariku, sayang. Permainannya belum dimulai."
To Be Continue
Annyeonghaseyo!
Aku baru sadar dong, kalau aku sudah capai chapter 30 sekarang. Masih enggak nyangka, serius. Kok bisa selama 3 bulan aku konsisten update?
Maaf, kalau banyak lubang sana sini yang bikin kalian enggak nyaman bacanya. Tetap dukung cerita ini, ya.
Hehe
See ya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top